Bab 1 prolog

7 1 0
                                    

Aku Afsheen, namaku susah, aku tahu . Aku juga menyusahkan kok.

Malam Minggu pertama di bulan November tahun ini hujan turun dengan lebat, untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan Jakarta kembali merasakan hujan. Dengan petir pula.

Sialnya, aku tak berada dalam rumah yang hangat, melainkan meneduh dibawah halte busway dengan wajah pucat setengah kedinginan.

Kalau aku tidak menjadi panitia di festival kampus, aku juga tetap akan bermalas-malasan sedari kemarin. Hujan turun malam ini, pas sekali saat festivalnya selesai. Tapi aku tidak bisa pulang.

Seharusnya aku turuti saja kata mama tadi pagi untuk memakai pakaian yang lebih hangat, tapi kutolak karena cuaca tadi pagi sangatlah panas.

Sebenarnya aku membawa almamater kampusku di dalam tas ransel milikku. Tetapi aku takut dianggap norak atau fanatik kampus jika memakainya, terlepas dari kampus tempatku berkuliah adalah salah satu kampus terbaik di Indonesia.

Drrt... Drrt..
Handphone ku berbunyi, kontak bernama 'mama' menelponku.

"Halo ma" ucapku

"Kak udah malam, hujan pula.. kamu dimana?" Suara mama terdengar panik.

"Aku masih di halte busway ma. Nungguin Tj (Transjakarta) nggak datang-datang" balasku.

"Masih di Salemba?" Mama kembali bertanya.

"Iya, ma. Jemput dong" rengekku.

"Dijemput mas Yuta mau gak? Dirumah gak ada orang, kak. Mama kan gak bisa bawa mobil"

Aku menghela napas panjang, lagi lagi orang yang bernama Yuta itu yang diandalkan.

"Ya sudah" ucapku singkat sambil mematikan panggilan.

Sambil menunggu dijemput, aku ingin bercerita tentang Yuta.
Namanya Nakamoto Yuta, lahir di Osaka 23 tahun yang lalu sebelum akhirnya pindah ke Indonesia saat  berumur 7 tahun.

Ayahnya kewarganegaraan Jepang dan ibunya adalah sepupu ayahku yang asli Indonesia.

Keluarga mereka tinggal di Surabaya, akan tetapi setelah lulus SMA, Yuta lolos tes masuk PTN yang sama denganku sekarang dengan jurusan yang sama pula yaitu kedokteran, yang berada di Jakarta. Sehingga ibunya Yuta menitipkan putranya itu ke keluarga kami yang memang berada di Jakarta.

Rumah keluargaku memiliki rumah kecil yang terdapat di halaman belakang, sebelumnya itu tempat tinggal untuk pekerja yang menetap, akan tetapi sekarang dialih fungsikan sebagai tempat untuk Yuta tinggal selama di Jakarta.

Yuta sebenarnya sangat baik juga pintar, tutur katanya sangat lembut ketika berbicara, dan penuh senyum.

Sikapnya mengingatkanku pada seekor golden retriever. Yeah, he's a golden retriever boy.

Akan tetapi sikapnya yang seperti itu juga yang membuat aku tak tega padanya, ia terlalu penurut, orang tuaku sering meminta tolong padanya untuk melakukan banyak hal.

Yuta sering dimintai tolong menjaga adikku, mengantar jemput aku jika sedang di situasi semacam ini, mengangkat galon, hingga pekerjaan kecil seperti memanaskan mobil. Ayolah dia bukan supir.

Aku sedikit kasihan dengannya, tapi mau bagaimana, orang tuaku agak sedikit susah diberitahu.

Yuta lebih tua dariku 5 tahun, sekarang ia sedang koas disalah satu rumah sakit swasta, masih di Jakarta, sedangkan aku adalah mahasiswi semester 1 yang sok sibuk.

Begitulah tentang Yuta.

Aku melirik kearah jam tanganku yang menunjukkan pukul setengah sepuluh, dimana Yuta? Kenapa lama sekali?

Drrt...Drrt
Handphone ku berdering kembali, kali ini kontaknya bernama 'mas Yuta'.

"Halo mas" ucapku

"Tunggu disitu, gua markir mobil diseberang jalan, soalnya males muter, lu tunggu disitu aja nanti gua jemput" ucapnya.

Telpon diputus.
Fine, I'm just gonna wait here.

Berselang 2 menit seorang pria berbaju kaos menghampiriku, aku tersenyum melihat ia membawa payung beserta jaket.

"Maaf ya lama, tadi agak macet deket rumah. Tadi mama lu nitipin jaket, katanya takut lu masuk angin soalnya pakek baju crop top" ucapnya.

"Makasih mas Yuta, iya kayaknya agak masuk angin deh, bodoh banget aku malah pakek crop top" ucapku

"Wajar sih, tadi siang panas soalnya. Ayo nyebrang udah lampu merah" ucapnya sambil membukakan payung milikku.

astaga pria ini, act of service nya membuatku tersenyum.

Aku berjalan pelan karena takut terpeleset, begitu pula pedestrian yang lain. Aku asyik pada langkahku, ketika cahaya sangat terang hadir dekat sekali denganku.

Sebuah mobil menerobos lampu merah, menabrak para pejalan kaki yang sedang menyebrang.

Aku merasa terpental jauh, diantara sadar dan tidak sadarku, aku bisa melihat dengan samar beberapa orang pula tergeletak didekatku.

Jalanan, darah, orang-orang yang berteriak ketakutan.

Aku masih bisa merasakan Yuta menangis sambil mengangkat tubuhku rendah, lengannya penuh dengan darah setelah menyentuhku.

Orang-orang berkerumun disekitar ketika aku merasakan sakit yang luar biasa, aku merasa sakit yang lama lama semakin memudar seiring dengan kesadaranku.

aku merasa sesuatu didalam tubuhku ditarik secara perlahan kearah atas dan puncak dari rasa sakit ini ketika tarikannya trlah mencapai leherku.

Aku tahu ini semua, pertanda ini semua, aku kira impianku akan menjadi nyata untuk mati diusia tua dengan dikelilingi anak dan cucuku di ranjang rumah sakit yang hangat.

Mungkin sudah sebaiknya aku mati muda, dengan tubuh setengah hancur berdarah-darah terkapar di jalanan.

Tak apa, darahku akan menyatu dengan air hujan, kemudian kembali menguap dan turun lagi kebumi. Aku akan selamanya dikenang.

Tapi Tuhan kalau aku boleh jujur, aku tak ingin mati sekarang.

Hai gaes gimana cerita gua kali ini? Semoga lu pada suka ya. Terus baca cerita dari inialuta dan jangan lupa vote dan tinggalin komentar kalian biar ceritanya lanjut terus dan gua bisa lebih semangat nulis cerita.
Love you puoll..
-author-

How could?Where stories live. Discover now