5

174 59 7
                                    

"Maaf jika Ayala ..."

Belum selesai Dito berbicara,  Wulan tersenyum, ia menghentikan makannya.

"Tidak apa-apa, Pak, itu hal yang wajar, saya yakin Ibu Ayala sangat mencintai Bapak, dan saya pikir tak ada salahnya Bapak rujuk dengan Bu Ayala jika itu dianggap baik untuk perkembangan putri Bapak."

Dito melanjutkan makan malamnya dengan malas, ucapan Wulan yang menenangkannya tetap tak bisa menghilangkan kekesalannya pada Ayala yang dengan lancang mendatangi Wulan ke tempat kerjanya.

"Kami sudah selesai, tak ada kata rujuk lagi, saya ingin sehat lahir dan batin."

Wulan yang sudah menyelesaikan makannya segera meraih hot lemon tea yang ada di depannya lalu meneguknya dan ia kembalikan ke tempatnya, ia usap bibirnya dengan tisu lalu menatap Dito.

"Bagaimana Bapak bisa memulai pernikahan hingga lahir putri Bapak kalau akhirnya Bapak berpisah dengan Ibu? Beda dengan saya yang tidak dikehendaki oleh laki-laki yang membuat anak saya ada. Bapak dan Ibu dari keluarga berlebih, rasanya tak masuk akal jika hal kecil jadi masalah."

Dito menggeleng pelan.

"Saya bukan tipe anak yang membangkang pada orang tua jadi saat saya dipilihkan istri oleh papa, ya iya-iya saja, saya berpikir kami yang berlatar belakang sama akan mudah menyesuaikan diri, ternyata saya salah, dia sangat dominan, saya yang selalu mengalah seolah tak ada artinya, saya tahu dia sangat menyukai saya sejak awal kami dipertemukan, dia sangat mencintai saya tapi satu yang membuat hubungan kami semakin buruk, dia sangat posesif, itu yang membuat saya gerah, masa sekretaris saya juga dia curigai, gerak saya jadi terganggu, dan pertengkaran yang semakin buruk membuat buruk kesehatan jantung anak kami yang memang bermasalah jantungnya sejak lahir. Kasihan Gania, dia jadi korban keadaan."

Wulan menghela napas dan ia jadi gugup saat tiba-tiba saja mata Dito menatapnya dengan tatapan tak biasa.

"Entah apa yang saya rasakan saat ini, yang pasti saya selalu merasa nyaman dan damai jika berbicara dengan Bu Wulan."

Wajah Wulan sesaat memerah, dan tiba-tiba saja berkelebat wajah laki-laki yang sangat ia cintai meski telah menorehkan luka, laki-laki yang kini telah berada di alam lain tapi sangat sulit ia lupakan. Andar, laki-laki itu seolah terus menguntitnya.

"Bapak tidak sedang merayu saya kan?"

Dan Dito terkekeh pelan, lagi-lagi ia tatap wajah Wulan.

"Saya sudah tidak muda lagi Bu, tidak ada waktu untuk merayu dan lain-lain, tidak ada waktu dan tidak biasa merayu, waktu saya habis untuk membesarkan perusahaan keluarga, jadi kalau saya mengucapkan apa yang ada di pikiran saya ya itu memang adanya, yang jelas satu hal yang harus saya sampaikan, saya ingin menikahi Bu Wulan."

Dan Wulan terdiam, senyumnya mendadak hilang. Lalu berusaha tersenyum lagi meski terlihat kaku.

"Bu Wulan kaget?"

Perlahan Wulan mengangguk.

"Mohon maaf Bapak jangan tersinggung."

"Ah, tidak apa-apa, saya sudah siap jika Bu Wulan menolak saya." Dito berusaha riang meski ia juga berusaha menenangkan hatinya.

"Saya masih belum berani berhubungan dengan lawan jenis, dalam hidup baru satu kali saya berhubungan dengan laki-laki dan langsung mendapat cobaan yang dahsyat, mungkin saya terlalu lugu, mungkin saya terlalu naif, tapi saya benar-benar yakin saat itu bahwa niat baik akan selalu mendatangkan kebaikan, tapi ternyata tidak Pak, mungkin karena cara saya yang salah. Jadi sekali lagi saya belum berani mencoba dan memulai, apa lagi dengan laki-laki sekaya, sehebat dan setampan Bapak, belum apa-apa saya sudah ...."

"Diserang?" jawab Dito spontan.

Keduanya tertawa riang, berusaha memecahkan kekakuan setelah ungkapan niat suci Dito.

"Kita pulang Bu, mari saya antar eh iya, Bu Wulan tadi ada yang mengantar kan ya?"

"Iya Pak, meski saya ada di mobil Bapak tapi tetap ada yang mengantar saya."

"Siapa?"

"Ada deh!"

"Arif?"

"Bukan Pak, ada orang yang dipercaya perusahaan untuk menjaga keselamatan saya, meski sudah lama berlalu peristiwa penusukan itu, perusahaan tetap ingin saya selamat, saya yakin ini juga ada andil Bapak tapi Bapak pura-pura tidak tahu, iya kan?"

Dito akhirnya mengalah dan perlahan ia mengangguk sambil tersenyum.

"Saya hanya ingin Ibu baik-baik saja, apa saya tidak boleh menjaga wanita yang diam-diam selalu datang dalam mimpi saya? Saya tidak pernah merasakan seperti ini pada seorang wanita, Bu. Bu Wulan boleh percaya boleh tidak bahwa tanpa saya sadari Bu Wulan sering mengganggu ketenangan tidur saya. Dan hal itu tidak saya sesali, tiap kali Ibu datang ke alam mimpi saya, saya selalu terbangun dalam keadaan segar."

Sementara di kontrakan Wulan, Arif menunggu dengan rasa tidak sabar, ia hanya ingin berkabar bahwa berkas-berkas pengajuan cerainya pada Aryani akan segera ia ajukan. Ia ingin Wulan tak ragu lagi bahwa sebentar lagi ia akan menjadi laki-laki bebas, bebas memilih wanita yang ia cintai dan akan ia nikahi.

💗💗💗

29 Oktober 2023 (14.36)

Mencari Ujung Jalan (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now