Empat

15.2K 1K 20
                                    

Matahari belum nampak sejengkal pun. Udara dingin menusuk sampai ke tulang. Jarum Jam masih memutar di angka tiga subuh. Di saat orang-orang pada lelap tidur nyenyak, Jangkar harus berangkat untuk membawa hasil panen nya ke kota.

" Sudah semua, Zak?"
Jangkar menatap karung-karung berisi hasil panen  sudah naik ke atas mobil pick up nya.

" Sudah Bang. Sudah semua. Tinggal berangkat."

Jangkar mengangguk. " Bagus. Lebih cepat lebih baik. Ayo Zak, Naik!"

Zaki mengangguk. Ia segera masuk mobil dan duduk di samping kemudi.

Jangkar menghidupkan mesin mobil dan langsung menjalankan mobil nya.

" Ini kopi buat saya, Bang?"

Jangkar mengangguk. Mata nya fokus melihat ke depan.

" Wah. Terima kasih, Bang. Kopi memang sangat di butuhkan sebagai minuman saat-saat udara dingin begini. Bikin mata melek."

Untuk menuju ke kota Jangkar melalui jalan di depan rumah keluarga Darma.

" Itu rumah keluarga Darma kan Bang? Ternyata kalau di hidupkan lampu rumah nya tidak terlihat seram malah kesan nya rumah nya bagus sekali di lihat dari sini, Bang."

Jangkar menoleh ke samping. Ia menyetujui ucapan Zaki.

" Karena selama ini rumah itu tidak berpenghuni Zak. Maka nya terlihat seram." Sahut Jangkar.

Mereka sudah melewati rumah Keluarga Darma.

" Pantas saja rumah itu tidak di jual. Ternyata cucu nya yang mau menempati." Gumam Zaki. Jangkar hanya tersenyum mendengar gumaman Zaki.

" Kamu sepenasaran itu ya sama cucu nya Pak Darma?" tanya Jangkar tersenyum tipis.

" Memang Bang Jangkar tidak penasaran? Kata orang-orang cantik loh Bang."

Jangkar menggeleng. " Biasa saja. Saya bukan tipe orang seperti itu, Zak. Saya sudah banyak bertemu dengan perempuan secantik apapun di luar sana. Yang laki-laki menjadi cantik pun juga saya sudah pernah ketemu. Dari berbagai kalangan jenis manusia."

" Ya ya. Apalah daya kami yang hanya orang kampung ini. Tidak pernah keluar dari kampung. Tidak seperti Bang Jangkar yang sudah banyak melalang buana ke belahan bumi lain."

" Kamu kenapa jadi sensitif begitu Zak?"

" Tidak. Saya biasa saja." Jawab Zaki meniru ucapan Jangkar sehingga membuat si pengemudi itu tertawa.

Tepat jam empat subuh mobil Jangkar sudah sampai di pasar kota. Jam segini pasar sudah rame oleh para pedagang.

Begitu mobil jangkar parkir. Orang-orang mulai berdatangan mengerubungi mobil nya. Mereka sudah berlangganan dengan Jangkar.

" Wah, banyak ini hasil panen nya Bang?"

Jangkar hanya tersenyum sembari mengucap alhamdulillah.

" Kami kira Bang Jangkar tidak ke pasar. Kami sudah menunggu sejak tadi. Akhirnya yang di tunggu datang juga."

" Saya pasti datang kalau tidak ada kendala."

Zaki menurunkan satu per satu karung untuk para pedagang yang sudah membayar.

" Tinggal berapa karung lagi, Bang?"

" Dua lagi Bang."

" Yasudah saya saja yang ambil kedua nya."

Jangkar mengangguk. Ia menyuruh Zaki menurunkan sisa nya.

Setelah selesai Zaki mengunci kembali pintu bak mobil.

" Wah tidak sampai sejam sudah habis saja Bang. Seperti biasa nya." Puji Zaki.

Jangkar mengangguk. " Alhamdulillah Zak. Yang penting di syukuri semua yang kita punya, Zak."

" Iya, Bang. Habis ini kita langsung pulang, Bang?"

" Kamu ada yang mau di beli dulu tidak?"

" Tidak ada, Bang."

" Kalau begitu kita langsung pulang saja. Kebetulan saya juga tidak ada yang mau di beli,"

Jangkar dan Zaki kembali naik ke mobil. Jangkar meninggalkan pasar kota yang mulai rame.

Saat mobil mereka kembali hendak melewati rumah Keluarga Darma, Zaki menepuk bahu Jangkar agak keras.

" Bang, lihat! Seperti nya itu cucu Pak Darma!" ujar Zaki menatap keluar jendela.

Jangkar pun menoleh ke samping kanan nya. Ternyata benar.

Di teras rumah itu berdiri seorang perempuan dengan posisi mendongak seperti menghirup udara segar dan tampak menikmati nya.

" Ternyata beneran cantik ya Bang. Di lihat dari jauh saja sudah cantik begitu walaupun wajah nya tidak jelas."

Jangkar masih menatap sosok Cia.

" Bang awas ada lobang di depan!" Ujar Zaki keras. Jangkar sontak menginjak rem mobil nya.

" Aaw," ringis Zaki yang merasa terdorong ke depan.

" Sorry saya tidak sengaja, Zak. Abis kamu membuat saya kaget."

Zaki menggeleng heran. " Bang jangkar katanya biasa saja. Tidak penasaran. Tapi menengok nya lama sekali sampai tidak tahu ada lobang di depan," sindir Zaki yang membuat Jangkar meringis.

Dalam hati Jangkar juga mengutuk dirinya. Kenapa ia bisa sepenasaran itu tadi. Biasa nya ia tidak seperti ini.

Sedangkan di teras, Cia benar-benar menikmati udara dingin dan sejuk yang menerpa tubuh nya. Bisa di katakan jarang ia bisa merasakan udara se segar di kampung ini.

Suasana nya yang adem, tenang, dan segar membuat pikiran juga ikut tenang. Cia benar-benar menyukai nya.

" Non Cia kok di luar? Udara nya dingin sekali, Non."

Cia tersenyum menatap Buk Titin. " Di tempat tinggal saya sebelum nya saya tidak pernah merasakan udara sesejuk ini Buk. Rasa nya segar sekali di sini. Tenang dan damai. Walaupun dingin nya sampai menusuk tulang."

Cia mengetatkan jaket nya ke tubuh.

" Buk Titin mau ngapain?"
Cia menatap sapu lidi di tangan buk Titin.

" Ini mau menyapu halaman dulu sebentar Non. Itu daun-daun nya sudah berserakan. Mungkin di terbangkan angin semalam."

Halaman rumah Keluarga Darma ini sudah pakai paving blok namun di setiap sudut nya ada tanaman buah-buahan yang sudah lumayan tinggi.

" Sepertinya pohon ini bagus nya di tebang bagian pucuk nya Buk. Biar nggak semakin besar dan tinggi." Ujar Cia menatap pohon di depan nya.

" Oh boleh juga Non. Asal jangan di tebang habis aja Non. Kasian."

" Buk Titin sudah memanggil orang tukang itu? Apa hari ini mereka bisa datang?"

" Sudah Non. Kata nya hari ini mereka datang. Mungkin agak siangan seperti nya."

Cia mengangguk singkat. " Nanti kalau mereka datang panggil saya Buk. Sama Bang Jangkar itu Buk Titin sudah bertemu?"

Buk Titin menghentikan gerakan tangan nya sejenak. " Sudah, Non. Kata nya nanti lihat keadaan dulu. Begitu kata nya."

" kenapa begitu? Dia nggak mau bantu saya?"

" Itulah Non. Bibi juga nggak tau."

Cia menghela nafas. Yaudah biarkan saja Bi. Saya bisa cari orang lain."

" baik, No." Jawab Buk Titin cepat.

" Tadi ada mobil pick up lewat. Selama saya berdiri di luar cuma mobil itu yang lewat." ujar Cia pelan.

" Saya rasa itu mobil Bang Jangkar itu, Non ."

" Mungkin."

Cia penasaran akan sosok Jangkar ini.

Tbc!

24/01/24

Uuhhh seperti nya Cia ini penasaran sekali sama Bang Jangkar ya gaes ya.., ada yang nungguin pertemuan mereka nggak sihh??

Jangkar Cinta (EBOOK READY DI GOOGLEBOOK/PLAYSTORE.)Where stories live. Discover now