Memori Baru

1 0 0
                                    

Saat ini salju turun, aku tidak hentinya menggosokkan kedua tanganku dibalik sarung tangan merah muda yang aku kenakan. Hidungku sudah mulai merah karena selalu aku gosok, iya aku memang alergi dengan dingin dan selalu membuatku ingin menggosok hidungku.

"Rachel, Daffa, let's go home. Mom is almost freezing here." teriakku memanggil kedua anakku yang sangat asik bermain manusia salju.

"Hang on mom, I almost finished my snowman." jawab Daffa sembari terus membentuk manusia saljunya.

"Look Mommy, this is the family of snowman we made. I hope dad will come soon so we can take photos with this snowman." kata Rachel sambil berlari ke arahku dan memelukku.

"Let's go home and make hot chocolate at home. Mommy knows you must be cold, right?" kataku sambil menggenggam kedua tangan anakku.

----

Saat ini aku dan kedua anakku sudah sampai dirumah. Aku mulai menyelakan perapian di rumah karena entah mengapa suhu belakangan ini sangat dingin. Api telah menyala membuatku sedikit melamun. Sampai kapan aku harus menyembunyikan ini kepada kedua anakku? Sampai kapan mereka harus terus berharap ayahnya akan datang menemuinya dan bermain bersama disini? Namun jika aku menceritakan semuanya saat ini apakah mereka akan mengerti? Apakah..

"Om yang tadi kita temui di toko itu siapa mama?" tanya Rachel yang ternyata sudah duduk di sofa dekat perapian.

"Om yang di toko?" tanyaku bingung.

"Iya om tadi yang di toko yang tidak sengaja menabrak mama. Mama bilang namanya om, hmm om siapa ya, oh om Aaraf." jelas Rachel.

"Oh, itu om Aaraf, teman mama waktu kuliah dulu." jawabku singkat. Bukan karena aku tidak dekat dengan Aaraf, namun karena terlalu banyak hal yang tidak ingin aku ingat mengenai dia.

"Berarti sudah lama tidak ketemu ya mama? Sekarang om Aaraf kuliah lagi kah mama seperti mama saat ini?" tanya Rachel yang semakin ingin tau mengenai Aaraf.

"Hmm, mama tidak tau Rachel. Sebentar ya mama ambil coklat panas untuk kita dulu." Kataku sambil berlalu mengambil coklat panas. Aku tau kalau Rachel adalah anak yang cerdas dan selalu ingin tau, namun Aaraf bukanlah subyek yang tepat untuk menjadi bahan kepo.

----

"Daffa, Rachel ayo sarapan dulu." kataku sambil menata piring dan lauk di meja makan.

Terdengar hentakan kaki yang berlari menuruni anak tangga. "Kakak, kembalikan ikat rambut aku!" teriakan Rachel menggema dari atas. 

"Daffa, kembalikan ikat rambut adik." kataku sambil tersenyum.

"Tidak mau, kalau dia mau ambil biar dia turun sendiri." jawab Daffa sambil mengambil roti yang sudah ada di depannya.

Daffa adalah anak pertamaku, meskipun dia usil namun dia sangat melindungi adik dan juga mamanya. Hal yang bertolak belakang dari ayahnya yang tidak peduli kepada aku dan kedua anakku. Namun hingga saat ini, cukup aku saja yang mengetahui kenyataan itu. Anak-anak tidak perlu tau apa yang terjadi sesungguhnya.

Tidak lama kemudian bus sekolah tiba, Daffa dan Rachel berangkat sekolah. "Bekalnya jangan lupa di makan ya. Sampai ketemu nanti sore. I love you" kataku sambil melambaikan tangan.

----

Sudah 3 bulan aku menjalani kehidupan baru di Kensington. Saat ini aku sedang menjalani study S3-ku di salah satu Universitas yang ada di Kensington.  Beberapa orang mungkin akan memilih berada di comfort zone masing-masing saat merasa terpuruk dan hancur, namun tidak denganku. Aku memilih untuk meninggalkan Jakarta dan memulai kehidupan baru di Kensington. Salah satu orang yang sangat khawatir saat aku memutuskan pergi ke Kensington adalah kedua orang tuaku. Setelah memutuskan untuk bercerai dengan suamiku, orang tuaku selalu membujukku untuk tetap tinggal di Jakarta dan melanjutkan hidup. Namun bagiku, melanjutkan hidup di Jakarta akan membuatku semakin terpuruk dan aku tau itu tidak baik untuk masa depan anak-anakku. 

----

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SiklusWhere stories live. Discover now