2.1

432 76 6
                                    

Shuya membuka matanya perlahan sambil menahan rasa sakit di kepalanya yang masih terasa, kemudian pipinya ditepuk-tepuk dan wajahnya disiram air, membuatnya kaget serta terbatuk-batuk karena air itu masuk ke lubang hidungnya.

"Sudah sadar?"

Shuya mendongak dan menatap tajam pria yang tersenyum bengis padanya. "Gadis kecil, kamu udah sadar kan? Coba lihat aku dengan benar."

Tangan Yunjae menarik rambut Shuya hingga membuat gadis itu meringis kesakitan. "Lihat, bahuku jadi sakit gara-gara kamu."

"Persetan dengan lukamu, Pembunuh!" Shuya meludah pada wajah Yunjae, membuat pria itu menampar Shuya hingga gadis itu tersungkur lagi dengan kepala yang terbentur lantai.

"Tadinya aku mau langsung melukismu, tapi kamu malah jadi menyebalkan. Sial," decih Yunjae.

"Kenapa ... kenapa kamu membunuh Bibi dan Hana?"

Shuya ingat alasannya membenci Dracula setengah mati, alasan kenapa dia begitu berusaha untuk mengejar dan menangkap Dracula.

Pria dihadapannya ini,
membunuh Bibi yang sudah merawatnya sejak dulu dan Hana yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri.

"Oh, tentu saja, karena mereka menjijikkan."

"...Apa?" Shuya memandang sengit Yunjae sambil menggertakkan giginya.

"Hanya karena aku memberikannya sebuah kotak musik kayu, dia sudah kesenangan dengan bilang terima kasih."

Shuya diam mencerna perkataan Yunjae. Kotak musik kayu, Shuya ingat bahwa Hana memilikinya, katanya dari seorang paman baik hati yang merupakan donatur rumah sakit.

"Wanita tua itu juga jadi sok baik dengan menawariku makanan yang hanya karena aku memberikan anaknya mainan dan berkunjung beberapa kali."

"Kenapa kamu...." Shuya kehabisan kata-kata, amarahnya memuncak, hatinya sakit luar biasa ketika kebaikan dari seorang wanita yang sudah merawatnya sejak kecil serta kepolosan putri kecilnya itu dipandang rendah oleh orang yang bahkan tak bisa menghargai sebuah kebaikan. "Bagaimana bisa kamu setega itu? Kenapa?!"

Yunjae berjongkok didepan Shuya yang kedua matanya sudah digenangi oleh air mata, tapi tetesan air mata itu tak kunjung turun seolah-olah Shuya tahan sekuat tenaga agar tak jatuh.

Yunjae menangkup dagu Shuya agar menatapnya. "Semua korbanku selalu menangis ketakutan, tapi kenapa kamu nggak menangis hm?"

"Nggak sudi. Aku nggak sudi!" pekik Shuya.

Yunjae tersenyum miring. "Mari kita bermain sebentar sambil aku bercerita," ujarnya sambil menyayat pipi Shuya dengan gerakan yang cepat dan membuat gadis itu meringis.

"Kamu tahu kapan aku membunuh pertama kalinya?" tanya Yunjae.

"Mana kutahu, Brengsek? Akh!" Shuya meringis ketika Yunjae menyayatnya lagi, kali ini tangannya.

"Aku membunuh Ibuku saat aku berusia 16 tahun," ujar Yunjae sambil memainkan pisau ditangannya. "Jang Hyojin. Istri menteri Kelautan saat itu. Kamu tahu kenapa?"

Yunjae menyayat Shuya lagi, kali ini lengannya, hingga bajunya sobek.

"Ibuku berselingkuh dengan ajudan Ayah, membawanya ke rumah tanpa mempedulikan aku dan Yunhyeong. Jadi aku membunuhnya. Ayah tahu bahwa aku membunuh Ibu, tapi dia nggak mau kehilangan jabatannya, jadi dia mengirimku ke Amerika dan kasus itu hilang begitu saja."

Yunjae menyayat Shuya lagi kali ini dibagian kakinya. Pria itu selalu melakukan serangan pada Shuya ketika dia selesai bicara kaliat yangg panjang sedikit demi sedikit, sementara Shuya masih harus menahan rasa sakitnya dan menjaga kesadarannya agar tidak pingsan.

Dracula | Wen Junhui [NEW VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang