Chapter 2 : Masa Kini yang Palsu

9 2 0
                                    

"Sandra, bisa kau selesaikan program ini sebelum rapat berikutnya?" Wanita itu hanya mengangguk dengan tangan terus berkutat pada hologram di hadapannya. Jari-jarinya dengan lihai mengetikkan berbagai kode dengan keyboard di atas mejanya. Beberapa kali tangan kanannya mengganti satu hologram ke hologram lain seperti mengganti monitor. Beberapa kali ia menggaruk kepalanya kesal, kemudian meneguk kopi dari cangkir putihnya.

"Kau masih minum kopi seperti itu? Kenapa tidak meminum pil kopi saja? Lebih praktis." Wanita berambut hitam itu tidak menanggapi dan tetap menatap hologram di depannya.

"Tidak ada gunanya. Dia memang seperti itu," sela wanita dengan blazer hitam yang berada di sampingnya.

"Ironi, kan? Kita berada di tim marketing untuk mempromosikan pil kopi ini, tapi kamu malah minum kopi cair dari cangkir," sindir laki-laki berkemeja kotak-kotak yang kebetulan lewat di depan mereka.

"Apa Senior Sandra selalu seperti itu?"tanya wanita muda berambut pirang pendek itu sembari menatap para seniornya.

"Iya. Dia memang seperti itu. Minggu lalu saja –"

Tinggg!

"Program ini harus kita selesaikan 5 jam lagi. Jadi, jika kalian tidak keberatan bisakah berhenti berbicara dan mulai bekerja?" Wanita yang namanya beberapa kali di sebut itu, meletakkan cangkir kopinya dengan keras. Membuat suasana dalam sekejap menjadi canggung. Semua orang yang berada di sekitarnya dengan cepat kembali ke posisi masing-masing dan menatap hologram mereka. Berkat itu, program yang perlu dipersiapkan telah selesai bahkan satu jam lebih awal sebelum rapat. Membuat tim Sandra dapat istirahat lebih awal sebelum rapat dimulai.

Sandra memilih menghabiskan waktu itu dengan memakan kotak makan berisi biskuit coklat dan meminum kopi sendirian. Berbeda dengan rekan kerjanya yang memilih mengemut pil dengan berbagai rasa makanan. Lebih bersih dan praktis katanya. Sebuah kemudahan dalam era modern ini. Makanan dan minuman yang disajikan dengan lebih praktis, penggunaan teknologi yang kian masif, hingga berbagai pekerjaan yang kian berubah seiring berjalannya waktu. Sandra memandangi seluruh tempat kerjanya yang berdinding kaca, seolah tak memberikan privasi bagi siapapun dan menghela napas.

Tanpa sadar, hanya dia seorang yang berada di ruangan itu. Setelah memasukkan kotak makan dan cangkir kotor ke dalam kotak yang akan secara otomatis membersihkan alat makan, wanita berambut panjang itu berjalan ke arah kamar mandi yang masih berada di ruangan tim marketing. Setiap kantor perusahaan besar selalu menyediakan fasilitas lengkap untuk setiap karyawannya, berharap mereka akan memberikan performa maksimal dan menghasilkan profit yang tinggi bagi perusahaan. Salah satunya dengan menyediakan kamar mandi di dalam ruangan setiap tim.

"Kau tahu, Sandra itu songong banget mentang-mentang jadi penanggung jawab tim marketing." Tangan Sandra yang hendak menyentuh pintu kamar mandi refleks terhenti kala mendengar namanya disebut dari dalam kamar mandi.

"Benar, benar. Liat aja, tampangnya benar-benar ngeselin. Aku yakin dia godain bos biar dapat jabatan bagus dengan mukanya. Padahal tingkahnya seperti nenek-nenek ketinggalan zaman."

"Anu ... Tapi, Senior Sandra sepertinya tidak seburuk itu," bela wanita yang Sandra yakini merupakan junior berambut pirang pendek tadi.

"Luna, kamu ga perlu panggil dengan embel-embel "senior". Ini bukan zaman senioritas 100 tahun lalu. Jangan meniru Sandra yang sangat ketinggalan zaman itu."

"Ngomong-ngomong ketinggalan zaman, kau tahu sudah sejak kapan biskuit tradisional itu ditinggalkan? Mungkin ada 20 tahun ya. Dan dia masih memakan makanan kotor itu tanpa merasakan apapun. Hahahahaha ...," ejek wanita dengan blazer hitam itu sembari tertawa.

"Bukan. Itu sudah ketinggalan zaman sejak 50 tahun lalu. Jadi, bisa dibilang Sandra itu nenek-nenek."

"Hahahaha ... Benar itu. Nenek Sandra. Sangat cocok dengan dirinya." Suara tawa terdengar semakin keras.

CassandraWhere stories live. Discover now