Epilog

27 4 0
                                    













Sedari tadi Jeno memperhatikan seorang ayah yang sedang menyusuri bibir pantai bersama putranya. Meski ia melihatnya dari depan kedai tampak ayah-anak tersebut bersenda gurau. Jarang-jarang Jeno melihat ada yang datang ke pantai di akhir musim gugur ini.

Usai membersihkan kaca jendela kedai Jeno pun masuk ke dalam dan kembali menjaga kasir. Beberapa menit kemudian ayah-anak yang dilihatnya tadi memasuki kedai lalu memesan makanan padanya.

Perlu menunggu kisaran sepuluh menit untuk Jeno mengantarkan pesanannya. Setelahnya ia kembali berdiri di tempat kasir. Suasana kedai cukup sepi karena pelanggan yang datang bisa dihitung dan ditambah tidak ada kehadiran Haechan.

Rekan kerjanya itu absen karena liburan keluarga. Itulah alasan ia menjadi pendiam dan terus memperhatikan sekitarnya, termasuk kembali memperhatikan ayah-anak tadi.

Jujur Jeno iri. Ia juga ingin berada di posisi tersebut. Menghabiskan waktu bersama sosok ayah yang bisa dijadikan tempat sandaran. Namun harapannya itu mustahil terjadi. Ia hanya anak yang berjuang sendiri tanpa didampingi kasih sayang orang tua.

Tak terasa sekarang sudah pukul empat sore. Kedai begitu sepi tanpa ada pelanggan lagi. Jeno melepaskan apronnya lalu merapikan meja kasir. Sebelum beranjak pergi ia pamit dulu pada Irene di dapur.

Seperti hari-hari sebelumnya Jeno pulang melewati hamparan pasir putih dengan pandangan yang tak lepas dari laut. Angin yang sangat dingin di akhir musim gugur membuat Jeno memeluk dirinya sendiri.

Tiba-tiba ada suara yang memanggilnya. Suara yang familiar tapi sudah lama tak didengarnya. Alhasil Jeno menoleh, ia terkejut melihat presensi orang yang dihindarinya.

Itu Lee Donghae, seseorang yang mengangkatnya sebagai anak. Jeno diam tak bergerak karena masih dalam keterkejutannya. Donghae pun mendekatinya dan berdiri di sampingnya.

"Akhirnya aku menemukanmu, Jeno."

Jeno masih diam.

"Aku mencarimu kemana-mana, kau baik-baik saja, kan?"

Kedua mata Jeno tak ingin bertemu tatap dengan Donghae, ia lebih memilih memandangi laut.

"Kenapa Anda mencari saya? Anda ingin mengambil uang Anda yang saya curi?" Tanya Jeno pelan.

"Aku bahkan tak sadar jika uang kotor itu kau curi." Ucap Donghae sambil menatap pemuda yang masih ia anggap anak itu.

"Tenang saja, uang Anda masih utuh, saya akan kembalikan."

Melihat anak angkatnya yang tak mau menatapnya itu membuat perasaan bersalahnya semakin besar. Sembari menunduk ia kembali berucap tapi dengan suara bergetar.

"Jeno, maafkan aku. Maaf aku tak bisa menjadi ayah yang baik, maaf telah menyuruhmu banyak hal yang tak pantas dilakukan anak kecil, maaf atas semua perbuatanku hingga kau memilih pergi." Kini Donghae terisak, ia menangis menyesali perbuatan jahatnya pada Jeno.

Karena tangisan Donghae, Jeno akhirnya menoleh menatap orang yang pernah ia anggap ayah. Donghae pun membalas tatapan Jeno, "maaf Jeno, maafkan aku."

Dengan mata yang berkaca-kaca Jeno mengangguk kemudian ia masuk ke pelukan Donghae. Keduanya terisak, secara batin meluapkan rasa penat yang dirasakan masing-masing.

Setelah melepaskan pelukannya, Donghae berujar, "Jeno pulang ya, temani hari-hariku sebagai anakku."

Jeno diam memikirkan.

"Aku tidak seperti dulu lagi Jeno, semenjak kau pergi, semenjak aku jatuh dari jabatan, semenjak istriku meninggal, aku sadar aku telah melakukan banyak dosa."

"Jadi, Jeno anakku, mau kan pulang dan tinggal bersama Ayah?"

Senyuman Jeno muncul hingga menenggelamkan matanya. Ia mengangguk beberapa kali, "aku mau menghabiskan hari-hariku bersama Ayah."

Donghae tersenyum lalu merangkul anaknya. Keduanya memandangi matahari yang perlahan menurunkan diri. Kemudian butiran salju turun mengenai mereka yang tak beratap.

Musim gugur pergi diganti dengan musim salju yang tentunya lebih dingin. Namun meski begitu bagi Jeno musim saljunya kali ini akan jadi hangat bersama sosok Ayah di sampingnya.













END

- HIS SMILE -
















Aku bikin cerita ini tuh karena senyumnya Jeno itu indah banget, gemes gitu matanya sampe ilang.

Terus juga Jeno kalo jatuh, terjungkal, terhempas, dll dia tetep senyum, gak keliatan marah. Karena itu aku gak suka kalo baca ff ada karakter Jeno yang dibuat antagonis, gak cocok ke dianya.

Nah segitu aja bacotnya tentang Jeno. Kita akhiri pertemuan dengan perantara cerita His smile ini dengan ending bahagia.

Oh ya, buat yang pengen baca karyaku yang lain, bisalah mampir di cerita "Rainbow" yang baru aja publish.

Okay bye!

His Smile | NCT Dream ✓Where stories live. Discover now