9. Perhatian Barra

Start from the beginning
                                    

"Arghh!" Barra mencengkram wastafel kesal.

Tok, tok...

"Bar?" Panggil Aneska mengetuk pintu kamar mandi disana.

Barra menghela nafas kasar dan akhirnya keluar. Dia mendapatkan Aneska berdiri didepan pintu seraya membawa satu piring berisi nasi serta omelet disana.

"Di kulkas cuma ada telur. Mau gak mau gue cuma masak ini doang." ucap Aneska menyodorkan sepiring makanan itu.

Brakk!

Aneska melotot saat Barra dengan enteng menghempaskan kasar piringnya hingga jatuh berceceran dibawah.

"Gue udah gak mood makan." Enteng Barra bergegas pergi memakai jaketnya dan menyaut kunci mobilnya.

Aneska mengepalkan kedua tangannya mencoba bersabar atas sikap Barra itu.

"Gue mau pergi. Jangan berani-beraninya lo keluar dari apartemen gue. Kalo lo berani saat itu juga lo mati!" ancam Barra langsung pergi dari hadapan Aneska.

****

Dugh!

Barra mendorong cue ball dengan stick billiard cukup mahir hingga mencetak skor. Setelah itu, dia meletakan kasar stik billiard itu dan meminum sebotol air disana dengan santai.

"Barra Kay Valmores?" ucap seorang laki-laki yang duduk seraya mengepang kakinya santai.

"Selamat atas pernikahan lo bro!" ucapnya bangkit dan menepuk lengan Barra.

"Hemm," Barra hanya berdeham kecil dan duduk santai disana.

"Kenapa lo sangat brengsek, Barra? Padahal lo belum lama menjadi pimpinan baru Valmores." cibirnya.

"Masalahnya buat lo apa, Aslan Samantha?" Balas Barra.

Aslan sedikit tersenyum saat mendengar jawaban Barra yang angkuh. "Gak ada masalah sih buat gue. Tapi gak seru kalo Valmores jatuh sendiri. Mending gue jatuhin kan?"

Barra menatap Aslan tajam. Aslan Samantha, memang musuh Valmores. Bahkan perusahan Samantha hampir menyamakan Valmores dengan banyaknya investor-investor ternama bahkan mereka pernah berdebat atas kasus yang menimpa perusahaan mereka.

"Wih, santai dong, gue cuma bercanda." ucap Aslan.

"Lagian saat ini gue lagi males berdebat, mending kita main-main, kan." goda Aslan mulai berfikir dingin.

Barra memutarkan bola matanya malas. Dia menyandarkan tubuhnya di kursi dengan santai.

"Gue liat dari berita, lo perkosa tuh cewek karena salah paham? Lo nuduh dia sengaja menyebabkan kecelakaan itu sehingga Mazoya tewas?" Tanya Aslan penasaran tapi tak ada respon dari Barra.

Aslan menghela nafasnya pelan. "Gue gak habis fikir sama lo, Barra. Lo menghancurkan kehidupan seseorang demi dendam lo yang gak jelas itu."

"Gak usah ikut campur urusan gue." ketus Barra.

"Gue harap hubungan rumah tangga lo baik-baik saja. Soalnya kebanyakan pernikahan tanpa adanya cinta akan segera hancur dengan sendirinya." tutur Aslan.

"Gak usah sok tahu."

Aslan mengedikkan bahunya. "Itu sih kalo lo percaya. Kalo gak Yaudah."

Barra hanya mendesis kesal mengapa laki-laki sangat cerewet sekali disaat pikiran Barra sedang buruk karena mimpi tadi.

"Gue tau lo, Barra. Lo bakal kasar kalo ada seseorang yang mengganggu lo." Entah maksud Aslan berbicara seperti itu apa, Barra tidak tahu.

Aslan menghembuskan nafasnya berat. "Gue cuma mau bilang sama lo. Gue tertarik kok sama janda—"

Dengan kasar Barra menarik kerah baju Aslan dan menatapnya tajam. Semua orang disana matanya seketika tertuju kearah mereka.

"Maksud lo apa?"

Aslan mengulaskan senyum devilnya. "Maksud gue, gue bakal terima perempuan manapun termasuk sampah milik lo."

"Sialan"

Bugh!

****

Malam hari....

Barra masuk kedalam unit apartemennya santai, saat dia ingin berjalan kearah kamar dirinya melihat Aneska yang tidur di sofa ruang keluarga dengan meringkuk kedinginan.

Laki-laki itu menghela nafasnya lalu mengecilkan suhu ruangan ACnya agar tidak terlalu dingin. Kenapa dia mendadak perduli?

"Apa yang gue lakuin?" Barra baru menyadari tingkahnya itu.

"Gue gak perduli, lo gak boleh merasa kasihan sama cewek iblis." Gumam Barra menghiraukan rasa kasihannya itu.

Dia bergegas pergi dari hadapan perempuan yang sedang tidur itu ingin ke kamar. Tapi langkahnya tiba-tiba terhenti.

"Hikss hikss... Bunda jangan tinggalin Anes!" terdengar Aneska menangis dalam mimpinya.

"Bunda, tolongin Aneska!" ngigaunya lagi dengan tubuh bergetar kedinginan.

Barra berkacak pinggang sejenak, lalu berjalan kearah kamarnya untuk mengambil bantal dan selimut tebal untuk perempuan itu.

"Kali ini lo bisa aja beruntung atas perhatian gue. Mungkin lain kali, gak akan!" gumam Barra seraya membantu Aneska memakai bantal tidurnya dan menyelimutinya pelan.

"Barra?" Seketika mata Aneska terbuka dan memegang tangan Barra. Barra dibuat diam atas tatapan gadis itu.

"Barra jangan siksa gue lagi. Tubuh gue sakit." ucap Aneska dengan bersedih tiba-tiba.

Barra masih bingung dengan gadis itu. Mengapa dirinya tiba-tiba berkata seperti itu seraya menangis.

"Gue mohon sama lo, Barra"

___________

Nextpart

Mohon maaf guys... cerita ini sebenarnya sudah di update di Fizzo tapi karena banyak komplainan karena tidak semua orang mempunyai apk Fizzo, jadi ceritanya saya kembali lanjut disini ya... tapi di Fizzo masih ada kok, untuk yang tidak sabar dengan kelanjutannya bisa baca di Fizzo novel dengan judul yang sama.

Sekali lagi mohon maaf...

HELLO BARRA : MY BAD HUSBAND (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now