09 - Silent

478 96 9
                                    

|Apresiasi penulis dengan vote dan berkomentar, terimakasih.

Halo saya kembali, hehe. Mood ku lagi baik jadi hari ini bisa triple update, yeayy. Maafkan bila ada typo dan human error lainnya belum di revisi soalnya, langsung mau aku publish. Enjoy guyss 〜(꒪꒳꒪)〜

—————

Sudah dua hari sejak Jaeyun pulang dari rumah sakit. Dan sudah sejak saat itu pula Sunghoon dan Jaeyun tidak saling sapa. Jika di tilik keadaan mansion kembali sama seperti tahun-tahun yang lalu, oh mungkin kali ini lebih suram saja.

Sunghoon berangkat pagi sekali dan pulang larut malam. Sementara Jaeyun mengunci dirinya di kamar, Jungwon sering mampir ke kamar sang papa untuk menemani.

Yang paling terkena dampak adalah Nino dan jajaran pelayan di dalam rumah. Sunghoon gampang sekali emosi dan melampiaskannya pada para pekerjanya. Segala kesalahan kecil tidak akan di ampuni oleh Sunghoon.

Seperti pagi ini.

Hari minggu adalah hari libur nasional. Dirinya juga mendapat jatah liburnya hari ini.

"Bukankah sudah kubilang untuk tidak memasukan banyak gula?" Sunghoon mengernyit tidak suka saat merasakan rasa manis dari kopinya.

Para pekerja berbaris dan menunduk tak jauh darinya.

Masih pukul enam pagi. Sarapan bahkan belum selesai untuk di hidangkan. Dan tuan mereka itu banyak protes sejak kedatangannya ke ruang makan.

"Dan apa yang kalian lakukan disitu? Mau latihan baris berbaris? Sana kerjakan tugas kalian."

Nana sang kepala pelayan ada urusan pagi itu, pergi setengah jam yang lalu dan tak kunjung kembali. Nino mengangguk kecil di sisi Sunghoon, mengisyaratkan para pekerja itu untuk kembali melanjutkan aktivitas mereka masing-masing.

Para pelayan itu kembali memasak dengan sedikit grogi karena tuannya memilih untuk menikmati kopinya disana di banding pada ruang keluarga yang lebih nyaman.

"Apakah memotong sayuran memang membuat suara seberisik itu? Tidak bisakah kalian memotongnya dengan pelan?"

Mendengar protes tuan mereka yang sedang dalam suasana hati buruk membuat pekerjaan terasa seribu kali lebih melelahkan. Sejak dua hari terakhir rumah mereka terasa sangat suram. Dan entah apa yang terjadi pada kedua pasusu itu, kepulangan tuan Jaeyun tanpa tuan Sunghoon hari itu membuat mereka menyimpulkan bahwa hal besar telah terjadi di rumah sakit tanpa mereka ketahui.

Jungwon yang biasanya terlihat ceria juga tampak muram dan sedih. Saat Nio, sang pengasuh Jungwon menanyakan apa hal yang membuat anak itu tampak tak bersemangat, anak manis itu hanya diam.

"Cuci sayurnya pelan-pelan. Kenapa berisik sekali dar—"

"Tidak bisakah kamu diam dan membiarkan mereka bekerja. Mengomentari tentang pekerjaan seseorang tidak akan membuat mereka mengerjakan nya dengan cepat." Jaeyun turun dengan Jungwon di gendongannya.

Nio bertukar tatapan dengan Nino yang hanya di kode gelengan kepala.

Sunghoon total diam. Ia mengambil nafas panjang, sepenuhnya sadar akan apa yang baru saja ia lakukan. Namun pria itu tak berusaha pergi, ia kembali menikmati kopinya sembari membaca berita dalam koran.

Jaeyun melirik Sunghoon dan mendudukan Jungwon di kursi yang lain. Pria manis itu mengelus pucuk kepala putra kecilnya lantas pergi menuju para pelayan yang bekerja itu.

"Apa menu pagi ini?" Jaeyun bertanya kecil, matanya menelisik meja penuh akan sayur mayur tersebut.

"Nana bilang hari ini cukup dengan ikan asam manis, tumis sayur jagung, telur gulung dan nasi merah."

Jaeyun mengangguk, ia mulai gulungkan lengannya hingga ke siku.

"Aku akan masak telur gulungnya, kalian siapkan menu lainnya."

