"Benar kata Papa tadi, mereka menikah karena dijodohin. Alasan dijodohin terus nikah, juga karena buat lunasin hutang orang tuanya Anantari." Jelas Alvinas. Mama mengernyit dalam mendengar hal itu.
"Udah kayak dijual dong dia?" Pertanyaan Mama berupa celetukan, yang tiba-tiba itu membuat Anantari mendongak menatap Mama.
"Mama." Tegur Papa, pria itu menepuk tangan Mama.
"Mama dengar dulu, jangan potong." Ujar Alvinas.
Mama terdiam, Alvinas lalu melanjutkan penjelasannya. "Orang tuanya sangat terpaksa relain Anantari buat nikah, sama orang yang gak dia kenal dengan baik. Bahkan kata Anantari, selama mereka udah nikah pun, gak pernah ada kata harmonis di hubungan mereka. Ketidak harmonis itu juga dia dapatkan dari kedua mertuanya." Alvinas menjeda, ia menoleh ke Anantari yang ada di sampingnya.
"Wajar sih, Mama ber-asumsi kayak tadi. Soalnya emang kayak dijual, tapi hasil dari keadaan ku sekarang juga karena keputusanku juga." Tanpa diduga Alvinas, Anantari menjelaskan sendiri bagaimana masalahnya kepada Papa dan Mama.
"Hasil ini..." Anantari menunduk dan mengusap lembut perutnya. "Hasil dari pernikahan malapetaka. Tapi aku bersyukur, aku masih punya kasih sayang untuk melindunginya." Kedua bendungan hangat di matanya mulai mengumpul banyak.
Alvinas tergerak tangannya mengusap punggung Anantari, berharap agar Anantari tak terlalu memikirkan hal berat dalam keadaan tengah hamil itu.
"Suaminya berusaha menggugurkan kandungannya, jadi dia terus lari mencari tempat berlindung." Jelas Alvinas.
"Kenapa gak lapor ke kantor polisi?" Tanya Papa, Mama mengangguk menyetujui.
"Udah pernah, tapi yang ada mereka di suap ayah mertuanya. Terus, Anantari di ancam ayah mertuanya, boleh bertengkar dengan putranya tapi jangan sampai bawa-bawa pihak kepolisian. Bukan karena takut Polisi, tapi karena takut reputasi keluarganya rusak di mata orang. Makanya itu, ayah mertua sama suaminya pernah nyuruh anak buah mereka buat ngurung dia, selama dua hari tanpa di kasih makan dan minum, berharap kandungan yang ada dijaninnya gugur." Jelas Alvinas menjeda.
Papa cukup terkejut mengetahui hal keji itu, Mama menutup mulutnya dengan tangan, lalu menggeleng.
"Lebih parahnya lagi Pa, ma, mereka sudah beberapa kali mencoba meracuninya. Tapi racun yang tiap di masukkan ke makanan atau minuman selalu gagal, karena dia... selalu membuang setiap makanan dan minuman yang diberikan padanya. Hingga itu di ketahui oleh ayah mertua dan suaminya, mereka akhirnya memutuskan mau membunuhnya, makanya dia sampai melarikan diri dan kebetulan bertemu dengan ku di supermarket." Nampaknya itu penjelasan terakhir dari Alvinas.
Anantari mulai terisak pelan, setiap penjelasan tadi membawa ingatan memilukan yang menyesakkan tenggorokannya.
Mama dan Papa saling menatap sekejap dan mengalihkan kembali pandangan mereka ke Anantari. Mama berdiri dan mendekat ke arah Anantari, Alvinas dan Anantari mendongak menatap Mama.
"Minggir dulu Vinas," pinta Mama. Vinas menurut dan berdiri dengan kernyitan, ia menatap Papa yang malah mengedikkan bahu.
Mama yang kini duduk di samping Anantari. Seperti yang dilakukan Alvinas tadi, Mama mengusap punggung Anantari dan terlihat senyum hangat Mama. Hal itu membuat Alvinas dan Papa jadi ikut tersenyum.
"Sayang, apa yang Mama bilang tadi sama sekali gak bermaksud, buat nyinggung kamu ataupun orang tuamu." Anantari menggeleng, berusaha menahan isak tangisnya. Ia jadi sangat merindukan dua sosok berharga, yang sekarang bahkan ia tak tau bagaimana keadaan mereka.
YOU ARE READING
RANDOMLY CIRCLE
Teen FictionButuh waktu lama hingga mereka dapat memahami apa yang sedang dirasakan. Saat itu tiba, tak ada lagi yang namanya hanya sebatas teman. !!! CAMPUR ADUK !!!
