02 - Naraya Santoso

339 39 6
                                    

***

Kepalaku pening bukan kepalang. Mataku menatap kosong ketika akhirnya dapat terbuka dan menemukan ruangan yang terang benderang. Ini sudah pagi, tapi kenapa aku masih ada di sini? Di atas ranjang sebuah club ternama di ibu kota yang tadinya hanya akan aku gunakan untuk tidur beberapa jam saja sebelum pulang ke rumah dan membujuk Libya untuk tidak lagi marah.

"Arrgh," aku mengerang, mencoba bangkit dari posisi ku yang semula berbaring sambil mencengkeram rambut di kepala yang terasa berdentam-dentam. Aroma feminim yang memenuhi ruangan membuat keningku mengernyit. Apa ... yang terjadi semalam?

Aku melirik ke samping. Sebuah note kecil berwarna putih itu tertempel pada lampu tidur yang terletak di atas nakas. Tanganku terulur untuk meraihnya. Kedua mataku menyipit menemukan tulisan tangan dengan gaya latin yang kelihatan rapi.

'Selamat pagi. Terimakasih untuk malam yang menyenangkan.' — Miss Red.

"Miss Red?" Jantungku seketika berdebar kencang ketika untuk pertama kali dalam pagi ini, aku menggumamkan nama itu. Bayangan erotis akan tubuh sintal yang menggairahkan semalam kembali muncul tanpa diduga. Aku semakin mencengkeram kepalaku ketika berusaha mengingat dengan tepat wajah wanita itu. Wanita cantik dengan bibir sensual yang terasa nikmat. Sialan! Aku sama sekali gagal mengingat dengan jelas wajahnya karena yang aku temukan di dalam bayangan hanya sosok cantik yang tampak kabur saja.

Miss Red ...? Namanya pun, dia sama sekali tidak mau memberitahu.

Aku bergerak untuk turun dari ranjang meskipun jariku masih berusaha untuk meredakan sakit di kening yang biasa. Aku memungut kembali kemejaku yang sudah terlempar ke lantai dan memasukkan note berisi tulisan tangan milik Miss Red ke dalam saku baju. Sialan. Meskipun aku sulit mengingat, namun semalam aku yakin sekali kalau kami berdua gagal bercinta akibat aku yang K.O dan tergeletak pingsan.

Aku terlalu banyak minum. Sepulang kerja, Libya langsung menghadangku di depan pintu rumah dengan wajah marah akibat aku lupa menjemput anak kami yang dijadwalkan pulang sekolah lebih awal dari biasanya. Sedangkan aku juga ikut emosi akibat tubuhku yang lelah bukan main dan menyalahkan Libya yang tidak mengingatkan aku sekali lagi.

Kami bertengkar, cek-cok hebat dengan aku yang akhirnya memilih untuk pergi. Menyambangi club malam yang sudah lama sekali tidak aku kunjungi dan menegak cocktail sepuas-puasnya sampai aku lupa dengan kecerewetan Libya. Sampai kepalaku pusing bukan main dan aku mengantuk. Memutuskan memesan kamar untuk istirahat selama beberapa jam karena tubuhku terasa lelah sekali, wanita bergaun merah yang berkibar itu tiba-tiba datang.

Demi Tuhan, aku masih bisa merasakan debar jantungku sendiri ketika mengingat perasaan nikmat dan bergairah ketika wanita itu menyambangiku tadi malam.

Aku mendesah. Meminum air putih banyak-banyak ketika sudah masuk ke dalam mobilku sendiri dan memakai sabuk pengaman. Efek mabuk semalam benar-benar masih terasa, membuat kepalaku berdenyut apa lagi ketika mencoba untuk mengingat bayangan erotis yang tidak mau pergi.

Demi apapun, aku benar-benar merasa bersalah terhadap Libya. Kemarahanku semalam membuatku mendua. Membuatku berhasil tergoda oleh rayuan seorang wanita. Biasanya, aku tidak segampangan. Tubuh molek yang berlenggak-lenggok dengan heels dan gaun seksi sulit untuk menarik perhatianku karena aku lebih suka dengan tubuh istriku yang meskipun tidak sempurna, namun masih bisa memanja mata.

"Astaga ...!" Aku mengusap wajahku dengan kasar. Rautku benar-benar berantakan. Selain karena pusing kepala, aku juga ikut dipusingkan dengan sosok Miss Red yang berhasil membuatku merasa menjadi pria berengsek yang gampang tergoda. "Sebenernya dia itu siapa?!"

Aku menyetir. Memandang lurus ke depan meskipun di samping, ponsel milikku tidak berhenti bergetar. Puluhan telepon dan pesan dari Libya terpampang di sana. Aku belum berniat untuk menjawab dan akan menjelaskannya nanti saja ketika sampai rumah.

Rayuan Si Gaun MerahWhere stories live. Discover now