4 : Salah Paham

8 0 0
                                    

"Sarah, saya ingin mengatakan sesuatu dulu sebelum kamu berbicara." ujar Harvey dengan tegas seperti biasanya ia berbicara kepada karyawannya.

Sarah Lia pun menelan ludahnya gugup.

"Tidak pak, saya ingin meminta maaf dulu pak sebelumnya." ujar Sarah Lia memotong pak bosnya. Aduh, maaf pak saya sudah kurang ajar banget sama bapak.

"Tidak, tidak. Kamu dengarkan saya dulu." ujar Harvey memotong lagi, sebelum Sarah melanjutkan kalimat berikutnya.

"Apapun yang Alec katakan padamu, semuanya itu adalah bohong." ujar Harvey.

Sarah pun mengerutkan dahinya bingung. Apanya yang bohong?

"Tidak pak, Pak Alec tidak berbohong." ujar Sarah Lia terlihat sangat yakin karena bagaimanapun juga ia memang menampar bosnya sendiri tadi malam.

"Hah?" spontan Harvey tambah bingung.

Tadi Alec sempat berbisik padanya, bahwa Sarah Lia ternyata memang menyukainya. Tapi apakah secepat ini di siang bolong, di jam kantor pula, perempuan ini mengakui perasaanya padaku?! batin Harvey yang panik.

Harvey akui bahwa ia menganggap Sarah sebagai karyawan yang paling kompeten dan bisa diandalkan. Oleh karena itu, Harvey sangat menghargai keberadaannya di Danadia. Ia tidak ingin gara-gara sohib tuyul isengnya itu, ia bisa kehilangan satu karyawan kompeten seperti Sarah Lia.

"Sarah, kamu mengakui seperti ini, bagaimana nanti harimu di kantor kedepannya?" tanya Harvey jujur mengkhawatirkan Sarah akan tidak fokus pada pekerjaannya, melainkan hanya fokus pada cintanya ke Harvey.

Tapi kalimat itu terdengar seperti ancaman di telinga Sarah. Mampus gue. Jadi maksudnya, setelah mengakui tindakan kriminalitas itu gue akan di pecat? batin Sarah takut. Ia sudah bekerja selama 5 tahun lamanya, dan ia berhasil mendaki tangga korporat melalui semua keringat dan darahnya. Tujuan utamanya adalah menjadi Direktur Finansial Danadia! Apakah semua usahanya akan sia-sia disini?

"Maaf pak. Tolong jangan pecat saya pak." ujar Sarah yang mulai menitikkan air matanya. Ia telah bertahan sejauh ini diterpa angin topan dan angin beliung. Mengapa semuanya harus rusak gara-gara satu malam alkohol?

Harvey yang melihat Sarah mulai menangis langsung kaget. Ia segera mengambilkan tisue dan memberikannya kepada Sarah. Apa dia mengira aku sekejam itu? Mana mungkin aku memecatnya hanya karena ia mengakui bahwa ia suka padaku. batin Harvey menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak akan memecatmu hanya karena hal sepele ini, Sarah." ujar Harvey yang anehnya nadanya menjadi melembut. Sarah pun berhenti menangis dan menatap lurus ke manik mata bosnya itu. Apakah bosnya memang sebaik ini? Padahal Sarah mendengar banyak rumor tentang Bosnya yang memecat karyawannya hanya karena menumpahkan kopinya ke keyboard komputernya. Yah, tapi memang komputernya jadi rusak sih, hingga data tahunannya hilang semua.

Sarah kini melihat Harvey bagaikan malaikat yang memiliki piringan emas diatas kepalanya (halo). Jika ia tahu bahwa pak Harvey sebaik ini, ia tidak akan membiarkan rumor tidak enak beredar di kantor!

"Saya berjanji akan bekerja 2 kali lipat lebih keras pak. Tolong perhatikan kinerja saya pak. Terimakasih banyak." ujar Sarah sambil membungkukkan badannya dan tergesa-gesa keluar dari ruangan itu, meninggalkan Harvey yang masih bengong.

"Ehh.. Sarah itu--" ujar Harvey yang kepotong dengan pintu yang sudah keburu ditutup oleh Sarah.

