3 - Keputusan Mutlak

17 4 0
                                    

BREAKING NEWS!!!

PESAWAT PH312 MENGHILANG DARI RADAR, BADAN DITEMUKAN TENGGELAM DI LAUT CINA SELATAN

Pesawat dengan nomor PH312 tujuan Shanghai dinyatakan hilang dari radar kemarin lusa. Pesawat berangkat dari Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo pada pukul 10.35 dan diperkirakan mendarat di Bandara Internasional Shanghai Pudong pada pukul 19.20. Namun, pesawat PH312 menghilang dari radar setelah melakukan kontak dengan ATC di Bandara Internasional Brunei Darussalam.

Hari ini, badan pesawat PH312 berhasil ditemukan pada pukul 09.00 waktu setempat. Pencarian yang dilakukan oleh Tim SAR NKRI  dan bantuan Tim Cina mendapati badan pesawat menghantam badan air dengan kencang. Badan pesawat tidak lagi utuh kala ditemukan tenggelam 65 kilometer dari bibir pantai Brunei Darussalam. Awak kabin dan penumpang dipastikan tidak ada yang selamat.






Wina berdiri menatap ke arah laut yang luas tak berhalang. Mengenakan gaun putih berbahan katun, ia biarkan air menerpa kaki telanjang yang sulit untuk melangkah. Ketika Sekar, Steven, dan Michel berada jauh di depan, Wina memilih diam di tepi pantai kala adik-adiknya menenggelamkan badan hingga sepinggang. Laut utara di pagi hari baru saja surut, sehingga tidak ketakutan dalam benak Wina dan membiarkan ketiga adiknya berada dalam air selama yang mereka mau.

Sebesar apapun berharap, kenyataan menghantam generasi penerus Keluarga Wiguna kalau orang tua mereka tidak akan pernah kembali. Ayah, Ibu, Paman, dan Bibi mereka tidak akan pernah kembali, baik dalam keadaan hidup maupun mati berupa mayat kaku yang setidaknya bisa dimakamkan atau dikremasi. Wina, Sekar, Steven, dan Michel tidak punya tempat yang didatangi untuk melepas kepergian mereka untuk pertama kali maupun untuk melayat sembari berkeluh kesah.

Hanya laut yang sekiranya mampu membawa keempat anak manusia ini dekat dengan orang tua mereka. Substansi yang secara tragis merengut nyawa mereka yang terikat darah atas takdir Sang Maha Pelebur.

Setengah jam berlalu, ketiga adik Wina kembali ke permukaan dan bergerak memeluk Wina yang sedari perjalanan ke Lamongan hingga berdiri di bibir pantai memilih tak bersuara. Mata terpejam dan seketika itu air mata kembali lolos. Untuk meraung saja Wina tidak mampu, karena ketiga adiknya sudah menangis kejar di kedua bahu dan atas ubun-ubunnya. Mungkin akan sangat lama hingga keempatnya bisa mengikhlaskan kepergiaan orang tua mereka.

• • •

Wina dan ketiga adiknya tidak serta-merta kembali ke Surabaya setelah berduka. Mereka putuskan menginap semalam untuk menenangkan pikiran yang amburadul. Steven memilih diam di kamarnya sembari bermain ponsel. Dari pintu yang tertutup, siapapun bisa mendengar teriakan heboh lelaki itu. Sekar dan Michel sendiri bergelung di balik selimut dalam satu kamar, menghabiskan drama Korea yang sama-sama keduanya tonton. Ketimbang menahan diri, keduanya memilih menghabiskan air mata setiap ada adegan yang menyentuh sanubari.

Ketiga adiknya menenangkan diri dengan cara masing-masing, Wina justru dipusingkan oleh panggilan telepon dari istri Ketua RT di area rumahnya.

"Ce, kamu ndang uruso Surat Kematian papa-mamamu. Ingetin Michel juga cek ben segera urus Surat Kematian papa-mamanya." Kebetulan, rumah mendiang paman dan bibinya hanya beda satu gang, sehingga masih berada dalam payung RT yang sama dan tidak aneh jika Wina yang diberitahu informasi tersebut.

Wina pijat pelipis yang berdenyut sembari menyahuti, "Kalau Surat Kematian Om sama Tante saya, saya yang uruskan bisa enggak, Tante?"

"Bisa ae seh! Tapi lek ada tanda tangan ta yaopo, harus anake langsung sing tanda tangan. Ndak isa mbok wakilno, Ce."

dr. (Kehidupan) WinaWhere stories live. Discover now