8 - Aral Melintang

13 3 0
                                    

Steven berjalan setengah sadar menuruni anak tangga. Pandangan belum seratus persen jernih kala tangan menarik kursi sementara sisi lain meraih gelas beserta teko. Ia tuang air dan meneguknya hingga tandas. Sayup-sayup Steven dengar senandung riang disusul siulan dari arah dapur. Suara merdu itu semakin dekat seiring tersajinya piring di hadapan.

Adalah Wina yang tengah menyediakan sarapan dengan suasan hati bahagia. Sebenarnya sudah dua bulan terakhir Wina terlihat lebih bersinar saat menyiapkan sarapan. Steven tidak begitu memerhatikan perubahan sikap Wina ini. Biasanya Steven bangun saat sarapan sudah siap dan Wina berteriak pamit, berangkat menuju puskesmas tempatnya melangsungkan internship. Bangun lebih cepat dari biasanya membuat Steven sedikit lebih atentif pada suasana hati Wina—ia diharuskan masuk lebih pagi oleh atasannya.

"Ce, happy banget ketokane?! Onok kabar gembiro a?" celetuk Steven disambung tawa.

Wina yang duduk di seberang menggeleng. "Ndak onok ih!" elaknya sembari menyuap nasi goreng dengan ritme sedikit cepat.

Dua bulan berlalu sejak Wina menjalin hubungan asmara dengan Yohan. Dua bulan pula ia belum mengaku pada Steven. Hanya Sekar yang tahu soal hubungannya dengan lelaki itu. Habis Wina diledek sepulang dari acara pernikahan dosennya. Wina tentu kesal, tetapi reaksi Sekar pastinya jauh lebih baik ketimbang Steven. Alasan itu pula yang membuatnya hanya bercerita pada Sekar dan juga Michel saat keduanya berbagi kabar melalui telepon beberapa hari setelah menjalin hubungan dengan Yohan.

Wina sudah bisa membayangkan semurka apa adik laki-lakinya itu jika tahu dirinya kembali menjalin hubungan asmara. Dengan Yohan pula, yang sudah Steven kenali baik-buruknya. Belum lagi perbedaan usia yang kentara. Pastinya sulit membuat Steven percaya dan menyetujui hubungan seumur jagung itu. Saking belum berani mengaku, Wina dan Yohan tidak pernah memperlihatkan kebersamaan saat beribadah.

Wina menyelesaikan makannya dalam hitungan lima menit dan segera mencuci peralatan makan serta tangan. Steven tidak lagi bertanya karena sibuk menguyah, menyelamatkan Wina dari rasa penasaran yang bisa kapan saja muncul. Adiknya itu kadang bisa mengalahkan jaksa jika sesuatu mengganggu pikiran.

Tin.

Suara klakson terdengar dari balik pagar. Wina bergegas mengambil tas di sofa. Tak lupa ia acak rambut Steven sebelum pamit berangkat ke puskesmas. Wina juga berteriak nyaring memberitahu Sekar yang sepertinya masih bersiap-siap untuk berangkat ke toko. Wina kenakan sepatu kets dan segera keluar setelah mendengar balasan Sekar.

Steven hendak mengejar, tetapi kunyahan terakhirnya kalah cepat dengan hentakan besi pagar. Ketika keluar pintu, dilihatnya Wina memasuki mobil dan kendaraan itu begitu saja melaju meninggalkan rumah. Steven menoleh kearah garasi dan baru ia sadari bahwa Wina tidak membawa mobilnya.

Bugh.

"Aduh! Ojok ndek tengah dalan po'o!" omel Sekar yang tidak melihat tubuh Steven saat keluar, sehingga berakhir menabrak punggung tegap saudara kembarnya.

Steven memberi Sekar ruang bergerak sembari bertanya, "Ce Wina kok ndak nggowo mobil dewe? Kon eroh a?"

Suara mesin motor menyapa Steven terlebih dahulu. "Lapo nggowo mobil lek isok bareng pacar," sahut Sekar sembari memutar pegangan kecepatan.

"Pacar?! Sejak kapan Cece nduwe pacar?!" pekik Steven.

Kini giliran Sekar yang bingung. Ia dongakkan kepala menatap Steven. "Emange Cece ndak cerita ndek kamu, lek de'e pacaran mbek Ko Yohan?" tanya Sekar yang sudah duduk anteng di atas jok motor dan siap berangkat ke toko.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 12 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

dr. (Kehidupan) WinaWhere stories live. Discover now