| 14. Suami Romantis |

303 29 3
                                    

            Sesuai keinginan Jiyeon, hari itu dia dan Jungkook melakukan piknik di Jardin du Luxembourg, sebuah taman yang luas dengan aneka macam bunga berwarna-warni—sungguh memanjakan mata siapa pun yang melihat. Itulah mengapa Jiyeon begitu ingin bersantai di tempat itu, impiannya sejak dulu dan kini telah terwujud berkat sang suami hebatnya.
Di atas karpet ukuran sedang, Jiyeon menyusun makanan yang tadi dia beli bersama Jungkook. Tak lupa novel favorit sebagai pelengkap. "Sudah selesai." Jiyeon tampak bahagia sekali, kalau sudah begini Jungkook tidak akan tega merusak kebahagiaan gadis itu. Dia ikut senang jika sang istri senang. "Sebelum makan, kita foto dulu."
"Baiklah."
Jungkook hanya pasrah mengikuti kemauan Jiyeon, sebab siang hari adalah milik gadis itu sementara malam hari adalah miliknya. Puas mengambil gambar, Jiyeon pun menyuapi Jungkook pasta. "Buka mulutmu!" Dengan sedikit malu-malu Jungkook menerima suapan sang istri. "Sebenarnya, piknik lebih berkesan jika dimasak sendiri."
"Kita piknik lagi saja saat di Seoul nanti, aku juga penasaran ingin merasakan masakan istriku." Jiyeon tersenyum mendengar perkataan suaminya.
"Sungguh? Kau mau piknik bersamaku lagi?"
"Iya, everything for you, My Wife."
Jiyeon tersenyum senang, hanya dengan hal sederhana seperti itu dia sudah bahagia. Sebenarnya Jiyeon menyukai hal-hal sederhana, mudah membahagiakan gadis cantik tersebut.
"Akan kubuatkan makanan kesukaanmu nanti, ah—btw, aku belum tahu apa pun soal makanan yang kau sukai dan tidak kau sukai. Bisakah kau memberitahuku? Apa kau punya alergi pada makanan tertentu? Kalau aku suka semua kecuali bayam. Aneh memang, tapi aku tidak suka rasanya."
Jungkook tertawa kecil, rupanya gadis yang sudah resmi menjadi istrinya itu memiliki sifat cerewet juga. "Kenapa kau malah tertawa bukannya menjawab?!"
"Habisnya kau bicara seperti kereta api, panjang dan cepat."
"Maaf, aku kadang-kadang seperti ini jika antusias pada sesuatu."
Jungkook mengelus kepala Jiyeon, membuat sang empu terdiam. "Tidak apa-apa, aku suka. Kau mirip Jieun jika begini."
"Heh?"
"Kalian sama-sama cerewet."
"Oh."
Entah mengapa ada getaran aneh ketika sang suami membicarakan gadis lain, dia merasakan Jieun memiliki tempat khusus dalam hati Jungkook. Ya, feeling seorang wanita terkadang amat sangat peka. "Katakan makanan favoritmu apa?" Enggan membahas mengenai Jieun lebih lanjut, Jiyeon memilih mengalihkan pembicaraan.
"Aku paling suka sup ayam buatan ibuku, sayangkan aku tidak akan pernah merasakannya lagi." Ada gurat kerinduan sekaligus kesedihan di mata Jungkook, "Ayah dan ibuku, meninggal ketika aku masih duduk di bangku kelas empat SD."
Jiyeon tahu kesedihan Jungkook, sebab dia pun telah kehilangan sosok ibunya. Ya, meskipun dia jauh lebih beruntung masih memiliki seorang ayah. Gadis itu menggenggam jemari suaminya lembut.
"Kau tidak sendirian, jangan sedih. Emm—aku janji akan buatkan sup yang enak saat di Seoul."
Melihat betapa tulusnya sang istri berusaha menghiburnya, Jungkook tersenyum bahagia. Sebuah ciuman intens dia daratkan sebab dadanya terlalu membuncah. "Terima kasih, Sayang."
Pipi Jiyeon merona, dia jadi salah tingkah dicium tiba-tiba seperti tadi. "Eoh—ayo makan lagi." Mereka melanjutkan makan sembari mengobrol ringan, setelah puas Jiyeon memutuskan untuk membaca novelnya. Saat itulah Jungkook merasa kesal sebab Jiyeon mengabaikan dirinya dan fokus pada bacaannya. Pria itu tengah berbaring di pangkuan Jiyeon, bahkan wajah sang istri terhalang oleh buku yang gadis itu pegang. Akhirnya Jungkook merebut buku Jiyeon,  "Jungkook, apa-apaan sih?!" Kesalnya cemberut, sedang asyik membaca konflik tiba-tiba novelnya direbut.
"Apa tujuan piknik ini, untuk mengabaikan aku hmm?"
"Bukan begitu, aku pikir kau tidur."
"Tidur? Aku tidak bisa tidur tanpa bercinta dulu. Jadi, tidurku hanya di malam hari."
"Heol—lalu apa yang harus kita lakukan sekarang? Suasananya sangat nyaman untuk membaca tahu."
"Kau bisa lakukan itu nanti saat tidak punya pekerjaan, di Seoul. Kita ada di sini untuk menghabiskan waktu berdua saja."
"Iya-iya, maaf."
Jungkook melihat ada remaja yang bersepeda di sekitar sana, pria itu pun mendapatkan ide cemerlang. "Tunggu di sini!"
"Eh, mau kemana?!" Jiyeon menatap punggung Jungkook yang menjauh heran, pria itu meninggalkannya begitu saja. Rupanya Jungkook menghampiri remaja yang bersepeda itu, menghadang jalannya.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya remaja tersebut dengan bahasa Prancis, Jungkook memberikan beberapa lembar euro padanya.
"Aku pinjam sepedamu, okay?" Remaja pria itu mengangguk senang, tentu saja dia tidak keberatan sebab Jungkook memberinya banyak uang.
Jiyeon penasaran apa yang suaminya lakukan, jadi dia menghampiri Jungkook segera. "Jungkook, apa yang kau lakukan?"
Jungkook tersenyum, dia telah menaiki sepeda tersebut. "Ayo berkeliling taman dengan sepeda!"
"Heh? Sepeda ini bahkan tidak memiliki boncengan."
Jungkook menarik Jiyeon agar duduk di depannya, tepat di badan horizontal roda dua tersebut. "Begini jadi lebih romantis tahu."
"Tunggu—Jungkook, kau serius? Nanti aku jatuh bagaimana?!"
"Tidak akan, pegangan yang erat!"
"Jungkook, tidak—ahhhh!" Teriakan Jiyeon menggema ketika Jungkook mengayuh sepedanya dengan cepat. Awalnya ketakutan, lama-kelamaan gadis itu menikmati perjalanan mereka. Dia tersenyum ketika hembusan angin menerpa wajahnya, sejuk sekali.
"Menyenangkan bukan?" Gumam Jungkook dibalas anggukan kepala dari Jiyeon, sungguh keduanya belum pernah merasa sebahagia hari itu—menemukan seseorang yang membuat hati merasa nyaman satu sama lain.

***

Sore hari yang indah di Paris, Jungkook mengajak Jiyeon pergi berbelanja guna mencari oleh-oleh untuk kakek serta sahabatnya. Tentu saja Jiyeon sangat senang Jungkook menyuruhnya membawakan oleh-oleh untuk Soojung dan Sungyoon. Sang suami memang seroyal itu, lagi-lagi Jiyeon merasa sangat bersyukur.
Selesai membeli oleh-oleh, Jungkook mengajak sang istri ke toko salah satu brand fashion ternama guna membeli beberapa pakaian. "Pilih saja yang kau suka."
"Aku tidak perlu pakaian baru, Jungkook."
Jungkook mendesah, "Suamimu ingin beli pakaian untukmu, haruskah kau menolaknya?"
"Bukan begitu—”
"Cepat pilih, aku juga mau beli beberapa." Jiyeon mendesah, jika Jungkook sudah memerintah maka sulit untuk dibantah. Akhirnya dia memilih sebuah dress simple, namun matanya melotot setelahnya melihat berapa harga dress tersebut. "Gila! Ini biaya hidupku tiga bulan," Buru-buru Jiyeon meletakkan kembali dress tersebut dan mencoba mencari yang harganya lebih manusiawi. Sialnya, dia tidak dapat yang lebih murah.
"Kalau suka ambil saja dress yang tadi!" Jungkook tiba-tiba muncul di belakangnya, Jiyeon sampai terlonjak.
"Jungkook—semua dress disini harganya luar biasa mahal. Aku tidak tega memilih."
Jungkook terbahak, "Astaga—tentu saja mahal, kita ada di butik brand populer. Lagipula, ini tidak mahal bagiku. Ambil saja. Atau perlu aku yang pilihkan? Mungkin kau akan menyesal dengan pilihanku."
"Ba—baiklah, aku ambil yang tadi saja." Jiyeon mengambil kembali dress berwarna pink pastel tersebut, Jungkook tersenyum diam-diam. Kemudian matanya menangkap sebuah dress yang sangat elegan, long dress berwarna emerald yang terpajang indah di mannequin.
"Aku ambil yang itu! Dan tolong sekalian dandan istriku." Pelayan itu mengangguk sembari tersenyum.
Jungkook menghampiri Jiyeon kembali, "Kau coba gaun yang kupilihkan. Kalau cocok pakai saja, jangan di lepas."
"Maksudmu?"
"Mari Nona, ikut saya." Pelayan toko menarik tangan Jiyeon dengan sopan, gadis itu hanya pasrah dengan raut wajah bingung.  Tiga puluh menit kemudian, Jiyeon keluar dari kamar ganti dengan begitu memesona, menggunakan dress emerald pilihan Jungkook. "Nona sangat cantik dengan gaun pilihan Anda, Tuan."
Jungkook mengangguk setuju, "Ya, good job. Istriku cantik itu fakta, dan berkat kalian dia makin bersinar."
Jungkook bertepuk tangan menghampiri sang istri, "Woah—you're always gorgeous!" Jiyeon hanya merotasi bola mata malas.
"Terima kasih pujiannya, tapi untuk apa aku berpakaian begini?!"
"Tentu saja kita akan makan malam romantis," Jungkook memberikan lengannya, "Ayo, Sayang."
"Baiklah…." Jiyeon menjadi gadis yang begitu penurut hanya pada Jungkook, entahlah dia selalu tidak memiliki daya untuk membantah. Atau mungkin dia tahu tidak akan pernah bisa membantah Jungkook.
Seperti ucapannya, Jungkook benar-benar membawa Jiyeon menuju restoran paling romantis di Paris bahkan di perjalanan menuju resto, pria itu menyempatkan diri membeli bunga untuk sang istri. Sebenarnya Jiyeon bukanlah gadis yang menggilai romantisme, tindakan Jungkook membuatnya justru merasa salah tingkah sendiri.
