[02] Ellana, si Nona Keras Kepala

Начните с самого начала
                                    

Ellana semakin merasa di atas angin saja. Menjadi pusat perhatian adalah cara paling ampuh baginya. Semua orang seakan berdecak iri padanya dan itulah yang Ellana butuhkan.

Untuk membuktikan betapa bahagianya Ellana dengan kehidupannya, salah satunya memiliki kekasih yang manis dan tanpa malu mamerkan kasih sayang di hadapan teman-temannya ini.

"Aku udah pesanin makanan. Kamu tinggal duduk manis aja di sini. Nanti dianterin."

Bagaimana Arsatya kemudian menarik kursi untuk Ellana, mengusap kepalanya kala mengangguk-angguk kecil, tidak lupa senyum manis diberikan, membuat Ellana semakin merasa begitu dimanja. Sampai-sampai decak iri kembali terdengar dari mulut teman-teman yang ikut menemani di sana.

"Emang kalau baru pacaran bawaannya dunia serasa milik berdua aja. Yang lainnya cuma ngontrak."

Celetukan yang berhasil menimbulkan kikikan teman-teman lainnya. Ellana justru semakin menaikkan dagu seraya menengok Tamara—salah satu temannya—disertai senyum lebar.

"Maaf udah buat kamu iri. Nanti aku bikin kamu iri lagi."

Jika yang lain termasuk Arsatya terkekeh atas balasan asal Ellana, tidak dengan Tamara yang mendengkus seraya memutar bola mata sejenak. Tetapi harus tetap menjaga senyum bersahabat untuk Ellana.

"Jangan gitu dong, El. Kasihan hati jomblo gue meronta-ronta. Mending traktir gue biar lebih bahagia dan nggak irian sama lo lagi."

"Ya udah, mau apa? Pilih aja. Nanti kasih bill-nya ke aku."

Tamara bertepuk tangan kegirangan. Pancingannya berhasil sehingga tanpa lagi ragu dia menunjukkan sesuatu dari ponselnya.

"Lo tau nggak sih, gue lagi naksir sama ini tapi uang gue susah banget cukupnya. Boleh nggak?"

Tangan Ellana dengan ringannya meraih ponsel Tamara yang tengah menampilkan sebuah produk parfum keluaran Dolce & Gabbana. Ellana tidak peduli dengan merknya, hanya melihat harga yang ternyata sudah menyentuh angka dua juta dalam rupiah itu membuat alisnya kontan menukik naik.

"Ini aja? Ya udah nanti kita main ke GI."

"Beneran?!"

"El, gue juga mau, dong! Masa Tamara doang yang ditraktir?"

Ellana sudah menduga hal ini akan merambat ke yang lain. Maka tanpa berpikir panjang, dia berkata, "Bilang aja mau apa. Nanti aku traktir di sana."

Dan seruan penuh kesenangan dari mereka lebih dari cukup membuat Ellana semakin jumawa. Apalagi selanjutnya Arsatya terkekeh-kekeh menyaksikan perilakunya yang begitu meladeni teman-temannya.

Bagi Ellana, nominal uang merupakan perkara paling mudah untuk menarik perhatian mereka. Semakin besar mereka membutuhkan Ellana, semakin mudah pula Ellana dielu-elukan. Karena setidaknya dengan cara ini, Ellana merasakan artinya memiliki teman.

Ayolah, tidak perlu munafik. Pada nyatanya memang uang mampu membeli pertemanan. Tanpa uang, tidak ada yang mendekat. Tetapi sekali Ellana melakukan flexing, lihat saja mereka yang dengan mudah memuji-muji dirinya, dan membutuhkan kehadirannya.

"Ehm, tapi omong-omong, Ellana diikutin bodyguard lagi?"

Kali ini tukasan Riska menimbulkan kikikan lainnya lagi, kali ini terdengar menyebalkan di telinga Ellana. Apalagi ketika menengok ke luar jendela yang ditunjuk oleh teman-temannya, kekesalan segera menggantikan suasana hatinya yang sempat melambung.

Menyaksikan si bodyguard yang seharusnya menunggu di tempat semestinya, kini sudah berdiri bersandar pada mobil yang dibawanya. Entah sedari kapan sudah bertengger manis di lahan parkir milik kantin ini.

The Bodyguard and His LadyМесто, где живут истории. Откройте их для себя