8. Katanya mati rasa?

Start from the beginning
                                    

Pun dengan James. Aku tidak pernah merasa aku berhasil membuat James lebih baik dari sebelumnya. Itu semua karena James masih memiliki kemauan untuk menikmati gulali di hari-hari selanjutnya.

"Kenapa kamu tersenyum ketika memasuki ruanganku?" Tanya ku pada Rose.

"Dokter mengatakan aku cantik saat tersenyum," jawab Rose tersipu.

Aku terkekeh. "Benar, aku bahkan hampir tidak mengenalimu, kamu terlalu cantik,"

Rose tertawa dengan renyah, tawa yang lega.

"Ada cerita apa hari ini? Atau kemarin? Atau beberapa hari belakangan?" Aku mulai bertanya.

Rose menggelengkan kepalanya. "Tidak ada."

"Ish. Yang benar? Kuliahmu bagaimana? Orangtua mu? Kucing kesayanganmu?"

"Kalau aku memilih mati hari itu mungkin Pho dan Mae tidak akan memintaku segera pulang setelah kuliah dan makan bersama ketika kami berkumpul. Mungkin bola bulu ku akan kesepian tidur di kasurku yang terlalu besar, dan mungkin aku tidak melihat sisi lain dari teman kuliah ku yang sekarang selalu bertanya dimana aku - apakah aku sudah makan dengan baik - atau apakah hari ku menyenangkan? Hehehe"

Aku ikut tersenyum untuk Rose. "Benar kan? Kehilangan hidupmu memang benar membuat masalahmu otomatis berhenti, tapi itu hanya akan menyakiti orang-orang di sekitarmu. Keluargamu yang mencintaimu mereka sangat berharga, temanmu berharga, guru mu berharga, dan dirimu lebih dari berharga. Cintai dirimu dan jaga dirimu, karena kamu sangat berharga," ujarku pada Rose.

"Terimakasih Dokter."

Aku mengangguk, "Tidur mu sudah lebih baik?"

"Uhhm. Aku sudah tidak membutuhkan obat tidur lagi hehe."

"Aku senang mendengarnya. Pusing? Kram perut?"

Rose menggeleng dengan yakin. "Ketika nyaris pusing aku akan duduk di ranjang ku. Mengatur diriku dan meminta tubuhku bekerja sama untuk tidak menerima kekhawtiran yang berlebihan tanpa sebab. Aku bisa melewatinya dan aku tidak pusing lagi, Dokter."

"Kamu jagoan, tahu!"

Rose tertawa lagi. Namun dalam tawa itu aku masih menangkap sorot pilu di sepasang mata ovalnya.

"Rose," aku memanggilnya.

"Kha?"

"Minggu depan kita bertemu lagi ya?"

"Tapi aku sudah sangat lebih baik, Dokter."

"Tidak perlu bertemu di rumah sakit. Kita bertemu di kedai es krim, okay? Aku menraktir mu karena kamu sangat semangat."

"Sungguh?"

"Uhhm."

"Terimakasih Dokter."

"Ucapkan terimakasih juga pada dirimu sendiri sudah sekuat ini."

"Hehehe, kha Dokter."

"Ini resepmu," aku memberikan kertas resep pada Rose.

"Resep lagi?"

"Vitamin, supaya kamu lebih nafsu makan. Okay?"

Rose terlihat membaca nama obat yang aku tulis. "Ish, ini obat seperti biasanya."

"Haha, anak pintar. Untuk berjaga-jaga saja."

"Uhm, baiklah."

"Okay... Sampai bertemu Minggu depan Rose,"

"Kha, Dokter. Bye suster"

"Hati-hati menaiki kendaraan umum Khun," pesan Mon.

Rose beranjak dari depanku dan pergi meninggalkan ruangan.

BACK TO YOU Where stories live. Discover now