Arc 1 Chapter 3 : Topeng

4.3K 461 15
                                        

Mengapa Saphira dapat terbunuh? Seharusnya Brian datang menyelamatkannya bukan? Seharusnya seperti itu yang terjadi di dalam game. Aku yang membuat game Path of Destiny. Tidak mungkin aku salah memprediksi salah satu scene penting yang ada di dalam game.

"Kakak?"

Aku mendengar suara langkah kaki dari belakang, seorang siswa tahun ajaran pertama terlihat menuju kemari.

"Tidak, tidak, tidak!"

Setelah melihat kondisi Sephira yang mengenaskan, siswa itu bergegas menghampiri lalu memeluk mayat Sephira. Sepertinya, dia adalah Adik Sephira yang kami bicarakan tadi pagi ini. Kalau tidak salah, namanya adalah Roland.

"Kakak! Bangun Kakak! Kumohon... " Suaranya terdengar putus asa. "Siapa saja! Tolong panggilkan Priest! Kakakku masih bisa diselamatkan!" Air mata Sang Adik mulai membasahi pipinya.

Namun, mendengar seruan putus asa dari Roland, beberapa murid yang hadir di sana hanya melihatnya dengan tatapan kasihan. Roland masih dalam tahap denial terhadap realita yang ada.

"Kak Sephira... Bukankah Kakak sudah berjanji akan melihatku menjadi seorang Ksatria sejati! Kita sudah berjanji untuk menjadi yang terbaik bersama-sama bukan!?" Suara Roland bagaikan orang yang putus asa.

Aku mengepalkan tanganku dengan kuat, ini adalah pemandangan yang sangat memilukan.

Ketika di dalam game, kematian seorang side karakter tidak akan membuatku merasa emosional seperti. Akan tetapi, ini adalah dunia yang sebenarnya. Perasaan dan hidup semua manusia yang ada di sini adalah nyata. Segala jerih payah mereka, mimpi mereka, dan hubungan mereka semuanya adalah kenyataan

Tak pernah kubayangkan event sekecil ini akan membuat orang lain sangat menderita. Lalu, bagaimana dengan event besar lain yang pasti akan terjadi nanti? Ribuan nyawa akan menjadi korban dan penderitaan jutaan manusia yang akan datang adalah sebuah kenyataan.

Ini bukanlah sebuah game, dunia ini bukanlah Path of Destiny yang kubuat di dunia sebelumnya. Dunia ini adalah kenyataanku sekarang dan Aku bertanggung jawab atas semua kemalangan yang terjadi pada mereka nanti.

Aku melangkah menghampirinya lalu jongkok menatap matanya dengan jelas. "Kakakmu sudah mati," kataku secara langsung. "Biarkan ia beristirahat dengan tenang." Aku menunjuk mata Sephira yang masih terbuka.

Tubuh Sang Adik bergetar, sepertinya dia telah sadar kakaknya sudah tidak tertolong lagi. Dia kemudian menutup mata Sephira, merelakan kepergiannya.

"Apa yang terjadi di sini?"

Seorang pria dan wanita menghampiri kami. Mereka adalah Brian dan Ariel. Melihat mayat Sephira yang mati mengenaskan, Ariel terkejut lalu menutup mulutnya dengan tangan. Sepertinya, baru kali ini dia melihat mayat manusia.

Di sisi lain, Brian hanya memperlihatkan wajah bodohnya yang kebingungan.

Kemana saja kau, Bung? Bukankah kau yang seharusnya menyelamatkannya? Bukankah kau pahlawan umat manusia yang selalu ada diwaktu-waktu genting?

Entahlah ... Mengapa Aku menyalahkan Brian atas kematian Sephira? Apakah aku mengacaukan rute cerita di dalam game karena membuat Brian babak belur kemarin?

Aku tidak tahu.

Tapi yang pastinya, aku membiarkan Sephira terbunuh hanya karena alasan bodoh. Itulah realita yang terjadi sekarang.

"Apa kalian tahu apa yang membunuh kakakku?" tanya Roland dengan nada lemah.

"Kalau tidak salah, seekor monster mirip beruang dengan sebuah tanduk menerkamnya ketika dia sedang duduk santai," jawab salah satu murid yang ada di sini. "Setelah menerkamnya, monster itu pergi ke arah hutan Eldwood."

I'm a Villain in My Own Game?Where stories live. Discover now