"Hah? Dia memintaku memerhatikannya?" ujar Harvey tersipu karena hanya ingin mendengar apa yang ia dengar. Jujur, ia belum pernah menerima pengakuan seserius ini dari seorang yang tidak terduga seperti Sarah Lia. Padahal sudah 5 tahun ia mengenal Sarah, tapi Harvey tidak tahu — seberani itukah seorang Sarah Lia yang pendiam itu?

****

"Jadi, bagaimana pembicaraanmu dengan pak bos tadi pagi?" tanya Alec yang menghampiri meja Sarah Lia lagi setelah jam makan siang.

Sarah pun memutar bola matanya kesal. Kenapa si playboy ini mengganggu sekali? Segabut itukah divisimu?! batin Sarah sambil mengetik keyboardnya keras.

"Semuanya berjalan sangat lancar, Pak Alec." ujar Sarah sambil tersenyum palsu.

Hah? Alec pun membulatkan matanya terkejut. Secepat itukah mereka sudah jadian?!

Alec tidak percaya dengan semuanya, kemudian ia pun langsung tergesa-gesa menghampiri sohibnya di ruangan pribadinya itu.

"Harvey!" teriak Alec setelah menutup pintunya, memastikan tidak ada karyawan yang mendengarkan percakapan mereka.

"Apa?" tanya Harvey yang fokus pada layar komputernya.

"Lu udah berhasil?" tanya Alec seperti biasanya. Sepotong-potong dan ambigu.

"Berhasil apa??" tanya Harvey mulai kesal dengan sifat sohibnya yang abstrak.

"Sarah Lia!" ujar Alec sambil menunjuk meja Sarah Lia dari jendela satu arah kantor sohibnya. Orang luar tidak bisa melihat ke dalam, tapi Harvey bisa melihat meja-meja karyawan yang ada diluar.

"Oh. Ya gitu-gitu aja. Kenapa?" tanya Harvey yang bingung dengan maksud kawannya itu.

"Wow. Congrats bro. Tapi gua ga nyangka lu secepat ini menjalankan latihan yang gua sebut." ujar Alec.

"Hah?"

"Latihan mengambil hati wanita." ujar Alec lagi.

Harvey yang sedari tadi sambilan mengetik email langsung terhenti jarinya. Jadi maksud sohibnya itu latihan yang ia sebut tadi pagi?!

"Jadi apa yang akan lu lakukan selanjutnya?" tanya Alec.

"Ngga ada." jawab Harvey datar.

Alec pun langsung memukul belakang kepala Harvey. Ups, lupa kalau ini dikantor. batin Alec yang melakukan itu secara spontan seperti biasa.

"Lu mau gua pecat??" ancam Harvey yang memegang belakang kepalanya.

"Gini, Vey. Langkah selanjutnya, lu ajak Sarah Lia ketemu nyokap lu! Kan lu sekarang sudah berhasil ambil hati Sarah, jadi selanjutnya lu singkirkan dia secara alami, biar lu bisa deketin Leyla." ujar Alec sambil mengalungkan lengannya ke Harvey.

"Lu gila?" tanya Harvey.

"Gini Vey. Daripada Sarah Lia lu gantungin mulu? Gimana? Mending langsung selesaikan aja dulu!" ujar Alec sok jagoan.

Betul juga. batin Harvey khawatir Sarah yang kinerja dikantornya akan turun gara-gara memikirkannya terus.

"Tapi kenapa harus ketemu nyokap gua?!" ujar Harvey menyingkirkan lengan Alec.

"Lu minta nyokap lu yang nolak dia! Biasa cewek-cewek bakal mundur kalau ketemu calon mertua yang kurang suka atau kurang setuju! Percayalah sama pengalaman gua, Vey." ujar Alec dengan bangga.

"Pergi ke habitat lo sana!" usir Harvey. Mana mungkin ia bisa mempertemukan mamanya dengan seorang wanita?! Yang ada nanti mamanya langsung paksa nikah di tempat Harvey dengan Sarah. Harvey pun bergidik ngeri membayangkan hal itu terjadi.

Tapi mengingat mamanya pernah mengatakan bahwa ia kurang suka cewek yang kurang rapi, apakah mungkin mamanya bisa menolak Sarah dengan penampilan kucelnya itu?

"Pikirin deh saran gua, bro!" ujar Alec kemudian ia beranjak pergi keluar dari ruangan Harvey. Meninggalkan Harvey yang masih memikirkan apakah ia harus mempertemukan mamanya dan Sarah sesuai saran sohibnya.

***

Cinta Salah Target (SHORT STORY)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant