Kesadaran

8.6K 1.9K 201
                                    

Sejak dulu aku berpikir bahwa mind reader itu bukan anugerah, melainkan musibah. Dan kini aku tahu alasan mengintip atau mencuri dengar pembicaraan orang lain adalah hal yang buruk. Dua hal itu memang bisa mengungkap fakta atau memberikan pengetahuan baru. Masalahnya, ada hal-hal yang memang sebaiknya nggak perlu kita dengar. Ketidaktahuan yang bisa menjadi baju zirah perlindungan.

Apa yang kudengar barusan di pantri, aku nggak tahu apakah termasuk hal yang seharusnya kudengar atau jadi rahasia selamanya. Opsi kedua akan memberiku keuntungan sahabat baik yang siap diandalkan kapan saja. Opsi pertama, menyadarkanku bahwa sahabat baik selamanya itu nggak pernah ada.

Fakta apa yang baru saja kudengar? Satu sisi diriku ingin berpikir bahwa aku salah dengar. Mungkin bukan Ruri yang ngobrol dengan Petra di pantri dan mungkin bukan aku yang dimaksud dalam obrolan itu. Kemungkinan itu begitu menggoda, dan rasanya aku ingin bersembunyi di sana, agar nggak perlu mendapati hal-hal yang menyakitkan.

Kabar buruknya, yah ... aku tahu pikiran itu salah. Pikiran itu lagi-lagi adalah bentuk sikap pengecutku yang memilih untuk lari dari masalah. Aku tahu bahwa Petra dan Ruri memang membicarakanku. Aku tahu bahwa apa yang kuanggap benar sebenarnya salah. Bahwa apa yang kurasa kukenal, ternyata sama sekali nggak kupahami.

Sekarang aku harus memproses dan menerima fakta besar yang luar biasa menakutkan itu: sikap Ruri padaku semuanya palsu. Bagaimana bisa? Selama ini Ruri selalu baik. Dia orang pertama yang menyapaku di hari pertama aku bergabung dengan WeTimes. Ruri juga selalu mengajakku bergabung saat makan siang, saat hangout, dan saat ada pembicaraan seru apa pun. Seluruh keakraban dan kehangatan itu ... bagaimana mungkin semuanya hanya settingan?

Kupikir Ruri adalah sahabatku. Setelah sekian lama, kukira aku akan mendapatkan sahabat baik untuk kali pertama. Betapa menggelikan bahwa itu hanya harapan yang terlalu muluk. Semua yang Ruri lakukan dan katakan, ada maksud dan tujuan: untuk mengendalikan hatiku—seperti yang dia katakan sendiri. Ruri bahkan nggak ragu-ragu menyebutku seorang people pleaser! Seperti itukah anggapannya tentangku selama ini?

Lantas semua titik persoalan mendadak menjadi terang benderang dan masuk akal.

Ruri tiba-tiba sering datang berkunjung ke rumah Bude Mara setelah tahu aku tinggal di sana. Karena Ruri ingin menjaga jarakku dengan Benny.

Ruri menceritakan tentang perasaannya kepada Benny padaku dengan begitu blak-blakan. Karena Ruri ingin aku menjauh dari Benny.

Ruri menceritakan tentang pengkhianatan sahabat di masa lalu. Karena Ruri ingin mengingatkanku agar nggak mengkhianatinya setelah semua hal baik yang dia lakukan untukku.

Lalu ... apa jangan-jangan Ruri juga nekat mengejar angkot dan menyelamatkanku, karena melihat peluang yang menguntungkan dirinya sendiri saat itu?

Ah, nggak mungkin. Kugelengkan kepala cepat-cepat. Aku nggak boleh berpikir sejauh itu. Lagi pula, apa pun maksud dan tujuan Ruri, faktanya dia sudah mengubah keadaan. Dia menyelamatkanku. Nggak mungkin kan kalau Ruri sengaja mengatur dan bersekongkol dengan sopir angkot ... ya, tuhan! Stop, Eva, stop! Aku nggak boleh melanjutkan pikiran-pikiran buruk ini. Otakku pasti tersugesti berpikir yang jelek-jelek setelah mendengar kata-kata Ruri tadi. Aku nggak boleh memberi makan kemarahan dengan kecurigaan-kecurigaan yang nggak perlu, sehingga hanya melahirkan penyakit hati.

Kutegakkan punggungku, terasa mentok sebab tas ransel menghalangiku dari sandaran kursi. Kutepuk-tepuk dadaku pelan. Rasanya ini begitu menyesakkan. Aku kecewa, terlebih, aku merasa sangat marah. Sesepele itukah Ruri memandangku? Selemah itukah aku sampai Ruri berpikir untuk memanipulasiku?

Yah, apa yang salah dari itu? Faktanya aku memang lemah, sepele, dan gampang dimanipulasi, kan?

"Lah, kok lo udah di kantor, Va?"

Yang Kuingat Darimu dan Hari-Hari LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang