bagian 1

32 1 0
                                    

Lima tahun. Lima tahun sudah berlalu sejak pertama kali Ia hidup menjalani keputusannya sendiri. Lima tahun waktu yang Ia habiskan dengan mempertanyakan apakah ini keputusan yang tepat? Apakah jalan yang ditempuh saat ini sudah sesuai dengan jalan yang Ia inginkan? Apakah Ia benar-benar merasa hidup dalam lima tahun?

Tidak ada jawaban pasti. Tidak ada kepastian. Seluruh pertanyaannya dalam lima tahun terakhir tidak pernah terjawab. Pertanyaan yang Ia acuhkan pada dirinya sendiri tidak pernah dicari jawabannya. Sembunyi. Rasanya seperti jawaban yang Ia butuhkan sedang sembunyi di antara milyaran bakteri di kali. Kamu pasti heran. Kenapa Ia bisa mempertaruhkan jawaban atas pertanyaannya dalam hidup dengan milyaran bakteri di bumi. Persamaan yang payah. Sangat payah seperti hidupnya. Dan bagaimana Ia selama ini menjalani kehidupan sebagai pengecut.

Bangun tidur. Makan. Mandi. Rokok (yang ini jangan ditiru). Ulangi. Uang habis tinggal minta orangtua karena bapak dan ibunya selalu bilang "selama kamu masih belum punya suami artinya kamu masih menjadi tanggung jawab kami". Begitu lah orangtua. Mereka suka menanggung jawaban anaknya. Menanggung tugas dan tanggung jawab seorang anak untuk dirinya sendiri. Sementara anaknya tidak pernah memikirkan hidupnya harus kemana. Mau jadi apa. Masa depan yang tidak perbah dipikirkan dan direncanakan. Luntang-lantung. Glandang-glundung. Pergi tanpa tujuan mencari jawaban dari pertanyaannya sendiri. "Kamu aja nggak peduli sama nasibmu sendiri" kata bu Kaprodi.

Masuk akal. Sangat bisa dimaklumi apabila ibu kaprodi mengeluarkan pernyataan demikian. Sejalan dengan bagaimana Ia menjalani hidupnya. Tidak ada rencana kehidupan. Di saat semua teman-temannya memiliki rencana masa depan yang matang, Ia justru memilih sembunyi terus-terusan. Mengutuk dirinya sendiri yang tidak pernah mempersiapkan amunisi menghadapi kenyataan hidup. Setiap langkah rasanya selalu salah. Ketemu lagi sama masalah. Baris-berbaris seperti antrian: antrian masalah. Masalah bagi seorang yang pengecut seperti sudah jadi bestie.

Masalah yang nggak berkesudahan. Masalah yang datang beriringan. Masalah yang datang bergantian. Satu-persatu masalah menghampiri tanpa perhitungan. Masalah datang tanpa peduli apakah yang dihampiri sudah pasang aba-aba persiapan atau belum.

"Mba,  ini udah tanggal segini. Perlu bayar UKT lagi nggak?"

Pesan masuk dari ibu melalui chat whatsapp. Tidak. Jangan dulu berpikir kalau rasanya seperti disambar petir. Masalah UKT seperti masalah kerikil. Setiap semester sampai bosan selalu terjadi. Lagi-lagi nambah semester. Apa yang bisa diharapkan dari seorang pengecut yang selalu sembunyi dari realitanya sendi? Ia pikir realita seperti makanan yang bisa dipesan di rumah makan. Bisa dipilih pakai cap-cip-cup. Atau minta tukar kalau ternyata salah ambil keputusan. Nyamain realita kok sama lauk pauk di rumah makan cap-cip-cup.

"Kalau nggak ada rencana masa depan kayak kamu gitu, nanti jadi beban orang lain". Kata suara jahat di dalam kepalanya. Manusia. Ada saja suara jelek dan baik di dalam kepalanya. kalau saja bisa sedikit lebih pintar memanfaatkan suara-suara itu, harusnya kehidupannya sudah bisa maju. Harusnya Ia sudah bisa melangkah lebih jauh. Seperti teman-temannya yang kini sudah selesai menuntaskan pendidikan. Teman-temannya memilih berani dalam hidup. Berani ambil langkah ke depan apapun yang terjadi. Makannya teman-temannya berhasil. Sekarang semua teman-temannya sudah bisa kerja enak, dapat gaji, jalan-jalan sana-sini. Bahkan ada yang sudah melanjutkan studi sampai jenjang yang lebih tinggi. Strata-2. 

Pengecut. Tidak ada pengecut yang berhasil di dunia ini. Kalau tidak berani bertaruh ambil langkah dalam hidup, gimana bisa berhasil? kata si Setan. Setan kok didengerin. 

Sudah, lah. Nasi sudah menjadi bubur. Kalau ditambah air lagi jadi bubur kobokan. Bubur nggak bisa jadi sup kalau ditambah air. Realita yang harus dihadapi cuma ini. Mau nggak mau, suka nggak suka, masalahnya nggak bisa dihilangin. Pengecut yang terlambat. Pengecut yang nggak pernah berani ambil langkah. Pengecut yang harus memperbaiki masalah-masalah di hidupnya. Hari ini, pengecut itu memutuskan bangun dari kasur. Ambil handuk. Mandi. Bikin rencana. Disiplin. Ulangi.

Sekali saja dalam hidup. Si pengecut memutuskan untuk berani bertaruh. 

"Iya, Bu. UKT nya udah dibayar kok. Nanti kalau uangnya kurang baru minta lagi." 


***

Author's Note <3

Hallo!!! Ini cerita pertama yang aku publish di platform ini. Tolong tinggalkan jejak yaa biar aku tahu kalau kamu suka ceritaku hehehehe <333333

ACYCLOVIRWhere stories live. Discover now