Part 1

36 1 0
                                    

Dunia luar kini hujan begitu deras. Kafka duduk disebuah kursi seraya memandangi hujan yang telah membasahi kota. Sekian banyak orang berlalu-lalang disetiap jalanan saat ini, ada yang berlari-larian karena takut bajunya basah, ada pula yang berhenti disebuah tempat untuk berteduh sejenak.

Angin dan hujan yang terasa dingin ini entah kenapa membuka kenangan lama Kafka. Sudah sekian lama dia tidak mengingat kenangan rapuh dan juga bisa membuatnya menjadi seorang wanita yang lemah.

Tiba-tiba saja Blade datang menyapanya sambil meletakkan secangkir kopi ke meja yang berada dihadapannya.

"Sampai kapan kamu merenung dan diam seperti itu, Kafka."

Tatapan tajam Blade kini menatap Kafka yang masih melihat keluar jendela. Perasaan dingin dan terasa menyakitkan itu masih dia rasakan hingga sekarang, namun tidak bisa pula dia ungkapkan melalui kata-kata.

"..."

Kafka hanya diam dan meminum secangkir Kopi yang Blade berikan padanya. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Blade yang melihatnya saat ini terlihat berbeda membuat ia sendiri merasa ingin tahu apa yang Kafka pikirkan sekarang.

Blade pun mencoba menebak apa yang Kafka pikirkan saat ini.

"Apa kamu sekarang sedang memikirkan bocah bernama Caelus itu?"

"!?"

Kafka yang bibirnya telah menyentuh pinggiran gelas kopinya mendadak terhenti sejenak. Kafka tersenyum kecil pada Blade yang sepertinya sudah menebak tepat sasaran apa yang saat ini dia pikirkan.

"Sepertinya kamu telah menebaknya dengan benar, Blade"

Meletakkan secangkir kopinya ke meja. Kafka kembali menatap Blade dengan tatapan sayu, namun meskipun begitu Kafka masih berusaha untuk tidak memperlihatkan sisi menyedihkannya pada Blade.

Blade yang telah benar menebak apa yang Kafka pikirkan saat ini pun semakin memiliki banyak pertanyaan pada Kafka.

"Bocah ini... Sebelumnya entah kenapa aku merasa sudah mengenalnya sejak lama... Apakah dia ada hubungannya dengan takdir yang Ellio katakan padamu?"

Kafka hanya menanggapi pertanyaan itu dengan satu senyuman. Namun, kali ini Blade merasakan senyuman itu bukanlah terasa manis melainkan sebuah senyuman pahit.

"Apakah kamu penasaran dengannya, Blade?"

"Tidak juga. Hanya saja, diriku mengatakan bahwa antara kamu dengan bocah bernama Caelus itu terlihat lebih dekat, apalagi semenjak kita pergi dari Xianzhou Luofu dan kamu sempat bertemu dengannya"

Sekali lagi Kafka termenung seraya meratapi butiran hujan melalui jendela disampingnya. Keadaan yang tidak pernah bisa dia ubah, serta keberadaan takdir yang begitu kejamnya memisahkannya dengan seseorang yang sudah sangat berarti baginya.

Dan lantas sekarang sedang dia perjuangkan, demi melawan takdir yang telah Ellio katakan padanya bertahun-tahun yang lalu.

"Blade."

"Iya?'

"Apa yang akan kamu lakukan jika Ellio mengatakan bahwa kamu akan ma** besok?"

Blade yang mendengarkan hal itu tentu saja akan sangat Bahagia. Karena sejak dulu keinginannya adalah ingin mati dan meninggalkan dunia yang telah dia benci untuk sekian lamanya.

"Tentu saja aku Bahagia."

Kafka meletakkan sendok kopinya ke atas meja. Senyuman yang dia perlihatkan sebelumnya perlahan-lahan memudar dan digantikan sebuah ekspresi sedih. Blade yang melihat itu hanya bisa terdiam dan semakin yakin bocah Bernama Caelus ini memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Kafka.

"Jika salah satu orang yang kusayangi akan ma** besok, maka aku tidak akan pernah menerima takdir seperti itu..."

"Jadi maksudmu kamu akan membantah apa yang Ellio beritahukan padamu!?"

"Tidak, aku tidak akan membantahnya... Akan tetapi aku akan berjuang untuk mengubah masa depan mengerikan itu..."

Blade tertegun sejenak. Dia pun akhirnya mengerti dengan apa yang Kafka maksudkan. Setiap takdir yang telah menjerat manusia tentu akan terasa menyakitkan jika takdir itu sendiri bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh setiap manusia.

Honkai Starrail Fanfiction | The Only Thing's I HaveOnde as histórias ganham vida. Descobre agora