REDFLAG - 3

Mulai dari awal
                                    

Dia juga mengajak Revan mengambil foto. Menyatukan tangan mereka dengan beberapa pose. Bahkan Sapphire tidak sabar menunjukkan gelang barunya pada Luciana yang baik hati.

Sekarang mereka memiliki gelang yang sama. Sapphire ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi pada gadis itu yang telah memiliki gelang tersebut lebih awal.

Raven tidak protes dengan rasa antusias yang ditunjukkan oleh Sapphire. Dia bersikap tenang dan tidak menolak ajakan berfoto.

Hanya saja, setelah mereka selesai makan dan hendak pulang. Sapphire tak henti-hentinya mengagumi perhiasan. Bahkan merekam foto berkali-kali lagi di dalam mobil.

Raven mulai terusik. Namun, dia hanya meringis tanpa protes. Di luar sedang hujan, mereka menunggu reda sebentar lagi di parkiran baseman.

"Kamu yakin kita pakai cincin ini setiap hari?" tanya Raven memastikan.

"Heum," jawab Sapphire menganggukkan kepala dan menoleh sekilas pada Raven.

"Orang akan mengira kita sudah tunangan."

Sapphire terkejut, "Serius?"

Raven mengangguk.

"Aku cuma suka aja kok. Bukan buat tunangan." Sapphire belum siap tunangan. Dia belum kepikiran serius, hanya ingin pacaran saja dengan Raven.

Tentu saja mereka akan ke jenjang lebih serius. Tetapi itu nanti, setelah keduanya siap. Sekarang mereka masih kuliah, setidaknya setelah keduanya lulus.

"Kalau begitu simpan aja ya?" bujuk Revan dengan lembut.

"Kalau aku mau pakai?" tanya Sapphire.

"Kamu boleh pakai, tapi punyaku di simpan." jelas lelaki itu sehingga menimbulkan kerutan di dahi Sapphire. Dia tampak kecewa, hanya memakai cincin saja tidak boleh. "Atau aku yang pakai, kamu simpan."

"Emang kenapa?"

Raven meringis sambil merangkai kalimat yang tidak menimbulkan kesalahpahaman diantara mereka.

"Anak-anak bakalan mengira kita mau serius dan mendesak kita. Kamu emang udah siap serius?"

Sapphire menggeleng ragu, "Tapi, mereka teman kita. Mereka juga baik."

Revan kembali terdiam sesaat. "Gimana kalau kita pakai kalau cuma ada kita berdua doang?" ucap Revan memberikan saran.

"Maksudnya?" Sapphire semakin tidak mengerti.

"Misalnya kita mau jalan-jalan, terus kita pakai. Tapi kalau di kampus jangan pakai. Kamu boleh pakai, tapi punyaku di simpan. Kamu boleh nyimpan. Atau aku aja yang menyimpan di dompetku." jelas lelaki itu sedikit bertele-tele bagi Sapphire namun dapat dia tangkap maksudnya.

"Harus ya?" gumam Sapphire lesu.

"Buat sementara waktu. Kita pacaran belum satu tahun. Orang mengira kita bulol atau alay."

Sapphire berpikir keras sampai mengerutkan dahi. "Tapi aku boleh pakai?"

Raven tersenyum lembut untuk menenangkan Sapphire. Dia telah mendapatkan sinyal baik, bahwa gadis akan setuju. "Iya,"

Sapphire berdeham panjang dan kemudian mengangguk kecil. "Tapi janji ya kalau cuma kita berdua aja, kamu pakai cincinnya? Jangan hilang dan simpan di dompet kamu."

"Iya, Sayang." jawab Raven patuh.

"Oke," Sapphire menganggukkan kepala.

Raven mendekat untuk memeluk Sapphire dengan gemas. Mengecup dahinya beruntun membuat senyum Sapphire terbit dengan lebar. Dia mendongak dan Raven mengecup bibirnya mesra.

Sapphire tergelak saat Raven menggigit bibirnya sambil bercanda. Mengecupi bibir Sapphire tanpa bosan-bosan.

"Aku cinta banget sama kamu," gumam Sapphire sambil menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Raven.

"Heum, aku juga." balas Raven.

Mereka membuat jarak setelah puas berpelukan mesra. Hujan mulai reda dan Raven mengajak Sapphire pulang.

Raven hanya mengantar Sapphire pulang tanpa mampir. Lagi pula hari sudah malam, Sapphire sudah puas bertemu Raven hari ini.

"Sayang, kamu hati-hati ya? Kabari aku kalau sudah sampai di rumah." pesan Sapphire.

"Iya, Sayang. Aku pulang dulu ya." kata Revan sambil melaju pelan dan menekan klakson.

Dia melihat Sapphire melambaikan tangan dan menunggu bayangan Raven menghilang. Gadis manis yang sangat polos. Raven tersenyum miring sambil memandang cincin yang tersemat di jari manisnya, lantas melepaskannya.

Ponsel Revan berdering dari nomor tanpa nama. Raven menekan layar audio yang otomatis terkoneksi.

Suara gadis yang menyapa genit membuat senyum Revan kembali terbit.

"Lo di mana?"

"Di jalan," jawab Raven sambil memainkan cincinnya.

"Lo nggak lupa malam ini, kan?! Malam ini kita party!" ucap gadis itu pura-pura tegas.

"Iya, gue udah jalan ke sana."

"Ditunggu! Pokoknya nggak bakal nyesel datang ke sini."

"Sip!!"

"Clarisa udah nungguin tuh! Cantik banget dia malem ini. Gue jamin lo bakal pangling!"

Raven terkekeh, tentu saja dia senang mendengar hal itu. "Gue udah siapin kondom,"

"Hahaha ... gercep!"

"Sepuluh menit lagi gue sampai!"

"Sip!"

Raven memutuskan sambungan telepon dan senyumnya makin lebar. Dia memasukkan cincin pada console lalu menutupnya.

Lelaki itu sudah sampai ke tujuannya. Dia memutar setir ke kanan untuk menyeberangi jalan yang dibantu oleh seorang petugas lalu lintas kemudian masuk ke basemen gedung.

***

Jakarta, 19 Januari 2024

Jangan lupa vote dan komen!

REDFLAG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang