18. Mengakhiri Hubungan

147 46 46
                                    

Hay, Assalamu'alaikum. Terima kasih sebelumnya sudah memilih "Rinai Terakhir" sebagai bacaan. Kalau teman-teman merasa karya ini layak untuk dibaca banyak orang, bantu aku share karya ini ke kawan temen-temen semua yang suka baca juga boleh, dooong?

Oh, ya, yang belum follow akun author, dipersilakan follow dulu, ya. Jangan lupa tambahkan "Rinai Terakhir" ke perpustakaan temen-temen atau ke reading list-nya temen-temen.

Kasih tau aku kalau ada typo, ya.

Jangan lupa berikan komentar juga untuk karya ini. Votenya juga jangan lupa, ya. Tinggal pencet bintang sampai berubah orens kurasa nggak syulit, ya, hihihi

***

Kata anak pecinta alam, kira-kira begini, mendakilah bersamaku, maka kamu akan tahu caraku menjaga dan memperhatikanmu. Namun, bagi Ariel dirinya tak perlu mendaki gunung bersama Rinai untuk tahu sebesar apa perhatian Rinai padanya.

Perjalanan mereka cukup memperlihatkan seberapa besar perhatian Rinai pada Ariel. Ya, dalam perjalanan pulang, beberapa kali mereka singgah di rest area. Ariel tersentuh oleh setiap perhatian-perhatian kecil yang Rinai berikan. Ia juga merasakan semua itu sangat tulus Rinai lakukan.

"Mamah nge-chat aku, Kak. Katanya nanya emang A Ariel nggak buka-buka hape?" ujar Rinai saat dirinya dan Ariel mampir di sebuah restoran makanan cepat saji.

"Hah, apa-apa? Lo ngomong apa barusan coba ulang!" Ariel menyeru membuat Rinai mendengkus.

"Coba ulang, Hujan!" seru Ariel.

Sejak beberapa menit lalu, Ariel mengganti nama Rinai jadi Hujan. Bukan apa, tadi hujan memang sempat mengguyur bumi. Bertepatan dengan itu, dalam mobil Ariel sedang memutar lagu hujan milik utopia. Pas sekali pada lirik, 'Rinai hujan basahi aku, temani sepi yang mengendap.'

Itu sebabnya Ariel punya ide untuk menggantikan nama Rinai jadi Hujan. Dasar Ariel.

"Itu kata mamah kenapa kamu nggak baca chat dari mamah," kata Rinai menurut pada titah Ariel.

"Ulang ucapan elo yang tadi, Hujan. Ucapannya!"

"Ucapan apa, sih, Kak? Kan, sama aja. Intinya mamah nanya kenapa wa mamah belum Kak Ariel baca."

Yang bagian A Ariel, Hujan. Yang bagian A Ariel. Kagak peka banget, deh, lo!

"Males, ah. Lo gagal paham. Iya, gue mana sempet buka hape. Lo tau, kan, gue nyetir terus," gerutu Ariel kesal.

"Aku juga udah bales gitu ke mamah. Kak Ariel harus bersyukur masih ada mamah yang nanya keadaan Kakak," ujar Rinai lantas memasukkan nasi bercampur kuah sup ke dalam mulutnya.

Ucapan Rinai itu terdengar getir di telinga Ariel. Pria tersebut sampai-sampai melihat cukup lama ke arah Rinai.

"Mamah itu baik banget. Aku juga sampai diingetin terus buat minum obat," ujar Rinai lagi diakhiri senyuman.

"Oh iya, kapan lo kontrol lagi?" tanya Ariel mengakhiri kegiatan menatap Rinai .

"Lusa aku ada jadwal EEG, Kak. Tadi ada perawat dari rumah sakit chat aku," jawab Rinai selesai menghabiskan makanannya.

"Nanti kalau gue nggak sibuk, gue anterin," kata Ariel sungguh-sungguh.

"Beneran mau nganter?"

"Ngapain gue boong?"

"EEG lama, Kak. Dua jam katanya."

"Lama tuh dua minggu, dua jam doang jaman sekarang mah berasa sekicep."

Rinai Terakhir (Terbit Cetak) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant