12 [Red Lips]

209 0 0
                                    

Karin lalu menampar pipi dimas, dan berjalan meninggalkan dimas yang terkejut. Sambil mengusap pipinya, dimas kembali masuk ke dalam paviliun, diiringi ledekan yang terlihat jelas dari tatapan teman-temannya.

"Sakit nggak", tanya rizal pada dimas yang melihat dimas di tampar oleh karin.

Dimas hanya diam dan kembali duduk di depan laptopnya, sambil terus mengelus pipinya yang panas.

"Kamu deketin karin itu cuma untuk seneng-seneng aja", tanya rumi pada dimas.

"Aku temen aja sama dia, mana pernah aku deketin dia", jawab dimas masih sambil memegang pipinya yang terasa panas.

Bagi karin, setiap dimas merangkulnya adalah wujud rayuan yang dimas pamerkan. Satu botol minuman yang selalu dimas belikan untuk karin setiap mereka ke club malam, adalah harapan yang menurut karin, dimas berikan untuknya. Sementara bagi dimas, keduanya hanyalah wujud kasih yang dimas miliki untuk pertemanan mereka.

Semenjak hari itu, karin tidak pernah lagi mengundang dimas untuk hangout dengannya. Dimas juga tak sering lagi berjumpa dengan karin di kampus, dan sekalinya mereka berjumpa di kampus, karin bersikap seperti tak pernah mengenal dimas. Sikap karin yang berubah secara drastis, membuat dimas mengambil keputusan untuk menepikan kebutuhan asmara di hidupnya, dan hanya fokus pada kuliahnya.

Kesibukan tiada henti sebagai mahasiswa arsitek yang dimas jalani, tanpa terasa akhirnya memasuki semester enam.
Libur panjang semester lima juga telah usai, dan membawa dimas untuk kembali fokus dengan seluruh tugas kuliahnya. Semester enam dimulai, dan menjadi tanda hampir berakhirnya tahun ketiga bagi dimas di kampus.

"Komputer kamu terkoneksi sama laptop dim", tanya rizal pada dimas.

"Iya, aku minta tolong kakak iparku yang jago IT", jawab dimas dengan santai.

"Laptopku juga dong dim, tolong di koneksiin sama komputer, jadi laptop nggak berat nyimpan data render", pinta rizal.

"Aku nggak bisa zal, kamu minta tolong anak IT kampus aja", jawab dimas.

Handphone dimas bergetar, dan yang menelvonnya adalah zahra. Dimas hanya melihat dan membuang nafasnya, karena dia enggan untuk menjawab telvon dari zahra.

"Pacar baru", tanya rizal pada dimas.

"Bukan", jawab dimas.

Selain karin, dimas memang dekat dengan salah satu karyawan maminya, namanya zahra, tapi dimas ragu akan hatinya untuk zahra.

Zahra baik padanya, perhatian padanya, zahra juga sudah lama menjadi bagian dari keluarga toko milik maminya. Hanya saja, tidak ada satupun dari keluarganya yang mendukung dimas untuk memulai hubungan dengan zahra.

Melihat rizal yang terlihat damai, dimas akhirnya berkonsultasi dengan rizal, akan situasinya dengan zahra. Menurut dimas dan rumi, rizal adalah pakar cinta untuk mereka, karena dia selalu dengan mudah menaklukkan hati perempuan yang dia pacari.

"Jadi gini zal, waktu aku putus sama mantanku SMA, nih cewek tuh dampingi aku, nasehatin aku, terus bikin aku cepet move on, masalahnya, lama-lama aku jadi nyaman sama nih cewek, tapi aku ragu mau pacarin dia atau enggak", ujar dimas memulai curhatnya.

"Jadi kamu ngerasa nyaman aja, bukan karena suka", tanya rizal tanpa menatap dimas.

"Suka juga sih", jawab dimas dengan raut ragu.

"Kamu suka kangen nggak sama dia, atau deg-degan gitu kalau ketemu", tanya rizal.

"Enggak, biasa aja", jawab dimas.

"Kalau kamu pacarin tuh cewek yang kamu sendiri ragu suka atau nggak, paling cuma tahan tiga bulan, terus putus", jawab rizal dengan acuh.

"Aku kasihan zal sama dia, dia juga udah baik banget sama aku, sabar lagi", ujar dimas.

After SunsetHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin