Part 5: Scar

4.9K 1.2K 103
                                    

Dipta sudah mempelajari struktur perusahaan ini dengan saksama meskipun dalam waktu cukup singkat. Serta menandai posisi-posisi yang menurutnya penting. Membuatnya semakin yakin kalau perusahaan ini menampung orang-orang buangan.

Bagaimana tidak kalau CEO-nya saja Ivan yang tidak bisa menempati posisi kunci sebagaimana anggota keluarga Dhanubrata yang lain. Meskipun sebenarnya dia pun hanya saudara sambung. Lalu ada Andrean sebagai direktur finance, dan Wisnu tentu saja, yang menjadi direktur operasional.

Kalau karier gue lancar, setidaknya gue bisa di posisi yang sekarang dipegang Wisnu. Dipta mengakui kalau dirinya memang tidak sebagus Rahman. Apalagi kekayaan Hartala yang memiliki latar belakang keluarga nggak main-main, membuat Rahman bisa memiliki saham cukup besar sejak awal. Tapi seenggaknya gue nggak berada di posisi ini! Manajer Pemasaran? Huh!

Tidakkah Karnaka buta kalau posisinya adalah marketing, yang terbiasa menyusun strategi untuk mendapatkan proyek bagi perusahaan? Sedangkan saat ini, membaca bagaimana cara perusahaan ini dijalankan, posisi manajer pemasaran lebih seperti sales.

Kalau gue nggak butuh duit dan nggak ada anak yang harus gue pastikan kesejahteraannya, pasti sudah gue lempar kontrak ini ke muka Karnaka! Batin Dipta geram. Karena di matanya Dhanubrata setidaknya berutang posisi minimal sebaga Kepala Divisi pada dia. Dan posisi yang menurutnya paling cocok bagi dirinya adalah Divisi Pengembangan dan Akuisisi!

Sayangnya, posisi itu sekarang ditempati oleh Indra, adik Ivan sang CEO. Meskipun tahu kalau Ivan dan Indra hanyalah putra tiri salah satu tantenya Karnaka, Dipta akan cari penyakit banget kalau berani bikin gara-gara dengan keluarga ini. Jadi, untuk beberapa waktu mendatang Dipta akan bersikap seperti anak manis, pegawai yang penurut, datang dan pergi sesuai jam kerja.

Dipta sedang tidak memiliki banyak pilihan dalam hidup. Biarpun semangat bersaingnya tetap menggelora dan keinginannya untuk mengambil risiko tetap menyala-nyala, bayangan Rhena dan biaya pengobatan yang harus dia bayarkan untuk anaknya saat ini tetap menjadi momok yang menggerogoti anggaran bulanannya. Membuatnya harus tetap berpikir waras serta berhenti bermain-main dengan keputusan yang hanya akan mendorongnya ke pinggir jurang.

Termasuk tidak bermain-main dengan mengganggu posisi berbahaya yang sangat dia inginkan itu. The beast inside his vein must be tamed even though this position is currently up in the air.

***

Telepon dari Karnaka membuat dahi Dipta berkerut.

"Just to make sure you're okay, Dip."

Dipta hampir mengumpat ocehan si tua bangka ini. "I'm still alive, Bos. I'm good."

Karnaka tertawa di ujung sana. "Sudah ketemu Andrean dan Wisnu?"

Dipta mencibir. "Harus ya, saya bertemu dengan direksi tingkat tinggi, dua orang sekaligus?" tanyanya sinis. Kehadiran CFO dan COO dalam perkenalannya dengan Ronald barusan benar-benar di luar prediksinya.

"Why not?"

"Bos, posisi saya cuma manajer pemasaran." Benar-benar memberi penekanan pada jabatannya. "Harusnya sudah cukup kalau saya bertemu hanya dengan Ronald sebagai Kepala Divisi saya. Nggak harus juga Pak Wisnu dan Pak Andrean hadir," dengkusnya kesal.

"Kalau mereka merasa perlu langsung ketemu sama lo, emang gue bisa apa, Dip?" Karnaka terkekeh-kekeh.

"Saya cuma mau bekerja dengan damai selayaknya pegawai yang nurut dengan atasan, Bos."

Karnaka terbahak-bahak di ujung sana. "Kayak lo yakin bakal bisa saja. Lagian Wisnu dan Andrean juga bukan orang sembarangan. Mereka, orang-orang Ivan itu, memang goblok. Tapi bukan buta huruf. Jadi paling enggak mereka bisa baca rekam jejak lo selama ini di Dhanubrata Grup."

Broken FlowerWhere stories live. Discover now