KA - 33

132 29 8
                                    

Ini hari ketiga saat terakhir Candra bertemu Aru di rumahnya, gadis itu tak datang ke sekolah, atau memberi kabar walau hanya sekedar pesan singkat. Bahkan Candra tak ingat kapan gadis itu mengirimnya pesan singkat, selain tak peduli dia pun tak menunggunya. Tapi entah dapat sihir atau salah minum obat, Candra menunggu kedatangan Aru.

Dia berdiri di balkon sekolah, matanya tertuju pada gerbang sekolah, mungkin saja Aru akan datang dari sana, namun hingga bel berbunyi pun Aru tak kunjung tiba.

Candra masuk ke kelas dengan raut kecewa. Willy dan Daru yang sedang bermain game online menyempatkan mengalihkan pandanganya saat Candra duduk di kursinya. Hari ini jam kosong, hingga kelas mereka tak kalah berisiknya dari pasar.

"Kenapa lo?" tanya Willy.

"Udah tiga hari, gue gak liat Arunika, kira-kira dia ke mana ya?"

Willy tergelak. "Tumben banget lo cariin dia, kenapa? Udah mulai suka sama dia?"

Sementara Daru sontak menegakkan tubuhnya. Candra menoleh padanya, matanya memicing. "Lo gak liat dia? Secara rumah kalian, kan, deket."

"Gue, kan, bukan bodyguard-nya yang harus pantau dia 24 jam non-stop."

"Lo bukan bodyguard-nya, tapi pengasuhnya." Willy tergelak setelahnya. Daru melempar buku ke arah Willy.

"Sialan!" umpatnya.

"Emang ada apa?"

"Gue cuma pengen tau aja, dia ke mana. Terakhir gue ketemu waktu 4 hari yang lalu, itu pun gak lama, dia berantakan banget, kayak abis nangis."

Willy mencebikkan bibirnya. "Dih, jadi cewek cengeng banget." Candra mendelik walaupun Willy dan Daru tak menyadari itu. "Mungkin dia depresi karena fakta perbuatannya udah terbongkar sama satu sekolahan."

Daru meletakkan ponselnya, dia mengambil botol minumnya kemudian meneguknya, membahas Aru membuat tenggorokannya kering.

"Mungkin juga dia bunuh diri, dan sekarang jasadnya udah membusuk."

Uhuk! Uhuk!

Daru terbatuk-batuk mendengar perkataan Willy. "Seharusnya lo periksa rumah kontrakan omah lo, takutnya nanti ada aroma bau busuk di sana, secara dia cewek murahan, mungkin aja dia dapet azab dari Tuhan," sambung Willy dengan mengedikkan bahunya tak acuh.

Brak!

"Jaga mulut lo!" Candra berdiri sembari menggebrak meja, hal itu membuat Willy dan Daru terkejut.

"Kenapa? Bukannya bagus kalau Aru mati,  jadi lo bisa sama Andin. Dan lo gak usah capek-capek putusin cewek lusuh itu karena dia udah mati."

"Anji*g!"

Bugh!

Candra melayangkan pukulan di wajah Willy, Daru bergegas menarik tubuh Candra.

"Ndra, udah, lo apa-apaan sih? Dia sahabat kita."

Willy yang tersungkur di lantai menatap Candra dengan emosi. "Gila! Entah pelet apa yang si Jalang itu pake, sampe buat lo berani pukul sahabat lo sendiri."

"Siapa yang lo maksud jalang?"

"Siapa lagi? Arunika, lah."

"Bangsat!" Candra maju, namun tubuhnya lebih dulu di tahan dengan Daru. "Jaga mulut lo, Babi! Lo gak pantes panggil cewek gue kayak gitu!"

"Oh dia cewek lo? Lo akui sekarang? Atau jangan-jangan Aru udah kasih tubuhnya buat lo? Sampe lo membela dia mati-matian?" Willy terkekeh. "Cewek murahan."

"Bangsat!" Candra melepas cekalan Daru, dia kembali melayangkan satu pukulan ke wajah Willy. Daru bergegas menarik Candra lagi. Sedangkan yang lain hanya menjadi penonton setia, sebagian dari mereka ada yang terang-terangan merekam kejadian tersebut.

Kisah ArunikaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz