New Villa's

2K 115 45
                                    

1 Desember 2022

Kejadian memalukan yang Dalung alami di kelas barusan membuat mood nya jadi jelek seharian. Syukurnya presentasi itu ada di jam terakhir, jadi dia bisa langsung pulang setelah bel berbunyi.

Dua teman setianya yang bernama Saka dan Tara dibuat bingung dengan keadaan Dalung. Teman mereka tidak pernah menangis seperti ini sampai sebegitunya karena setahu mereka Dalung itu terkenal sabagai anak yang ceria dan aktif. Teman mereka itu terlihat baik-baik saja selama tiga tahun menjalin pertemanan.

Mereka berdua mengikut langkah Dalung yang berjalan sempoyongan yang tentu disebabkan mata yang kabur karena air mata menganggu pandangan saat menuju parkiran sepeda. Dua teman setia Galung itu tidak berani menegur dan menyuruh temannya berhenti menangis. Mereka sedikit tahu permasalahan Dalung tapi tidak menyangka akan berefek seperti ini. Pikir mereka Anak itu seperti benar-benar menangis dari hatinya yang terdalam sampai-sampai salah naik sepeda orang.

"Lung ini sepeda ku, sepeda mu yang itu." Tunjuk Saka menggunakan dagu-mengarah ke samping kanannya.

Dalung masih sesegukan hanya melirik, dia mengusap air matanya dan berjalan ke samping kanan Saka tanpa bicara sedikit pun.

Tara sudah menunggu di atas sepeda milikinya, memandang sendu temannya itu. "Lung mau kita anter sampe rumahmu, gak? Takutnya kenapa-kenapa."

Dalung hanya menggeleng, dia tengah menarik sepeda dari barisan parkiran, kemudian sudah akan siap duduk dan mengayuh, tapi langkahnya terhenti kala seseorang memekik sembari menghampiri.

"Dalung, ini Banner-nya ketinggalan, tadi aku nemu ini di meja pas piket." Salah satu teman kelas mereka menyerahkan Banner pada Dalung yang terdiam-dibiarkan begitu saja.

Air mata Dalung turun lagi. Saka dan Tara kompak berdecak pada teman dihadapannya.

"Kamu tuh! gak tahu apa Dalung sengaja gak bawa itu?!" Saka tak sengaja berbicara nada tinggi pada temannya yang tidak tahu apa-apa. Otomatis temannya perempuannya itu meminta maaf karena baru ingat kalau penyebab Dalung menangis secara tidak langsung itu karena Banner yang dia pegang.

"Yudah Dalung maaf ya, nanti biar Mirah buang banner nya. Kamu tenang aja."

Dalung hanya mengangguk, lalu memulai mengayuhkan sepedanya tanpa bersemangat. Sementara dua temannya menyusul dengan hayunan pelan mengawasi di belakang.

Tiba lah mereka di persimpangan gang. Mereka terpaksa harus berpisah sebab ketiganya berada di arah yang berbeda. Jika biasanya mereka akan saling berteriak mengucapkan salam perpisahan, untuk kali ini sedikit berbeda. Mereka terpisah dalam keheningan karena si ketua genk sedang galau.

Dalung jadi semakin cepat mengayuh sepedanya agar cepat sampai rumah. Semakin kuat kakinya bergerak, semakin deras juga air matanya mengalir. Dengan terpaan angin dingin pegunungan juga redup nya langit menjelang hujan seakan menambah moment galau Dalung Putra Mahagangga saat ini.

Sampai rumah pun sisa tangisnya masih ada. Jejak mata sembab khas menangisnya tidak hilang begitu saja meski Dalung pura-pura tutupi dengan kaca mata minus yang dia pakai saat pelajaran saja.

"Dalung dah pulang? kok cepet? Biasanya main futsal dulu-"

Seakan bicara dengan masa lalu, Bi Ida--pekerja rumah tangga keluarga Mahagangga terkhusus keluarga Dalung dilewati begitu saja. Pemuda itu masuk rumah begitu saja tanpa minat menjawab yang lebih tua.

Dalung langsung masuk ke kamarnya, kali ini dia masih beruntung, sampai-sampai tidak ada siapapun. Rumah sepi.

Galuh dipastikan belum pulang, ia sempat melihat anak itu kumpul pramuka di lapangan sekolah namun karena tak ingin sepupunya tahu, ia memutuskan untuk pulang lebih dulu. Sementara kak Simon dipastikan tidak ada di rumah karena dia kuliah yang sama di kampus kak Jonu. Lalu kak Yoga kan anak SMA jadi dipastikan beda jam terbang dengannya.

AnyelirWhere stories live. Discover now