Chapter 1. Bebas.

246 20 2
                                    

Hari itu, adalah hari biasa dimana sekolah berjalan dan orang bekerja. Kenzie atau bocah yang sering dipanggil Ken berjalan menuju kesekolah dimana kakak tercintanya sedang belajar, setelah sekolahnya selesai.

Bersenandung dengan gembira, kaki kecilnya berjalan dengan irama. Seruan senang keluar dari mulutnya saat melihat bangunan yang menjadi tujuannya. Ingin memanggil ketika ia melihat orang dikenalnya berada tak jauh darinya, namun sebuah sinar aneh berwarna hijau membuatnya menoleh kearah asal sinar tersebut muncul. Berselang beberapa menit, tubuhnya kaku, kesadarannya masih ada tetapi semuanya terlihat gelap.

Takut. Itu yang Ken rasakan saat keadaannya membatu. Dia takut gelap, tapi keadaannya saat ini membuatnya tak memiliki solusi bagaimana caranya dia menemukan cahaya. Jikalau saja bisa, Ken ingin berteriak mengusir rasa takutnya.

Ken terus terjaga, waspada akan segalanya berkat kegelapan yang sangat ditakutinya itu. Mengenang semua hal yang pernah dialaminya, ia tetap membuat dirinya sadar entah berapa lama waktu berlalu. Hingga tibalah saat dimana dia melihat secercah cahaya melalui penglihatannya.

Krakk! Krrk!

Memandangi rindangnya dedaunan beberapa saat, anak itu bangun terduduk menatapi tubuhnya yang masih ditutupi bebatuan.

"Bebas... aku bebas!" Dia berseru senang, akhirnya bocah lelaki itu tidak perlu melihat kegelapan lagi. Air mata tanpa diduga menetes begitu emosinya memuncak.

"Hahh... jadi, apa yang telah terjadi,"

Melihat sekeliling setelah selesai menangis, Ken mengambil dedaunan dipohon dan melilitkannya pada bagian bawah tubuhnya sebelum dia berjalan entah kemana melihat begitu banyaknya patung batu. Dia baru sadar jika ada sebuah gua dibelakangnya, melihat kedalam sebentar dan melihat kelelawar, Ken pergi meninggalkan tempat dia terbangun.

Mengikuti suara air mengalir, Ken pun menemukan sungai. Tak tahu apakah itu aman atau tidak, Ken tetap meminumnya dan lanjut menelusuri jalur sungai beserta hutan.

Kenzie sendiri tahu, jika dunia saat ini telah berbeda dengan dunia yang ditinggalinya sebelumnya. Bocah itu tahu, jika dia sendirian. Nyamuk dan berbagai serangga beterbangan, ulat yang kadang ia temui, buah - buahan liar yang ia petik dan makan. Jujur, Kenzie khawatir apakah dirinya mampu bertahan.

Mendengar suara geraman dari kejauhan, Kenzie kemudian berlari tanpa tentu arah. Berkat kegelapan yang dilaluinya selama beberapa tahun ini membuat pendengaran dan penglihatannya entah bagaimana menajam. Melewati pepohonan dan semak - semak, membuat beberapa goresan tercipta ditubuhnya.

Dia tidak peduli akan luka ringan itu, yang terpenting saat ini adalah melarikan diri sebelum dia tertangkap makhluk buas yang didengarnya tadi.

Dengan terengah - engah dia tetap melaju, melompat dan berbagainya tak tentu arah hingga dia terjatuh disebuah jurang.

"Akhh! Aduh..."

Anak itu bangkit dan menyeret kakinya yang terluka untuk menjauh. Tak terduga dia mendengar suara air mengalir lagi dan menemukan sungai. Duduk bersender pada pohon didekat sungai, Kenzie mengistirahatkan diri sembari menahan rasa perih disekujur tubuhnya.

"Heh... ini mengingatkan ku pada situasi lama yang sama."

"Kemari kau bocah!"

Melamun dan mengenang masa lalu membuatnya tak sadar jika ada seseorang yang tengah memperhatikannya. Anak kecil itu tersentak ketika sadar jika Kenzie sedang terluka, dengan buru - buru dia berlari pergi menemui seseorang.

Disuatu tempat tak jauh dari Kenzie, ada seseorang yang seperti mencari sesuatu didepannya. Kegiatannya tuk mencari koleksinya terhenti ketika ada suara yang meneriakkan namanya.

Piece By PieceDonde viven las historias. Descúbrelo ahora