Bab 14 : Tali Haduk

440 35 3
                                    


Tidak, perjuanganku tidak boleh sia-sia.

Kukumpulkan sisa tenaga, aku bangkit meski tertatih. Aku berlari terpincang dan menepis semua rasa sakit di sekujur badan. Kulihat mina Kurik dan Ilham sudah berjibaku, berusaha melepas cekikan Retno di lehernya sendiri.

"Bantu pegang kakinya!" seru mina Kurik panik.

Dengan sigap aku memegang kedua kaki Retno yang menghentak-hentak. Selang beberapa saat, Galih dan pak Wardoyo sudah membantu disusul bu Lastri. Lima orang dewasa kini memegang tangan dan kaki Retno yang terus berontak, sementara mina Kurik mulai membaca doa.

Mina Kurik bersenandung, melantunkan doa suci dalam bahasa sangiang, bahasa para leluhur. Jarinya yang kurus ditempelkan di jidat Retno. Cekikan Retno mulai melemah dan tubuhnya terlihat kelelahan. Tidak ingin menyiakan kesempatan, kami segera meraih tangan Retno. Namun sungguh sial, Galih malah terpeleset dan tubuhnya menghantam mina Kurik.

Keduanya terjatuh dan lantunan doa mina Kurik terhenti. Retno kembali menemukan kekuatan, ia kembali berontak. Ia bahkan berusaha menggigitku dan Ilham yang memegang tangannya. Ia berteriak, meronta dan berusaha mencakar dan menendang serampangan.

"Tali, pakai tali!" teriak mina.

Kuraih tali haduk yang tergeletak di samping, sekuat tenaga mengikat tangan dan kaki Retno. Mina Kurik sudah di sebelahku, kembali melantunkan doa pengusir roh jahat. Dibantu Ilham, kami akhirnya berhasil mengikat tangan dan kaki Retno sedangkan Galih hanya bisa terbaring.

Mina Kurik yang kelelahan akhirnya terduduk di samping Retno yang sudah tak leluasa bergerak. Meski tangan dan kakinya terikat kuat, Retno masih berusaha berontak. Retno bahkan meludahi mina Kurik, mungkin karena kesal upayanya bunuh diri menjadi gagal.

"Mateimunu ikau Kurik! Matei ikau! Matei ikau!"

Retno kembali memaki dengan bahasa yang tak kumengerti. Sepertinya ia sangat marah dengan ulah wanita itu. Namun, mina bergeming. Ia dengan tenang menyeka ludah di wajah sembari mengatur napasnya yang tersengal.

Plaakk…!

Kami terkejut, mina Kurik tiba-tiba menampar pipi Retno dengan keras. Bukannya kesakitan, Retno justru tertawa. Setelah meludahi mina Kurik sekali lagi, tubuhnya melemah seperti orang mengantuk.Tangan kerasnya terkulai jatuh tanpa tenaga. Dadanya kembang kempis teratur matanya terpejam. Retno kini tergolek tak berdaya.

"Matikan alarm mobil itu, berisik," keluh mina yang masih terduduk.

*****

Melihat Retno dalam keadaan pingsan, kami langsung memasukkan tubuhnya ke dalam mobil tanpa membuka ikatan. Bu Lastri segera mengambil tisu dan membersihkan wajah anaknya yang belepotan cipratan darah. Air matanya tak berhenti jatuh melihat keadaan anaknya yang memprihatinkan.

Pak Wardoyo yang hendak duduk terperanjat, mina Kurik mencengkram kerah bajunya. Ia kebingungan, mina Kurik menatapnya penuh amarah. Ia hampir jatuh diseret paksa keluar. Bu Lastri yang sedang merawat Retno hanya bisa terperangah.

"Apa yang kau lakukan? Berapa 'baju' yang kau bawa, hah?!"

"Ba-baju apa?" Pak Wardoyo kebingungan.

"Jangan pura-pura!" sentak mina Kurik.

Wanita paruh baya itu menyingkap paksa baju pak Wardoyo yang tertutup jaket. Ia meraba bagian pinggang, tapi benda yang ia cari rupanya tidak ada di situ. Mina Kurik bertambah gusar hingga pipinya merah padam.

"Sudah kubilang jangan berani keluar malam untuk bepergian jauh. Benda apapun yang kau pegang, tidak akan cukup untuk melindungi putrimu. Malah memancing yang lain untuk mengetesmu."

Mantra Pengikat Roh Di Pedalaman KalimantanWhere stories live. Discover now