e n a m

1.7K 246 7
                                    

Hari ini Louis tidak masuk, saat istirahat aku menelfon ibunya dan ia bilang bahwa Louis sakit, tapi ia bilang Louis melarangku untuk menjenguknya karna sakitnya tidak parah. Padahal aku sudah memiliki niat untuk menjenguk. Tapi louis sendiri yang melarangku..

Dan untuk kesekian kalinya, michelle membullyku. Dia membully ku 2 hari berturut turut?

Sialnya, aku selalu tidak bisa melawan orang yang menyakitiku. Aku malah down disaat orang berusaha menjatuhkanku.

Sekarang aku hanya bisa menangis dikamar. Sungguh, gunanya aku hidup apa? Semua yang kulakukan salah. Lantas mengapa aku diciptakan jika aku tidak berguna.

Dengan sedikit ragu aku mengambil silet dimeja sebelah tempat tidurku. Melihat masih banyak luka yang belum sembuh ditanganku, tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak melakukan cutting.

Aku mulai membuat garis dengan silet ditanganku. Tiba tiba tangisku pecah, pun aku memberhentikan aktifitasku. Aku merasa bodoh. Menaruh kembali silet yang baru kugunakan untuk membuat 2 garis tersebut.

Aku meraih ponsel disaku bajuku lalu menelfon Louis.

"Lou.."

"Hei, ada apa keira? Kau baik baik saja?" Sial suaranya tidak seperti biasanya, pasti karna dia sedang sakit.

"Aku tidak baik baik saja lou" aku kembali menangis.

"Aku akan segera kesana.."

"Tap--" belum aku berbicara Louis langsung mematikan telfonnya. Aku tau sekarang dia pasti panik. Sebenarnya aku tidak tega menyuruhnya kesini padahal keadaanya sedang sakit. Tapi tadi dia keburu mematikan sambungan telfon.

Aku membersihkan darah yang ada ditanganku dengan tissue. Aku hanya duduk ditempat tidur sambil memeluk kakiku sendiri.

Sial sekali, mengapa hidup ku tidak seberuntung orang lain?

Orang tuaku sibuk. Aku tidak punya teman perempuan. Nilai ku tidak sempurna. Selalu menjadi bahan bullyan orang orang.

Untungnya aku masih punya Louis, jika tidak aku bisa saja bunuh diri sekarang. Semakin lama aku merasa benar benar tidak berguna.

Hidupku hanya diwarnai oleh Louis, walau ku tau, hanya dengan Louis saja senyumku bisa berkembang.

Tapi kadang yang membuatku sedih adalah, disaat orang tuaku benar benar tidak menaruh keperdulian untukku. Mereka sibuk bekerja dan aku hanya diberi uang untuk kebutuhanku sendiri.

Kadang aku merasa iri pada anak anak diluar sana, yang orang tuanya perduli. Mereka sangat beruntung. Aku sangat iri, asal kau tau.

Aku manusia normal, aku juga ingin mendapat perhatian dari orang tuaku sendiri. Aku ingin kasih sayang dari darah dagingku sendiri. Tapi rasa nya semua itu sulit untuk aku dapatkan. Atau mungkin mustahil bagiku.

Kadang juga aku merasa tidak memiliki orang tua. Mereka terlalu sibuk.

Ya aku tau, bagaimanapun juga mereka tetap orang tuaku. Tapi mereka tidak pernah perduli padaku. Ku rasa mereka juga tidak menganggapku.

Disisi lain, i try to tell myself that im happy with who i am, but i hate almost everything about myself when i think of it.

entahlah, aku benar benar benci diriku sendiri. Tidak ada yang bisa dibanggakan dariku. Sial.

Sudah 20 menit terlewati, aku belum juga melihat batang hidung seorang Louis. Kemana dia?

Menghapus air mataku, aku menelfonnya tapi tidak ada jawaban. Jadi kuputuskan menelfon ibunya

PAIN // l.tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang