Aku, Meera Chopra, dengan sadar
dan tanpa paksaan siapapun, keluar
dari rumah ini agar aku bisa memilih
jalan hidupku sendiri.

I'll miss you, Paa.
Meera.
 



      
***

Sudah dua minggu Mukesh mencari keberadaan putrinya sekarang. Ia masih tak bisa tidur dengan tenang. Dimana Meera, sudah makan atau belum, ataupun bisa tidur nyenyak atau tidak, Mukesh tak tau.

Putrinya itu benar-benar meninggalkan segala alat komunikasi dan barang elektroniknya, yang membuat para detektif profesional bahkan satelit manapun tak mampu menjangkau. Padahal detektif swasta yang ia sewa sudah pernah menemukan Meera yang kabur di dua kali pelarian sebelumnya, hanya dalam beberapa jam. Tapi kenapa sudah dua minggu ini Mukesh tak mendapat kabar baik dari detektif itu? Dan yang membuat Mukesh Chopra tak habis pikir, credit card, dompet bahkan kartu tabungan Meera juga ternyata masih tersimpan rapih di laci nakas kamar. Seolah Meera tak membutuhkan itu semua dalam kepergiannya.

               

"Tuan, apa anda yakin untuk tidak lapor polisi?" Tanya Sayeedah, yang anehnya, tak terlihat cemas akan ketidakberadaan putri majikan yang sudah diurus sejak kecil.
  

Mukesh menggeleng.
"Percuma, isi surat Meera benar. Ia tidak diculik, usianyapun sudah 28 tahun. Dia sudah dewasa untuk melangkah dengan kakinya sendiri. Untuk apa polisi melakukan pencarian?"

"Tapi Meera akan terus menjadi putri kecilmu. Anda pasti akan terus khawatir jika dia belum ditemukan."

"Karena itulah aku masih belum menyerah untuk mengetahui dimana keberadaan putriku itu, Sayeedah. Tapi bukan polisi yang bisa membantu kita." Mukesh mendesah. "Kenapa dia kuat sekali meninggalkan ayahnya yang sudah renta ini? Aku saja sangat merindukannya, apa dia sama sekali tidak rindu papanya?"
Pria baya itu menyeka matanya yang kini berkaca-kaca.

"Tidak seperti itu, Tuan. Anda mengenal Meera. Dia pasti akan selalu merindukan papanya. Saat Meera kuliah di London saja dia ingin cepat-cepat lulus agar bisa kembali bersama anda di rumah ini."

Mukesh berdecak. "Lalu kenapa Meera malah pergi dariku sekarang?"

"Mungkin, Meera hanya ingin permintaannya anda dengar."

"Permintaan yang mana? Permintaan untuk dia tidak menikah? Memangnya kau tega melihat putriku itu nantinya menua sendirian di rumah besar ini?"

"Meera seperti itu pasti ada alasannya-"

"Alasan apa lagi?!" Mukesh memotong ucapan asisten rumah tangganya dengan nada tinggi. Ia menatap Sayeedah nanar. "Semakin lama kau memberikan jawaban, aku semakin curiga kalau kau bersekongkol atas kaburnya putriku itu."

Sayeedah membelalakan mata.
"T-tentu tidak, Tu-an." Ia tiba-tiba tergagap. "S-saya... Hanya mencoba berpikir dari sudut pandang Meera. Maaf jika saya lancang."
Wanita itu menunduk dan melangkah pergi dari ruang tengah. Meninggalkan tuannya sendiri dalam kekhawatiran.

Mukesh memandang kepergian kepala asisten rumah tangganya. Entah kenapa ia merasa ada yang ditutup-tutupi oleh Sayeedah.

Tapi-

        

Jika ucapan Sayeedah benar, lalu apa alasanmu itu Meera? Kenapa tak mau memberitahu papamu ini?

           

"Ya Tuhan.. aku harus mencari Meera kemana lagi?" Mukesh mengusap wajah putus asanya.

INCOMPLETED LOVE [✓]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum