17. Masa Lalu Kisah Cinta Segitiga

Start from the beginning
                                    

“Kami bahkan sudah berkencan sebelum pertunangan itu diatur. Dan Maida, menggunakan wasiat kedua orang tua kami dengan cara yang licik untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Satu-satunya alasanku masih bertahan di sekitar mereka hanya karena Leon. Dia berhak mendapatkan posisinya.”

“Aku tahu. Tapi tidakkah kau berpikir sebaliknya. Setelah Bastian tak memenuhi semua ambisinya, tentu saja Jacob akan memilih Leon. Apakah tidak apa-apa jika dia memanfaatkan Leon?”

Yoanna terdiam. Mulai tampak ragu. Dengan Leon dan Bastian yang tumbuh bersama sebagai seorang sepupu. Jacob memang selalu dibuat kagum dengan kepintaran dan ketangkasan Leon yang selalu lebih unggul dibandingkan Bastian. Semakin Leon tumbuh, keinginan Jacob terhadap Leon semakin meningkat. Meski pria itu tak berani menunjukkan di hadapan siapa pun.

‘Kau hamil dengannya?’ Jacob tampak geram begitu menerobos masuk ke dalam apartemen yang sudah Yoanna dan Lionel tinggal selama delapan tahu tersebut. Menatap perut wanita itu yang masih rata, tetapi kabar tersebut ia dengar dari Maida. Yang akhirnya ikut-ikutan melakukan program kehamilan untuk ketiga kalinya, sementara wanita itu baru saja melahirkan baby Anna beberapa bulan yang lalu.

‘Lionel suamiku, Jacob. Kenapa aku tidak boleh mengandung anaknya?’ Tatapan Yoanna berubah dingin dan sengit ketika melanjutkan. ‘Kau ingin aku mengandung anakmu lagi?’

Wajah Jacob seketika memias. Tak ada sepatah kata pun yang keluar. ‘Kupikir pernikahan kalian hanyalah sandiwara …”

‘Ya. Pada awalnya. Tapi … memangnya berapa lama lagi kami akan terus bersandiwara untuk menutup kepengecutanmu? Seumur hidup kami? Kami berhak mendapatkan kehidupan kami, Jacob. Hidup kami terlalu berharga untuk dikorbankan demi seseorang sepertimu.’

‘Kalau begitu berikan Leon padaku.’

Mata Yoanna membelalak tak percaya, melompat berdiri dari duduknya dan mendorong dada pria tinggi tersebut penuh amarah. ‘Apa?’

‘Sejak awal dia milikku.’

‘Kau mencampakkan kami. Ingat?’

‘Kau tahu aku tak punya pilihan, Yoanna. Pernikahanku dan Maida adalah perjodohan ibu dan kedua orang tuamu. Bukan keinginanku.’

‘Dan sekarang kalian sudah memiliki sepasang putra dan putri dengannya. Apakah mereka juga bukan keinginanmu?’ sengit Yoanna. Ya, karena kehidupan Jacob dan Maida yang berjalan dengan sempurna, sementara ia harus hidup dalam penderitaanlah yang mendorongnya untuk berhenti meratapi nasib. Memulai semuanya dengan pria yang berstatus sebagai suaminya tersebut.

Jacob tak menjawab.

‘Pergilah, Jacob. Jangan ganggu kehidupan kami.’

Mata Jacob menggelap, mendorong tubuh Yoanna ke dinding dan melumat bibir wanita itu dengan penuh pemaksaan.

*** 

Aleta terkejut dengan suara benda jatuh yang tertangkap telinganya. Matanya terbuka dengan sempurna dan mengingat di mana dirinya terbangun. Apartemen Leon. Kepalanya bergerak ke samping, dinding kaca yang menampilkan pemandangan atas kota mulai disinari cahaya hangat matahari. Ia bergerak duduk dan baru menyadari tubuhnya yang masih telanjang ketika Leon mengambil tempat di sisi ranjang. Dengan secangkir teh hangat dan dua potong sandwich di piring kecil.

“Hanya ini yang ada di kulkasku. Makanlah.” Leon meletakkan piring tersebut di pangkuan Aleta sementara cangkir tehnya di nakas.

Aleta menatap sandwich tersebut, menggunakan tangannya yang kanan untuk mengambil potongan pertama. Sambil sesekali mengamati dengan hati-hati raut wajah Leon. Tampak datar dan terkendali seperti biasa, sudah tidak ada ada emosi yang menyeruak dan begitu pekat seperti tadi malam.

Menyadari Leon yang juga mengamati dirinya, Aleta lekas menggigit sandwich di tangannya dan mulai mengunyah. Menatap ke arah mana pun karena pria itu yang kunjung pergi setelah memberinya makanan.

“Apa pun yang kau pikirkan tadi malam, kau bisa melupakannya.”

Aleta mengangguk singkat. Toh itu juga bukan ranahnya untuk menjejakkan kaki, apalagi ikut campur kehidupan Leon.

“Tapi … jika kau berada di antara kami.” Suara Leon lebih lirih dan diulur. “Aku dan Bastian. Siapa yang akan kau pilih?”

Aleta nyaris tersedak dengan sandwich yang mulai memasuki kerongkongannya. Bastian dan Leon? Keduanya jelas bukan pilihan. “Aku bahkan tak berhak memiliki pendapat untuk pernikahanku sendiri. Lalu apa yang membuatku berhak memilih di antara kalian berdua.” Aleta memastikan suaranya setenang mungkin. Tanpa emosi meski tentu saja keduanya membuatnya bimbang. Sekarang.

Leon menyeringai. Tangannya bergerak terangkat, menyeka sisa saus di bibir bagian bawah Aleta dengan ujung ibu jarinya. “Ya. Kau istriku, sekarang. Jadi kau hanya perlu diam dan tak melakukan apa pun.”

Napas Aleta tertahan dengan kata-kata Leon yang entah kenapa terdengar seperti penuh arti. Begitu pun dengan sorot pria itu.

Wajah Leon bergerak mendekat, menyapukan satu lumatan di bibir Aleta sebelum beranjak dan berkata, “Habiskan. Setelah ini kita pulang.”

*** 

Bukan Sang PewarisWhere stories live. Discover now