PROLOG

28 4 0
                                        

Alfarezi membawa kedua tangan gadis didepannya dalam sebuah genggaman, ia tatap lamat tangan yang kini bergetar samar dengan beberapa luka pada jari karena dikelupas oleh pemiliknya.

"Arez..." Cicitan pelan Luna tidak ia hiraukan, tangannya kini fokus memijat pelan telapak tangan kekasihnya guna memberikan rasa nyaman.

"Rez..." Lagi, panggilan itu kembali terdengar saat pemilik nama hanya terdiam. Kini tangan Luna lelaki itu dekatkan pada bilah bibirnya, setelahnya ia berikan tiupan kecil saat Arez merasakan jika perih kini melanda luka dijari Luna.

"Aku... takut, Arez."

Arez mendongakkan kepalanya saat suara Luna terdengar bergetar dengan nafas memburu. Hatinya mencelos, rasa sakit kini ikut merayap dalam relung dadanya saat melihat bagaiman mata coklat pekat yang sering ia puja kini memupuk segenang air mata.

"Apa yang buat kamu takut, Na?" Arez keluarkan suara terlembunya. Tangannya kini mengusap pelan pipi Luna saat setetes air mata lolos begitu saja, lalu Arez selipkan rambut yang sedari tadi tertiup angin malam.

Lagi, hatinya kembali berdenyut sakit saat ia melihat dengan jelas luka gores dengan ukiran telapak tangan memerah sempurna pada pipi gadis-nya.

Tangannya menggenggam erat tangan Arez, kepalanya menggeleng dengan cepat, "Aku... Aku takut inget semuanya." Luna usahakan ketakutannya ia suarakan ditengah isak tangis yang menyesakan dadanya.

"Aku takut benci sama Ayah, aku takut ngerasain sakitnya lagi, Rez."

Satu kalimat yang sukses membuat Arez membawa Luna masuk kedalan pelukannya, ia dekap erat punggung yang kini bergetar. Arez kecupi sesekali pelipis kekasihnya guna menyalurkan rasa tenang.

Luna-nya yang kuat kini kesakitan.

Bahkan untuk mengungkapkan ketakutannya, Luna harus berada diambang batas sesak akan rasa sakitnya.

Arez beri jarak saat Luna kian tenang. Lelaki itu tatap lamat wajah yang kini berantakan, bisa ia liat sefrustasi apa kekasihnya saat ini. Arez usap lembut  luka gores yang darahnya sudah mengering, namun begitu ringisan kecil bisa ia dengar dari bibir Luna.

Arez layangkan kecupan ringan diatas luka gores Luna, "Jangan takut, Na. Kamu punya aku."

Karena Arez yang akan selalu nememani dalam setiap rasa yang Luna kecap dan Arez yang akan menggenggam tangan Luna dalam setiap langkahnya.

Jika saja waktu bisa diputar kembali, jika saja dulu ia lebih berani, mungkin saja Luna-nya tidak akan sesakit ini. Karena itu, saat waktu tidak bisa ia kembalikan, Arez berjanji dalam dirinya; jika lelaki bernama lengkap Alfarezi Kavindra Favian akan memberikan alur bahagia bagi Luna-nya.

HELLO, LALUNA!Место, где живут истории. Откройте их для себя