[3] Kerja Kelompok

10 1 0
                                    


Jauh juga ya, ada yang kangen?

Jauh juga ya, ada yang kangen?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


***



Suara deru motor membuat gadis berkaos oblong itu bangkit dari duduknya. Lantas melangkah menghampiri tiga motor yang kini terparkir di depan pekarangan rumahnya.

"Dapet kainnya?" tanya Ryana yang berdiri di samping motor Alfian.

"Dapet, tapi harganya lebih mahal dari perkiraan kita kemarin," jawab Suno sembari membuka helm-nya.

"Berapa?"

"Kamu mau tanya-tanya dulu nih baru suruh kita masuk?" Alfian menyahut, membuat Ryana menyengir.

"Ayo masuk dulu," ajaknya mempersilakan kawan-kawannya untuk duduk di teras depan rumah yang sudah digelarkan karpet.

Setelah semuanya duduk, Gisel memgeluarkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat taplak meja tersebut. Bahannya terdiri atas kain putih polos berbentuk persegi, pewarna kain berwarna biru benhur, tali rapia, kelereng, penggaris dan pensil.

"Apa langkah pertamanya?" Libra yang sedari tadi diam kini bersuara setelah bahan-bahan itu berada di tengah-tengah mereka.

Ryana dengan cepat mengambil buku tulis di depannya. Membukanya pada halaman bertuliskan langkah-langkah pembuatan taplak meja itu.

"Pertama, buatlah pola yang diinginkan pada kain." Ryana menunjuk kain yang tergulung rapi tersebut. "Buka, Yan," suruhnya pada Alfian yang duduk di samping kanannya.

Cowok itu lantas meraih kain tersebut. Membentangkannya di tengah mereka. "Ini diapain?" tanyanya pada Ryana yang kembali menatap buku.

"Dalam hal ini, pola yang dibuat adalah pola melingkar seperti bundaran matahari. Cara membuatnya yaitu dengan mengukur jarak pola dari masing-masing ujung kain ke tengah dengan ukuran 10 cm. Lalu masukkan kelereng pada bundaran yang telah digambar dan diikat dengan tali rapia."

"Aku yang ukur ya," sahut Gisel yang telah siap dengan pensil dan penggaris di tangannya. Gadis berponi rata itu mulai sibuk dengan pekerjaannya. Tentu saja ia melakukannya dengan bantuan Libra.

"Apa langkah selanjutnya, Rya?" tanya Eri yang sedari tadi hanya memperhatikan.

"Kedua, jika sudah membentuk pola, rebus kain tersebut pada air mendidih yang telah diberi warna—"

"Njir, kita belum rebus air!"

"Santai, ada Suno yang bakal kerja dengan sukarela," kelakar Alfian mendapat jitakan oleh sang empunya nama.

"Oke gak apa-apa. Saya aja yang rebus airnya, ayo No!"

"Ujung-ujungnya disuruh juga," gerutunya tetap bangkit mengekori Ryana yang masuk ke dalam rumahnya. Alfian dan Eri tertawa mendengar sang sohib. Kapan lagi kan bisa menertawakan Suno si paling serius?

Laki-laki dengan hoodie kebesaran itu melambai singkat, tak peduli dengan dua temannya itu. Kini mengikuti Ryana yang masuk ke dapur.

Suno diam di ambang pintu dapur. Memperhatikan Ryana yang berusaha meraih panci besar di atas lemari dapur. Cowok itu berdecak kala Ryana tak kunjung mampu meraihnya.

"Makanya kalo gak sampai itu bilang," katanya dibalas desisan oleh si cewek.

"Berapa liter mau rebus air?" tanya Suno mengambil alih pekerjaan Ryana. Cowok itu beranjak ke wastafel. Mulai mengisi air.

"Memang harus diukur? Kan bukan pelajaran matematika," tanya Ryana sambil menggaruk kepala yang tak gatal.

Suno terkekeh pelan, tak habis pikir dengan Ryana yang selalu mengaitkan dirinya dengan pelajaran yang menurutnya menyenangkan itu. "Gak gitu, Rya. Saya nanya aja, siapa tau harus full airnya biar tenggelam nanti kainnya," katanya meluruskan.

"Saya kira harus diukur," ucap Ryana dengan cengiran khasnya. Membuat dua titik lesung di bawah matanya terlihat jelas.

"Manis," celetuk Suno tanpa sadar.

"Apa? Airnya?" Ryana menampilkan wajah cengo, membuat cowok itu lantas tertawa renyah.

"Apa ih?" Bibir cewek itu mengerucut dengan dahi berkerut samar.

Suno menggeleng, "Gak ada."

Ryana masih berharap Suno menjawab rasa penasarannya, tetapi lelaki itu mulai sibuk dengan kegiatannya. Membiarkan Ryana bersedekap dada di belakangnya.

Berbeda dengan suasana dapur yang cukup tenang, di teras depan disuguhi dengan suara konser dadakan keempat remaja itu. Dengan Gisel sebagai center  utama konser dadakan tersebut.

"Asik asik jos!"

"Anjir, kamu kira dangdut!" protes Eri pada Alfian yang asal improvisasi lagu yang dinyanyikan Gisel.

Yang ditegur tak peduli, lanjut menikmati suara merdu cewek berponi rata itu. Sementara Libra sibuk mengabadikan momen Gisel yang bernyanyi dengan ceria. Sesekali sambil tersenyum melihat gadis itu berduet dengan Alfian.

"Woilah konser gak ngajak-ngajak!" seru Ryana berlari kecil ke arah mereka. Lantas duduk lebih dulu tanpa menunggu Suno yang sedang membawa panci besar. Jelas cowok itu mendecih, bisa-bisanya ia membawa panci berisi air panas itu sendirian.

"Lha, udah mateng?" tanya Alfian sembari menyingkir, memberi jalan untuk panci besar itu berada di tengah mereka.

"Belum, coba deh celupin tanganmu ke sini," jawab Suno greget dengan pertanyaan tak bermutu Alfian.

Alfian mendelik, tak membalas julidan Suno karena Gisel segera menengahi keduanya. Gadis cantik itu dibantu Ryana segera mencelupkan kain yang telah diikat-ikat itu pada panci yang berisi air warna.

"Berapa menit direndam, Rya?" tanya Libra yang turut membantu Gisel menahan kain itu agar tidak mengambang naik.

Ryana memberikan kayu sebagai penahan itu pada Gisel, lantas meraih bukunya guna melihat prosedur kerja pembuatan taplak meja itu lagi.

"Sekitar 20 menit, Li," jawab Ryana kembali menaruh buku itu di depannya. Lantas mengambil alih kayu yang dipegang Gisel. Namun, kayu tersebut jatuh ke dalam panci sehingga air yang masih panas itu terpercik ke tangan Gisel.

"Gisel!" seru ketiga cowok itu, mendekat ke arah Gisel yang kepedihan.

"Eh, maaf Sel, aku gak sengaja. Kayunya licin," cicit Ryana merasa bersalah karena kayu itu jatuh karena dia.

Gisel meringis pelan, "Pedih, Rya," rengeknya membuat Libra maju. Cowok itu lantas membawa Gisel ke arah keran depan rumah Ryana. Membantunya mendinginkan bekas cipratan air panas di tangan Gisel, seraya meniup-niupnya pelan.

Alfian, Eri, Suno, dan Ryana hanya bisa menatap keuwuan di depannya. Sebelum akhirnya Alfian menceletukkan sesuatu pada Ryana yang berada di sampingnya.

"Kamu ... gak kenapa-napa 'kan?" bisiknya membuat gadis itu terbelalak. Lantas menoleh ke arah Alfian.

Memangnya ... apa yang Alfian tau?

***










Under 1k, but gwenchanayo karena kisah ini agak sulit

Voment juseyo~

Kilas Balik : Ryana Adistya Where stories live. Discover now