Jimin

124 3 0
                                    

Please, jangan jadi silent readers!
Tinggalin jejak vote dan komen

Apresiasi kecil buat author biar makin cepet update <3

Jangan lupa follow!
  
 


  

  
  
  
     Mataku memang masih terpejam, namun aku bisa merasakan cahaya masuk dengan terang-terangan melalui celah ventilasi jendela kamarku. Tebakanku jika tidak meleset, ini sudah pukul 07.00 Kst.
     Sedikit demi sedikit, aku mulai melebarkan kelopak mata, merasakan hawa hangat minggu pagi dan menyerap seluruh energi positif yang ada di dalam kamar untuk bersiap bangun lebih tegak dan membuat sarapan.
     "Hmmmh."
     Aku tersadar, ternyata aku tidak sendirian. Suara lenguhan halus di samping telinga kiriku berhasil membuat sisa rasa kantukku pergi. Aku melirik ke bawah, tepatnya pada lengan kekar yang melingkar di area perutku. Erat sekali.
     Kubalik posisi tubuhku untuk menghadap tubuh itu. Tubuh yang terbaring tenang di sebelah kiriku. Aku menatap wajahnya dengan seksama. Hidung kecil yang mancung dan sedikit berminyak, rambut acak-acakan, bibir merah tebal yang terkatup rapat sesekali bergerak kecil menggumamkan sesuatu. Lihat, ini curang sekali. Bahkan bangun tidur pun ia tetap terlihat tampan.

 Bahkan bangun tidur pun ia tetap terlihat tampan

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

     "Park Jimin, bangun..."
     Kekasihku menggeliat sebentar sebelum kembali memeluk pinggangku lebih erat. Aku menghela napas. Selalu seperti ini. Aku harus selalu menjadi pihak yang kesulitan membangunkan seorang Park Jimin di minggu pagi. Pernah waktu itu aku sampai harus menyalakan alarm lagu metalica dengan volume super keras agar Jimin mau membuka matanya. Benar-benar ya pria ini.

"Jimin-ah, bangun. Mau ayam lada hitam tidak?"
"Hmmmh? Ayam?"
"Iya, ayam. Sarapan."

     Jimin menggerakkan kaki-kakinya ke kanan dan ke kiri sambil mengulat. Oh sial, bahkan mataku langsung menganggap bahwa itu lucu dan menggemaskan. Kenapa sih, dia itu sudah 25 tahun tetapi masih seperti bayi. Wajahnya, terutama wajahnya. Kulit pipinya benar-benar halus dan lembut sekalipun ia jarang memakai skincare. Aku iri sekali.

"Sayang."
Aku menatap mata Jimin yang sudah sepenuhnya terbuka. "Hm?"
"Hari ini kau mau jalan-jalan? Atau pergi ke suatu tempat?"
"Aku lelah sekali, sepertinya aku hanya akan malas-malasan di ruang tengah sambil menonton film di laptop."
"Sabtu kemarin kau lembur sampai jam berapa?" tanya Jimin sambil membersihkan anak rambut yang menghalangi wajahku lalu mencium pipiku sekilas.
"Hmmmm," aku menatap langit-langit kamar, berusaha mengingat. "Kalau tidak salah, jam 10 malam aku baru sampai rumah dan aku melihatmu sudah terkapar di sofa seperti orang mati, dengan stick game di atas perut dan televisi yang masih menyala."
Jimin terkekeh. "Itu karena aku juga lelah menunggumu yang tidak pulang-pulang."
"Damn it, kau seperti seorang istri yang menunggu suaminya pulang," ujarku diselingi gelengan kepala 3 kali.

     Jimin tertawa. Bukannya bangun ia malah merapatkan tubuhnya dan memelukku lebih erat, menyerukkan wajahnya di perpotongan leherku sambil mengecup singkat.

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Nov 19, 2023 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

ONE SHOT BANGTAN [M]Onde histórias criam vida. Descubra agora