Nine

24.4K 1.6K 345
                                    

HY. Thanks ya atas support kalian. Aku jadi semangat buat lanjut bikin cerita. Oh iya. Aku juga mau bilang, bahwa mungkin aja aku bakal update lambat buat cerita aku yang Who are you?. Dan bakal sedikit fokus ke sini

Happy reading.

Foto di atas itu adalah Kiri yang lagi tidur. Sia Dimitri bakal ngelakuin apa ya kalo ngeliat pemandangan kaya gitu? Penasaran? Tunggu aja

***

Dimitri masih memeluk Kiri di sana. Yang Dimitri inginkan sekarang adalah meyakini Kiri bahwa yang dia katakan kemarin adalah murni karena dia sedang tertekan dan emosi.

"Bukannya sudah aku bilang, jangan pikirkan soal ucapanku. Aku sedang emosi saat mengatakannya." Ujar Dimitri pelan sambil mengelus pucuk kepala Kiri.

Sedangkan di dada Dimitri, Kiri masih menangis tanpa suara. Ada perasaan nyeri di dadanya, entah apa. Mungkin Kiri takut kalau Dimitri sudah mengerti perasaannya sekarang. Walaupun Kiri ingin sekali mengatakan secara langsung kalau dia suka pada Dimitri dan hatinya hancur saat mendengar apa yang di ucapkan pria itu di toilet. Tapi tetap saja, Kiri terlalu pengecut untuk itu.

Dimitri melepas pelukannya, menatapi wajah Kiri yang basah oleh air mata. "Jadi kau mendiamiku karena kata-kataku? Kau sedih karena aku tidak menyukai orang sepertimu?" Suara Dimitri terdengar menggoda Kiri.

Dengan kasar, Kiri mengusap pipinya yang basah dengan punggung tangannya. "Kenapa harus ditanya lagi? Dasar bodoh, memangnya tadi tidak jelas ya?" Ujar Kiri kesal sambil membalas tatapan Dimitri.

Dimitri tersenyum saat melihat tatapan sebal Kiri padanya. Menyadari bahwa anak ini memang akan seperti ini dan tidak bisa dirubah. Kepribadiannya memang akan selalu membuat Dimitri kesal. Lalu selama Dimitri masih suka dan tidak terganggu, kenapa Kiri harus berubah?

"Hei. Kau dengar ya. Aku sebenarnya suka dengan orang yang nakal sepertimu. Aku suka sekali." Ucap Dimitri pelan, suaranya seperti orang berbisik.

Bibir Kiri menjadi kelu saat mendengarnya. Tidak menduga sama sekali kalau Dimitri akan mengatakan itu. Dan apa maksudnya Dimitri mengatakan itu? Kiri menjilat bibirnya yang mengering dan menolehkan wajahnya ke arah lain.

"Kau sedang menembakku?" Tanya Kiri dengan bibir bergetar.

Kali ini Dimitri yang terdiam. Mengingat lagi kata-katanya barusan. Apa itu terdengar seperti orang yang sedang menyatakan cinta? Dimitri seketika menjadi galau, dia berfikir apa sebaiknya dia mengiyakan saja pertanyaan Kiri dan mengatakan semua tentang perasaannya? Waktunya sedang pas sekarang, dan mereka hanya berdua. Tapi sesuatu mengganjal di dada Dimitri. Lalu, kalau ia nyatakan cintanya, apa lagi? Apa yang akan mereka lakukan? Berkencan? Bercinta?

Hal-hal seperti itu adalah poin terakhir yang ia akan tulis di agenda kehidupan remajanya. Dimitri memang tidak terlalu tertarik tentang berkencan dan pacaran. Lagi juga cinta itu tidak pernah kekal bukan? Kalau dia dan Kiri pacaran, mereka pasti akan putus dan hubungan pertemanan mereka sejak kecil akan berakhir. Karena setahu Dimitri, jarang sekali ada mantan kekasih yang sangat dekat. Dan memikirkan bahwa mereka akan menjauh membuatnya takut. Lebih baik berteman seperti ini saja tapi abadi, dari pada pacaran tapi hanya sesaat.

"Aku kan bilang, aku suka dengan orang nakal sepertimu. Bukan dirimu. Paham tidak?" Dimitri meraih bahu Kiri dan menariknya agar tubuh merek menempel.

Kiri memberontak sedikit. "Jadi kau tidak menembakku?" Tanya Kiri dengan polosnya.

Dimitri tersenyum simpul. "Kau akan mati kalau aku tembak. Bodoh."

Kiri menatap ke arah Dimitri dengan cepat dengan mata memicing. "Aku serius, Dim."

Bestfriend. Sorry, But I Love You. (Selesai)Where stories live. Discover now