Panggung: Penari & Pangeran

Start from the beginning
                                    

Menjadi miskin rupanya lebih menyulitkan. Beberapa kali saat ekskulnya diundang untuk tampil, Helena tak dapat kesempatan untuk berada di panggung karena ia tak pernah memiliki uang yang cukup untuk menyewa kostum dan MUA. Belum lagi ada perbudakan kecil-kecilan antara senior dan junior juga dialami olehnya.

Setiap bulannya anggota baru harus mentraktir makanan untuk para senior. Mereka saling menyumbang bersama, namun tingkah seniornya itu cukup membuatnya lelah. Tak banyak penghuni sekolah tahu rahasia di balik ekskul tari ini.

Helena menjadi yang paling sering tak ikut tampil. Kesempatannya unjuk diri di panggung hanya bisa di acara sekolah saja, namun untuk pementasan di luar sekolah, ia tak pernah merasakannya.

Belum lagi jatah uang kas bulanan, membuat namanya berada di garis merah oleh para seniornya. Ia sesekali harus membersihkan ruang latihan seorang diri, membawa kostum yang berat, bahkan disuruh membeli makanan di kantin untuk dibawa ke mereka.

"Kembaliannya kasihin ke Helena aja."

Kalimat itu terekam jelas dan terus berputar di kepalanya sampai hari ini. Bertahun-tahun berlalu, itulah pertama kalinya ia merasa dihina. Mereka menganggapnya seperti pembantu.

Ia cinta menari, tapi orang-orang jahat itu terus membatasinya.

Kecuali salah satu dari mereka. Masih dengan nama yang sama, Vena. Helena sempat bertemu dengannya tepat satu jam sebelum latihan mereka dimulai pada siang hari itu. Saat itu ia baru datang seorang diri ke ruang latihan mereka.

Begitu mendekati ambang pintunya, mata Helena terpaku pada kakak kelasnya yang sedang melakukan gerakan memutar dengan cepat dan anggun. Lalu berlanjut pada gerakan kaki lainnya yang tak kalah anggun dan ia dengan cepat menyadari bahwa itu adalah gerakan tari balet.

Menyadari ia yang melamun melihatinya. Vena langsung menegurnya. Helena hanya bisa tersenyum malu. Hanya ada mereka berdua di ruangan ini dan Helena memuji gerakan balet Vena yang sangat bagus itu.

Mereka bercerita banyak hal tentang balet. Membuat Helena terkesima dalam satu waktu, bahkan Vena juga langsung mempraktikan beberapa gerakan yang ia hapal.

"Doain aku ya, semoga bisa lolos Akademi Denona minggu ini."

"Akademi?"

"Iya. Impian semua pebalet ada di sana. Itu tempat pelatihan yang ngehubungin ke satu teater besar di ibu kota. Aku pengen masuk sana."

"Amin. Semangat ya, Kak. Aku jadi kepengen masuk sana."

"Ya udah, kalo kamu masuk sana, ketemuan aja sekalian kita!"

Mereka tertawa di percakapan singkat itu yang meninggalkan jejak untuk merubah hidup Helena selamanya. Helena pun mulai jatuh hati pada setiap gerakan tari balet yang sangat cantik itu, lalu rasa penasarannya semakin membuncah tentang akademi tersebut yang rupanya sangatlah bagus dan besar.

Mimpinya perlahan tumbuh dan bertahun-tahun berikutnya ia menghabisi sebagian waktu dengan menabung lebih giat untuk berlatih balet.

Sampai delapan tahun berlalu, saat ia berhasil memasuki akademi balet tersebut, Helena rasa ini adalah mimpinya yang paling sempurna. Ia terpilih menjadi salah satu bagian dari mereka.

Di hari Helena terpilih, di hari itu juga ia baru mengetahui satu hal yang merubah hidupnya itu telah hilang. Kakak kelasnya yang bernama Vena itu telah meninggal dunia sejak empat tahun lalu, setelah ia dinyatakan gagal melawan penyakit tumor di otaknya.

Dan Helena telat mengetahui kabarnya.

___________

___________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
into foreverWhere stories live. Discover now