Part 6: Confession

764 140 62
                                    

Part terpanjang khusus tahun baru 💞

VOTE!!!!

_____

Ana menggelintir ludah tertahankan di tenggorokan, memandangi tiga orang sibuk merakit kardus di ruang tamu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Ana menggelintir ludah tertahankan di tenggorokan, memandangi tiga orang sibuk merakit kardus di ruang tamu. Ia tahu ayahnya letih sepulang kerja tadi sore, tetapi Ana tidak bisa mengulur waktu di saat jalan sudah buntu.

Ana mengumpulkan segenap keberanian untuk sekadar bicara setelah memunculkan diri di depan semuanya.

"Pak, Bu ... ada sesuatu yang ingin Ana katakan."

Mutlak tiga pasang mata beralih padanya, menghentikan gerak sebagai tanda membuka telinga, semua dari mereka menghinggapi ketegangan yang Ana bawakan mengiring keingintahuan besar.

Ia mendekat, bersimpuh pasrah di lantai, menatah kedua tangan di atas lutut sang ayah, melimpahkan kegentaran tak terkira yang mengunggis habis jiwanya.

Ana menengadah, melirik kedua mata ibu yang menunggu dan resah ketika air matanya jatuh ke pelupuk, kemudian ia berbelot pada ayah.

"Belakangan ini Ana merasa kurang sehat. Selepas itu, Ana tahu ini berbeda dari biasanya. Ana juga tahu ini kesalahan yang Ana perbuat," ungkap Ana menerbitkan keheranan dari sikap dan artikulasinya.

Bersama perih hati, lisannya berkata, "Ana hamil."

Bram, Mirah, dan Mala terbelalak, kemelut memuncak sewaktu Ana menunduk dan menciptakan kehengingan buncah. Tidak satu pun mengira pelontaran Ana, terlebih Bram yang sudah mengepalkan kedua lengannya.

"Maafkan Ana..." rintih Ana mulai terisak. Namun, rupanya itu tidak dapat diterima, tidak akan pernah bagi keluarganya.

"Siapa pelakunya?" tanya Bram, sekujur tubuhnya mengeras, napas begitu kasar. Tidak ada jawaban dari Ana, membuat Bram kian berang. Berteriak memenuhi ruangan. "Siapa?!"

Mirah sebagai ibu hanya terdiam pilu, sedangkan Mala, dia masih bergeming mencerna apa yang baru saja ia ketahui. Mereka pikir Ana tidak sebodoh itu.

"Sirena! Jawab Bapak!" bentak Bram meraih kedua bahu putrinya, mencengkeram kuat hingga Ana tidak bisa mengimbangi rasa sakit di dada dan tubuhnya. "Bayu?!"

Semua hanya tahu mengenai Bayu, tetapi Ana tidak bisa menjawab. Ana tidak kuat, mata Bram mencolok, gertakan rahang itu mengetat karenanya. Ana hanya bisa menangis.

"Ana!" maki Bram kesal lantas melayangkan tamparan menggunakan telapak besarnya pada wajah Ana yang kecil.

Plak!!

Tertanam amat lantang panas di pipi, tangan gemetar Ana berusaha menyentuhnya berharap rasa sakit itu hilang, tetapi itu percuma. Ayahnya tidak juga mendapatkan sahutan, mengetahui kelunya Ana, Bram menyimpulkan itu benar.

"Bapak akan meminta pertanggung jawaban darinya," papar Bram bangkit menuju pintu, kian menimbulkan kewaspadaan mendalam hingga cepat-cepat Ana meraih kaki sang ayah dan memohon beriring tangisan pilu.

ARCHETYPEWhere stories live. Discover now