"Lagian kenapa malem itu Kail jemput aku sih?! Kan aku nggak minta jemput!"

Ilham berdeham pelan. Ia menjawab masih dengan kedua mata terpejam. "Karena lo chat gue."

Sejak tadi Ilham memang tidak benar-benar tidur. Ia hanya pura-pura dan masih bisa mendengar semua ocehan Caca.

"Kan malam itu aku cuma nanya Kail lagi di mana! Bukan minta dijemput!"

"Intinya lo salah karena chat gue dan ngebuat gue pengin jemput lo."

Caca berusaha mencerna jawaban yang Ilham berikan. Sampai otaknya yang kata Ilham hanya seukuran kotoran Gumi itu bisa mencerna ucapan Ilham.

Caca menahan mati-matian kedutan di bibirnya yang mendadak ingin tersenyum. "Salah sendiri Kail peduli sama aku."

"Ngapain lo nahan senyum kayak gitu?!"

Dengan cepat Caca menetralkan raut wajahnya. Ia menunduk dan tepat detik itu, matanya bersitatap dengan kedua mata milik Ilham yang sudah terbuka lebar dan memperhatikannya dari bawah.

"Apa sih!" elak Caca. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Sana ih! Berat tau! Kepala Kail gede!"

"Kalau Jarrel yang kayak gini lo pasti suka, kan?"

"Iyalah kan dia cowok aku!"

"Mantan."

"Aku sama Jarrel udah balikan!"

"Bentar lagi juga putus," balas Ilham enteng.

Mata Caca melotot. Ia memukul kepala Ilham. "Enak aja!"

Ilham kembali memejamkan mata. Sama sekali tidak berniat mengubah posisi. Ia terlihat tetap nyaman tidur di sofa dengan paha Caca sebagai bantal.

"KAIL JANGAN TIDUR LAGI IH!" protes Caca. "Aku teriak minta tolong nih!"

"Teriak aja. Kan kamar gue kedap suara. Lagian lo tau sendiri di rumah lagi nggak ada orang. El masih basket. Mama masih di salon."

Melihat Ilham kembali nyaman dalam posisinya setelah ia memberi ancaman, Caca memijat pangkal hidung sambil melihat ke arah Gumi yang juga terlihat anteng di dalam kardus dekat tempat tidur dengan banyak makanan dan minuman yang Ilham siapkan. Caca berusaha kembali memikirkan cara lain. Sekiranya cara seperti apa yang harus ia lakukan agar bisa lepas dari Ilham.

Pasalnya, di dalam mobil sana, Jarrel pasti sudah mengamuk karena menunggu lama--ralat, sangat lama. Bahkan, bisa saja cowok itu sudah pergi karena dirinya tidak kunjung keluar dan tidak memberi kabar apa pun.

"Ya udah deh, sore ini aku bakal batalin jalan sama Jarrel, tapi sekarang HP aku siniin dan bolehin aku pulang," putus Caca. Ia sudah buntu. Lebih baik ia menyerah sebelum Jarrel semakin marah.

Seketika mata Ilham terbuka lebar. Dengan gerakan cepat cowok dengan rambut acak-acakan itu bangun dari posisi tidurnya. Duduk di samping Caca dengan satu alis terangkat.

"Serius?"

Bibir Caca mencebik. Ia kesal mendengar pertanyaan Ilham barusan. "Iya! Siniin HP aku! Biar aku bisa kasih tau Jarrel!"

Senyum puas terbit di bibir Ilham. Cowok itu beranjak mengambil ponsel Caca yang ia letakan di dalam laci yang ia kunci. Sebelum kembali ke sofa, sekilas Ilham mengintip ke arah balkon kamar untuk melihat keadaan di depan rumahnya. Seperti dugaannya, mobil merah milik Jarrel masih terparkir di sana.

Dalam hati, Ilham merasa sedikit kagum dengan kesabaran Jarrel. Secinta itu ya Jarrel dengan Caca? Sampai-sampai rela menunggu hingga satu jam lebih.

FAVORABLEWhere stories live. Discover now