Keduanya menikmati makan malam lezat, ditemani wine terbaik negara tersebut plus iringan musik klasik. "Apa aku sudah cukup romantis sebagai suami?"
Jiyeon mengangguk, "Ya, dan rasanya sudah agak berlebihan Jungkook." Pria itu tersenyum bangga, berharap Jiyeon akan membalas perlakuannya dengan pelayanan maksimal malam nanti. Ya, ada udang dibalik batu. Tentu saja kebaikan Jungkook selalu memiliki maksud terselubung di baliknya.
"Tidak, Jiyeon Sayang. Ini belum apa-apa, emm—apa kau tahu aku bisa bernyanyi dengan bahasa Perancis?"
Jiyeon cukup terkejut, "Serius?"
"Ya, dan aku akan bernyanyi untukmu malam ini, bagaimana?"
"Heh? Kau sedang bercanda?"
"Aku serius!" Tepat setelah kalimatnya berakhir, Jungkook bangkit dari tempat duduknya menuju panggung yang ada di sana. Membisikkan sesuatu pada pemain musik, sebelum akhirnya benar-benar bernyanyi.
Sungguh Jiyeon merasa speechless, dia bahkan tidak mengerti arti lagu yang suaminya nyanyikan. Dia hanya tahu beberapa kata familiar, seperti kata cinta dan lainnya. Para pemusik dan beberapa pelayan tersenyum memandang ke arahnya membuat Jiyeon semakin malu luar biasa. Bukannya merasa tersanjung, Jiyeon ingin segera pergi dari sana. Jungkook benar-benar aneh jika bersikap manis seperti itu mengingat dasar pernikahan mereka bukanlah karena cinta. Untung saja hanya ada mereka berdua yang menjadi pengunjung resto malam, Jungkook mereservasi semua tempat duduk yang tersedia.
"Bagaimana penampilanku? Apa kau terkesima?" Tanya Jungkook setelah selesai bernyanyi, dia kembali duduk di kursinya.
"Ya, suaramu cukup merdu. Apa kau sering pergi ke karaoke hmm?" Jungkook tampak kesal, respon Jiyeon tidak sesuai ekspektasinya. "Lagunya bagus, tapi aku tidak tahu artinya. Apa itu lagu cinta?"
"Bukan, itu lagu kebangsaan Perancis." Jiyeon tertawa, dia tahu sang suami kesal padanya.
"Aku hanya bercanda, lagunya bagus. Kau bernyanyi dengan baik."
"Aku terlanjur badmood, aku ke toilet dulu." Jungkook bangkit meninggalkan Jiyeon yang merasakan bersalah.
"Astaga—dia benar-benar marah." Gumam Jiyeon menatap punggung Jungkook yang menjauh. Gadis itu melanjutkan makannya yang terasa hambar, akhirnya dia memilih menyusul Jungkook ke toilet.
Pria itu terkejut mendapati Jiyeon ada di depan pintu toilet, "Apa yang kau lakukan di sini?! Ini toilet pria."
"Kau marah? Aku hanya bercanda, kenapa kau serius sekali."
"Aku tidak marah!" Jungkook hendak pergi, Jiyeon menahan lengannya.
"Maafkan aku," tatapan sendu itu membuat Jungkook tidak tega, namun harga diri melarang keras memaafkan Jiyeon sekarang.
"Maaf tidak mengembalikan moodku!"
Jiyeon berjinjit sedikit untuk menyatukan bibir keduanya sebentar, "Maafkan aku, okay?" Jungkook tidak bisa menahan senyumannya.
"Aku juga hanya bercanda kok, aku tidak marah."
"Heol—” Jungkook tersenyum semakin lebar berhasil membalas sang istri, detik berikutnya pria itu menarik Jiyeon memasuki toilet dan mulai menyatukan kembali belah bibir keduanya lebih intens.



[M] Acquiesce | JJK√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang