Papi yang Khawatir

4.3K 399 4
                                    

Sore hari, pukul 17.45 Theo memainkan remote Tv di tangannya, sesekali dia menekan tombol untuk mengganti saluran Tvnya.

Matanya lagi-lagi melihat ke arah dimana jam dinding terpasang 17.46 hari sudah akan malam tetapi ketiga putranya belum juga kembali.

Istrinya masih ngambek, Karina masih tetap setia mendiami dirinya. Kerjaan kantor juga sudah dia selesaikan, Rapat di urus oleh asistennya.

Dan Theo memiliki cukup banyak waktu untuk bersantai di akhir pekan, karena Minggu besok dia.harus pergi lagi untuk menghadiri pertemuan bapak-bapak seperti biasanya.

Televisi masih menyala, dan menipiskan adegan akhir dari sebuah film berdarah, dimana menampilkan banyak mayat yang tergeletak.

Leher Theo tiba-tiba kaku, dan susah menelan. Tangan dan kakinya juga bergetar dengan hebat, diikuti oleh bibirnya yang kaku.

Dor!

Theo melipat kakinya dan memeluk lututnya, sambil menuliskan telinganya, dia berteriak dengan kencang; “Karina!!! Istri! Kau dimana!”

Dor!

Suara tembakan dari televisi membuat Theo menggelengkan kepalanya, dengan kebingungan yang memenuhi pikirannya.

“Karina!!!”

Karina keluar dari daerah kekuasaannya dengan membawa spatula wajan di tangannya,  “Apa sih mas!”

“Matikan! Matikan Tvnya... Uwuwah...”

Karina mengernyit dan berjalan dengan sedikit kebingungan melihat suaminya yang sedikit aneh.

Tek!

Televisi mati, dan Theo menjadi sedikit lebih tenang. Karina melihatnya, dengan heran; “Mas kenapa? Kayak orang gak pernah latihan tembak aja”

“Gak mau...” Theo memeluk pinggang Karina dan mengelap air matanya di pakaian istrinya.

“Mas aneh, deh. Udah, lepasin aku mas.”

“Gak mau!”

“Lepas gak mas! Ayam goreng ku bisa gosong!”

Pak!

Karina udah pukul tangannya Theo tapi masih juga gak mau dia lepas akhirnya Theo ikut bersamanya ke dapur.

Gak lama pintu utama terbuka, dan suara langkah kaki terdengar. Mereka masuk keruang makan, karena tahu betul jam masak mami mereka.

Terdiam di pintu ruang makan, enam mata itu melihat mami mereka sedang kesulitan, papi Theo memeluk mami Karina dan kemanapun mami mereka pergi, papi akan selalu mengikutinya.

Theo merasa nyaman ketika dia dekat dengan istrinya, dan perasaanya semakin membaik ketika melihat ketiga putranya berdiri tidak jauh dari dirinya.

Terutama Putra bungsunya, Gaudencio Garendra.

Anak yang tidak pernah dia perhatikan sebelumnya, berdiri didepannya dengan kondisi baik. Menatapnya dengan bingung, sambil membawa bungkusan yang Theo tidak tahu apa itu.

“Mami, Cio bawa seblak untuk mami...” Gaudencio meletakkannya di atas meja makan.

Kemudian Cio duduk menunggu masakan maminya selesai.

Hidungnya mencium aroma Ayam goreng yang renyah dan gurih...

“Mami masak ayam goreng kan? Di geprek dong mami, Cio pengen deh...”

“Mami geprek buat kalian bertiga tapi gak boleh pakai banyak Cabe. Kalian pergi untuk membersihkan diri dulu, habis itu kita makan.”

“Em...”

GaudencioOù les histoires vivent. Découvrez maintenant