Ia mengambil mangkok dan mulai memecahkan lima telur, mengocoknya perlahan dengan sumpit panjang. Dengan cekatan Jaeyun mengambil daun bawang prei dan wortel untuk di cuci bersih. Daun bawang nya di potong tipis sementara wortelnya di potong dadu kecil. Ia masukan irisan tersebut pada telur yang telah di kocok.

Selanjutnya ia beri garam dan beberapa bumbu penyedap lain sebelum ia goreng dengan teknik menggulung. Tak butuh waktu lama telur gulung ala Park Jaeyun siap di hidangkan. Beruntung hidangan yang lain juga telah siap.

Tersenyum bangga akan hasil masakannya, Jaeyun membawa piring berisi telur itu ke meja dengan tangannya sendiri. Ia letakkan piring berisi telur gulung itu di meja makan.

Namun ia merasa aneh saat ia melihat lauk itu. Sejak kapan telur gulung itu di beri saus tomat pada bagian atasnya. Jaeyun tak merasa memberikan saus apapun saat membawanya.

Suara gaduh terdengar dari derit kursi Sunghoon yang tiba-tiba pergi dari hadapannya. Jaeyun tak ambil pusing mengenainya. Pria itu lebih baik pergi dari pada menyuarakan pikirannya yang sedang tak karuan. Apalagi Jungwon ada disana, cukup sekali saja Jungwon merasa di posisi saat itu, Jaeyun tak akan kecolongan lagi.

"Tuan Jae—" Nana yang baru saja datang dengan kantung kresek besar kaget bukan main. Wanita itu segera menaruh belanjaannya di meja dapur.

Beberapa pekerja yang sadar memekik kaget, gaduh kembali terdengar, Jaeyun memijit keningnya yang kini mulai berdenyut.

"Papa." Entah sejak kapan anak itu turun dari kursinya. Jungwon hanya sebatas paha Jaeyun, meskipun anak itu berusia enam tahun, perawakan Jungwon memang lebih kecil dari kebanyakan anak seusianya.

Jaeyun menyamakan tinggi nya dengan Jungwon. Anak itu kembali berkaca-kaca, Jaeyun menjadi sedikit emosional melihatnya.

Anak itu hendak menangkup pipinya namun tangan besar lain menghentikan gerakan si kecil. Pada saat yang sama ia juga merasakan tarikan lembut pada lengannya.

Sunghoon berdiri di hadapannya dengan wajah yang berkerut marah.

Memang apa salah nya?

Detik berikutnya usapan lembut pada hidungnya mengalihkan pikirannya.

Oh. Dia mimisan.

Ia melirik telur gulungnya kecut. Sunghoon masih berdiri di depannya, menyeka aliran berbau anyir yang keluar dari hidungnya.

"Nana tolong buang saja telur itu." Titah Jaeyun pada Nana yang berdiri tak jauh dari mereka.

Telurnya sia-sia. Meskipun yang terkena darah mimisannya tak banyak, rasanya tak pantas menyuguhkan nya pada orang lain.

Sunghoon membawa tisu dengan bercak merah itu ke tempat sampah. Lalu menghentikan Nana yang baru setengah jalan. Dengan gerakan cepat ia buang dua telur yang terkena darah Jaeyun, sisanya dibawa lagi ke meja makan.

"Masih banyak orang kelaparan di luar sana. Jangan membuang-buang makanan selagi masih bisa di makan."

Jaeyun hanya mengangguk dan tak banyak berkomentar. Ia hendak mengambil piring kosong milik Sunghoon untuk melayani suaminya itu, selama dua hari ini mereka tak pernah makan bersama jadi Jaeyun akan melakukannya hari ini.

Panglima muda yang lebih dulu menyadari apa yang hendak suaminya itu lakukan segera mengambil piringnya dengan cepat. "Urusi dirimu sendiri. Aku tak butuh bantuan mu."

Sunghoon melirik Jaeyun yang tampak kaget, hanya seperkian detik tapi Sunghoon melihatnya. Detik berikutnya pria itu tersenyum kecil padanya dan mengangguk.

Sial, padahal maksudnya bukan itu. Jaeyun salah memahami perkataanya.

[Gemes banget sama pak tsun satu ini. Gk pernah pake filter kalo ngomong, kan jadi salah paham( ̄ヘ ̄;)]

|You and Dandelions

©Zorosei 2023

You and Dandelions | sungjakeWhere stories live. Discover now