8

152 57 8
                                    


"Saya tahu Ibu memanggil saya karena kesalahan saya atau bisa jadi bukan karena kesalahan saya, sekali lagi ini bukan murni kesalahan saya. Saya anggap kesalahan saya karena saya meladeni sikap mesra Pak Arif pada saya, saya anggap saya tidak bersalah karena Pak Arif yang memulai lebih dulu."

Wulan diam saja, ia belum berkata apa-apa tapi gadis belia di depannya sudah nyerocos berbicara, ah anak muda saat ini mungkin memang perlu diberitahu dan diajari bagaimana bersikap sopan dan santun pada yang lebih senior.

"Saya sudah curiga sejak awal kenapa Pak Arif selalu sok mesra pada saya kalau ada Ibu eh ternyata beliau suka sama ibu dan kayaknya pingin ibu cemburu cuman ibu cuek-cuek aja ya kan Bu? Hehe maaf dari tadi saya nyerocos aja, maaf ya Ibu, silakan kalau Ibu mau bicara."

Wulan membetulkan duduknya, lalu ia condongkan badannya pada Karin.

"Kamu tahu ini kantor dan bukan jalanan? Meski mungkin ini kantor darurat karena proyek tapi lingkup yang aku tempati ini adalah kantor secara de yure dan de fakto."

Karin mendadak gugup saat mata Wulan menatap tajam padanya.

"Silakan kamu mau berbuat apa saja di luar sana tapi tidak di tempat kerja seperti ini! Jika sampai terjadi lagi aku tak segan-segan memberikan usulan mutasi ke pihak manajemen, baik padamu dan pada Pak Arif, silakan ke luar!"

Karin bangkit dan ia mengangguk dengan hormat. Wulan menghela napas berat lalu menggeleng perlahan. Tiba-tiba saja pintu di ketuk dan masuk wanita yang tidak dia harapkan. Ayala.

"Maaf aku nyelonong masuk meski tak dibolehkan oleh laki-laki yang menjaga ruangan ini di luar, tapi ini darurat, Gania sudah seminggu di rumah sakit dan papanya, Mas Dito tak menjenguknya sama sekali, apa kamu yang menyembunyikannya?"

Wulan memejamkan mata sejenak,  ia tahu jika orang-orang di luar pintu ruang kerjanya, pasti kasak-kusuk tentang hal yang tak penting.

"Maaf, kamu yang mulai beraku-kamu maka aku layani, aku tak bertemu dengan mantanmu dalam seminggu ini! Aku terlalu sibuk dan tak ada waktu untuk melayani hal-hal yang tak aku harapkan, aku akui mantan suamimu berusaha menghubungi aku seminggu ini tapi pekerjaanku yang membuat aku tak melayani permintaannya untuk bertemu, masa depan karirku lebih penting dari pada melayani permintaan pertemuan yang bersifat pribadi.  Selesai penjelasanku dan silakan ke luar! Aku tak mau terlibat urusan rumit dengan kalian, kamu dan Pak Dito!"

Wulan berdiri dengan mata berapi-api kemarahannya pada Karin belum selesai kini ditambah lagi dengan tuduhan tak beralasan Ayala.

Dengan wajah memerah Ayala bangkit, ia tatap mata menyala-nyala Wulan.

"Kalau sampai terjadi apa-apa pada anakku, kamu yang akan aku salahkan!"

Wulan tersenyum mengejek.

"Silakan kamu berjalan dengan pikiranmu, aku tak mau meladeni orang-orang tak waras, sekali lagi silakan pergi aku tak melayani orang-orang yang tak ada hubungannya dengan pekerjaanku!"

Dan Ayala pergi dengan langkah lebar. Baru saja Wulan duduk dengan wajah letih dan memegang keningnya ia mendengar suara-suara berisik serta teriakan mirip suara Ayala. Wulan berusaha abai tapi ia segera bangkit saat mendengar suara Dito dan Wulan semakin pusing. Ayala pasti semakin marah karena kenyataanya Dito memang hampir tiap hari menemuinya dan Wulan menolak dengan pura-pura sibuk.

.
.
.

Seminggu berlalu dengan tenang dan ketenangan Wulan terusik saat ia menerima pesan tak bernama.

"Wanita brengsek! Akan aku buat kau menderita! Anakku mati tanpa ada papa di sampingannya, karena laki-laki yang sama brengseknya denganmu lebih memilih mengejarmu! Tak akan aku biarkan kalian bahagia! Ingat itu!"

Dan Wulan memegang dadanya, terasa sesak dan ia segera meraih Tumbler yang ada di depannya. Ia teguk pelan lalu ia usap bibirnya perlahan. Bermonolog dalam hati dengan wajah sedih

"Aku belum memulai apapun dengan Pak Dito, tapi mengapa aku merasakan semuanya jadi kacau dan lagi-lagi aku yang salah. Apa mungkin memang takdirku tak akan pernah merasakan hal indah dengan laki-laki yang aku suka?"

.
.
.

"Tak usah kamu mengeluh Wulan, ini sudah jalan hidupmu, tumben kamu menangis karena setahu bunda, kamu wanita kuat dan hebat, sekeras apapun cobaan bisa kamu lalui tanpa air mata lalu mengapa hanya karena masalah sepele kamu nangis? Bahkan kamu belum memulai apapun dengan Pak Dito, iya kan?"

Ambar mengusap punggung Wulan yang tiba-tiba saja sepulang dari kantor memeluknya dan menangis di pelukannya.

"Justru itu yang bikin Wulan sakit Bun, aku belum memulai kok rumitnya kayak gini? Malah kayak aku yang salah?"

"Apa kamu betul-betul mencintai Pak Dito sehingga kamu merasa akan ada penghalang saat kamu akan memulai dengannya? Sudah kamu perhitungkan matang-matang saat memilih Pak Dito tempat melabuhkan hatimu?"

🌺🌺🌺

30 November 2023 (09.54)

Mencari Ujung Jalan (Sudah Terbit)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora