10

121 50 7
                                    


"Apa kabar Wulan."

Wulan yang saat itu sedang berada di sebuah mini market kaget dan tertegun saat melihat Arif berdiri di dekatnya, ia berusaha bersikap wajar.

"Baik, lama nggak ketemu, gimana kabarnya?"

Wulan meraih beberapa barang yang ia perlukan dan memasukkan ke troli kecil yang ia dorong.

"Baik-baik aja, aku tadi sempat ke rumahmu, ketemu Barat bentar lalu pamit sama papa dan bundamu."

Mereka bersama berjalan ke kasir setelah Arif hanya mengambil minuman ringan. Setelah dari kasie keduanya ke luar dan Arif menghentikan langkah Wulan

"Duduklah bentar di gazebo ini, aku cuman ingin kita tetap berhubungan baik meski akhir-akhir ini kita jadi tidak baik-baik saja."

Wulan duduk dan meletakkan barang bawaannya di meja gazebo.

"Yang tidak baik-baik saja kan kamu, yang punya pikiran jelek juga kan kamu, aku nggak ada masalah sama kamu."

Ucapan Wulan membuat Arif diam dan menatap Wulan saat ia duduk di hadapan wanita yang ia cintai mati-matian.

"Itu karena aku mencintaimu dan aku cemburu kamu lebih mencintai Pak Dito, benar kan kamu mencintai dia?"

"Aku punya hak untuk tidak menjawab." Wulan pun menatap Arif dengan tatapan tajam.

"Tapi aku ingin kepastian agar aku berhenti berharap. Betul kan kamu mencintai dia?"

Wulan menghela napas saat pertanyaan Arif yang terus mendesaknya.

"Yah, tapi dia tak tahu kalau aku ..."

"Terima kasih kamu sudah menjawab, paling tidak aku akan berusaha mengubur cinta yang sudah kadung berakar. Harusnya aku sadar siapa aku."

"Rif, kamu tahu kan cinta tak bisa dipaksakan?"

"Yah aku tahu karena kini aku pun mengalami, ada yang mengharapkan aku tapi aku tak ada hati padanya."

"Karin?"

Dan Wulan melihat Arif mengangguk.

"Aku sudah mengira jika anak itu menyukaimu dari cara dia menatapmu, dan aku yakin ia akan terus mengejarmu, dia tipe wanita yang pantang menyerah."

"Dan aku betul-betul tak ada rasa padanya." Suara Arif hanya berupa bisikan.

"Tapi sikapmu yang membuat dia jatuh cinta kan?"

"Aku hanya bergurau dan tak serius. Aku lebih mencintaimu."

"Cinta tak sebergurau itu, Rif, datangnya sering tak bisa kita duga."

.
.
.

Dito tersenyum saat melihat pesan di ponselnya, baru kali ini Wulan berkirim pesan lebih dulu, memberikan ucapan bela sungkawa padanya karena Gania meninggal.

Dito pun membalas dengan ucapan terima kasih dan iseng-iseng memberinya emoticon hati.

Lama tak ada respon akhirnya Dito berkirim pesan, menanyakan kabar yang langsung dijawab bahwa Wulan baik-baik saja lalu pamit pada Dito jika Wulan akan beristirahat malam itu.

"Seandainya aku ada di dekatnya akan aku datangi, sayang aku masih berada di tempat yang jauh, selama Gania belum tujuh hari, aku belum bisa terbang menuju tempat Wulan berada. Betul-betul membuat aku tak bisa menebak, apa yang ia rasakan, aku hanya bersyukur karena laki-laki yang bernama Arif sudah tak begitu dekat dengannya lagi."

Dito menghela napas lega saat menerima pesan dari orang kepercayaannya jika Arif dan Wulan selalu dalam pengawasannya. Tak ada hal penting terjadi selama Dito jarang bertemu Wulan.

"Baru kali ini aku seolah tak begitu diminati, betul-betul penasaran, jika aku ajak makan dia pasti mau hanya jika aku ingin lebih dekat dia seolah takut, apa aku harus lebih nekat lagi? Lebih intens lagi? Akan aku coba beberapa hari lagi setelah semua urusan Gania selesai. Tunggu aku Wulan akan aku buat kau tak akan bisa menolakku lagi."

Dito berusaha memejamkan mata, hari makin larut tapi bayangan Wulan seolah tak henti berkelebat di pelupuk matanya.

.
.
.

Arif kaget saat masuk hendak masuk ke ruang kerjanya ia menemukan anak kecil itu menunggunya.

"Ke luar kamu! Kamu tahu kan kalau ruang kerja ini ada empat orang staf, kalau mereka datang akan semakin ada gosip tak enak!"

Karin terlihat cemberut. Ia berdiri dengan mengentakkan kakinya.

"Bapak jangan usir-usir saya, kan gara-gara Bapak juga kita berdua dipindahkan ke sini."

"Iyaaa aku tahu, aku punya andil salah, tapi kita beda divisi dan harusnya kamu tidak ke sini, mau apa kamu pagi-pagi sudah di sini, kamu pasti nunggu aku, iya kan?"

"Iyaa, saya hanya ingin Bapak tahu, semua orang kadung tahu kasus kita hingga kita dipindahkan ke tempat yang cuman ngurusin pelebaran jalan kayak gini, makanya maksud saya udah kepalang basah ya kita jadian aja sekalian kan rugi di saya Pak dikiranya saya sudah ngapa-ngapain sama Bapak, gosip yang beredar kan gitu."

Mata Arif melotot menatap Karin.

"Aku nggak peduli omongan orang! Aku nggak peduli mereka mau bilang apa! Pokoknya aku nggak mau kita dekat-dekat lagi!"

"Lah kok enak, rugi di saya dong, nama sudah kadung terkenal dan tercemar kita sering ini itu lah kok Bapak mau seenaknya ninggalin saya!"

"Ninggalin? Kapan kita pernah bersama? Kapan kita pernah jadian? Sana pergi! Ke luar!"

Karin malah semakin nekat, ia melangkah cepat ke arah Arif dan memeluk laki-laki tinggi besar itu hingga ia hanya sedada Arif. Dan Arif berusaha mendorong tubuh kecil Karin.

"Hei kalian berdua gimana sih! Pelukan kok di kantor! Pergi ke hotel apa di mana gitu! Bucin kok nggak tahu aturan!"

Dan Arif semakin marah karena manajer di kantor yang baru mereka tempati, menemukan mereka berdua seolah-olah sedang berbuat hal tak benar.

🔥🔥🔥

3 Desember 2023 (05.22)

Mencari Ujung Jalan (Sudah Terbit)Kde žijí příběhy. Začni objevovat