02 ; Bayang-bayang dibelakang

22.4K 2.1K 379
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!


Beberapa kali, Apta pernah berpikir untuk mengirimi surat pada Bapak. Memangnya sudah ingat? Jawabannya sudah. Apta sebenarnya samar-samar ingat alamat rumahnya, bahkan denah rumah yang terakhir kali ia tinggali bersama saudara-saudaranya pun, Apta ingat jelas.

Hanya mungkin, untuk alamat rumah, Apta bisa saja keliru. Sebab ia juga tidak bisa memastikan kalau surat yang dikirimkan nanti akan sampai di tangan Bapak.

Kali ini, sembari dibantu oleh Ibu, Apta mencoba untuk mengingat kembali dimana rumahnya. Bahkan Apta rela bangun pagi-pagi sekali hanya untuk mengirim surat pada Bapak.

Walau kebanyakan yang Apta ingat cuma kenangan-kenangan menyakitkan, Apta tidak berniat sedikit pun melupakan Bapak dalam hidupnya.

Dalam lamunan panjang, Apta masih berusaha menepis kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi. Banyak kekhawatiran yang membuat riuh isi kepala dan hatinya, termasuk kekhawatiran soal surat yang ia kirimkan bisa saja tidak sampai di tangan Bapak dan mendapatkan balasan.

Tetapi ternyata, Apta lebih takut jika Bapak sampai tidak selamat dalam bencana Tsunami kemarin.

Sampai detik ini, Apta tidak pernah tahu apakah Bapak, Simbah, dan Saudara-saudaranya masih hidup, atau justru sebaliknya. Memikirkan hal itu pun sepertinya baru belakangan ini. Karena untuk memulihkan ingatannya saja, Apta butuh waktu yang tidak sebentar.

Maka setelah mendapatkan kesempatan mengingat kembali semuanya, Apta selalu ingin cepat-cepat memastikan keadaan keluarganya. Walaupun jika diminta untuk pulang, sepertinya Apta butuh waktu. Waktu yang tidak sebentar tentunya.

Sebab setelah ingatannya hilang, Apta yang diurus dan di rawat oleh Ibu Anjani, malah seperti terlahir kembali. Apta ingin tinggal lebih lama di sini. Sedikit lebih lama sampai ia siap untuk menerima kenyataan bahwa Bapak sangat menunggunya pulang.

"Memangnya nggak rindu sama suasana di sana?"

Suara lembut yang keluar dari mulut Ibu langsung membuat Apta menoleh. Lelaki itu kemudian membalas tatapan teduh yang selalu Ibu berikan padanya.

Apta hanya tersenyum. Tangannya masih memainkan selembar kertas yang sudah siap ia kirimkan pada alamat rumahnya dulu.

"Kalau semisal keluarga mu ada yang selamat, mau pulang, nggak?"

Tanpa ada beban, Apta menggeleng pelan. Hati dan otaknya selalu tidak sinkron, tidak sejalan. Otaknya menolak, sedangkan hatinya malah mengiyakan pertanyaan Ibu barusan.

Padahal itu hanya pertanyaan yang sengaja Ibu lontarkan untuk memancing agar ingatan Apta perlahan-lahan bisa kembali.

"Biasanya di rumah jam segini lagi ngapain?"

Apta melihat jam yang ada di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Ibu.

Jam sepuluh Pagi.

Hening lantas langsung menyelimuti mereka berdua. Apta mencoba mengingat dan membayangkan apa yang biasa ia lakukan dulu Jam Sepuluh Pagi.

Laut Pasang, 1994 (SEASON 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang