"Emang bukan?"

"Saya lemon tea saja," balas Kanatya tanpa memedulikan tuduhan itu.

Ferrish memanggil pelayan dan menyebutkan pesanan mereka.

"Kita disini mau membicarakan yang kemarin ya, Pak?" tanya Kanatya to the point.

"Jangan panggil saya Bapak. Cukup Ferrish saja."

"Saya berusaha sopan, Pak. Sepertinya Bapak Ferrish juga lebih tua dari saya."

Seingat Kanatya, Olivia pernah bilang David-nya itu berusia tiga atau empat tahun lebih tua darinya.

"Tidak cukup tua untuk dipanggil Bapak oleh perempuan dua puluh tahunan seperti kamu."

Kanatya tak menghiraukannya. "Jadi, soal semalam bagaimana? Itu Bapaknya Pak Ferrish?"

Ferrish menghela napas, sepertinya malas mengoreksi panggilan yang disematkan Kanatya kembali. "Ya. Gara-gara kamu Papa saya mengira saya meniduri kamu."

"Emang enggak?" Alis Kanatya menyatu penasaran.

"Menurut kamu aja, gimana?"

"Saya..." Kanatya menggantung kalimatnya di udara. "Kayaknya sih kita nggak ngapa-ngapain, Pak. Tapi kenyataan saya bangun cuma pakai dalaman aja itu layak dipertanyakan."

Ferrish terdiam. Sepertinya tak menyangka Kanatya seblak-blakan ini. Dan Kanatya mendadak ikut malu karena terbayang dengan dirinya di kamar hotel waktu itu.

"Kamu buka baju sendiri," jawab Ferrish akhirnya.

"Masa?" Kanatya tak yakin.

"Saya bawa kamu ke kamar, saya tinggal mandi, saat saya keluar kamu lagi beradegan striptease."

Kanatya spontan menutup mulutnya pakai tangan. Matanya membola dan rona merah langsung menjalar di wajah putihnya. Sungguh, itu terdengar bukan seperti dirinya.

"Beneran, Pak?"  Jika itu benar, maka terkutuklah dirinya!

"Ya."

"Terus reaksi Bapak gimana?"

"Kamu nanyain reaksi laki-laki normal ketika ngeliat perempuan buka bajunya secara sukarela di depannya?" Ferrish sungguh tak habis pikir.

Kanatya makin salah tingkah. Bukan itu maksudnya, tapi dia sungguh ingin tahu sejauh mana Ferrish bertahan dengan kegilaannya malam itu? Cowok itu harusnya tidak ambil kesempatan!

"Maksud saya, Bapak kan bisa menahan saya melakukan hal gila. Nggak sopan mengambil kesempatan sama orang yang lagi mabuk."

"Ya, saya melakukannya. Saya menyelimuti kamu dan nyuruh kamu tidur sebelum kamu sempat memperlihatkan dada kamu ke saya. Saya melakukan segala cara untuk menyelamatkan mata saya."

"Pak!" Kalau orang-orang bisa mati karena menahan malu, mungkin nyawa Kanatya sudah di ujung tanduk sekarang. Sumpah, dia tidak bisa membayangkan seperti apa tingkahnya di depan lelaki ini malam itu.

"Oke, ada lagi yang mau kamu tanyain tentang malam itu? Saya berusaha meluruskannya agar kamu nggak salah paham dan bisa sedikit mengontrol mulut kamu di depan banyak orang."

"Kenapa Bapak nggak ninggalin saya malam itu? Kenapa pas saya bangun Pak Ferrish ada disana?"

"Karena saya capek. Saya butuh tidur."

"Bapak bisa check in di  kamar lain."

"Entah kenapa saya nggak melakukannya. Mungkin saya takut kamu bangun kembali dan nekat keluar kamar hotel nggak pake baju. Serasa di rumah sendiri."

Spicy RomanceWhere stories live. Discover now