5 | Memories of the Original 3

1K 145 8
                                    

William bertengkar hebat dengan kekasihnya ketika ia mengetahui bahwa Benjamin rutin bertukar surat dengan Victoria.

Nafasnya tercekat tidak percaya ketika membaca surat yang ditulis dengan gaya bahasa yang sangat ia kenal. Dadanya sesak ketika ia melihat panggilan akrab yang Benjamin berikan untuk gadis itu.

Vicky.

William bertanya-tanya tentang betapa dekatnya hubungan mereka berdua kini hingga sang kekasih dengan begitu familiar memberikan nama panggilan pada gadis yang bahkan bukan anak sah di keluarganya itu.

"William! Apa yang kau lakukan dengan barang pribadiku?!" seru Benjamin marah ketika melihat William mengusik dan memberantaki tumpukan surat yang ia simpan rapi pada kotak tersembunyi di kamarnya.

"Apa ini, huh?" Tanya William gemetar. Tangannya meremas lembaran surat yang tak terhitung jumlahnya. "Kau berselingkuh dariku dengan wanita jalang itu?"

"William! Jaga bicaramu!" Seru Benjamin kencang.

"Kau sudah tak mencintaiku rupanya."

"Will, kau tau bukan begitu maksudku." Ben mulai berjalan mendekati Will. Wajahnya menampilkan raut lelah. Sudah beberapa bulan belakangan, kekasihnya ini sangat sensitif dengan isu menyangkut Victoria.

"Lalu apa ini?! Kenapa kau menyembunyikan surat-surat ini dariku?!" Seru Will keras. Air matanya sudah tak terbendung lagi. Hatinya terluka melihat tunangannya yang bahkan tidak menyangkal tuduhan perselingkuhan yang dilayangkan.

"Sejak kapan kakak bertukar surat dengan gadis itu?" Tanya William tercekat.

"Ketika aku harus minta maaf atas namamu tidak lama setelah kejadian di danau." Jawab Benjamin. Kepalanya tertunduk lesu memikirkan reaksi dari kekasihnya itu.

Mendengarnya, William menjadi tersulut kembali. Ia tak bisa menahan diri untuk mengambil barang terdekat dan melemparkannya pada Benjamin.

"Will!" Seru Benjamin kaget. Suara benturan miniatur kayu dengan lantai menggema diruangan itu.

"Kejadian itu sudah empat bulan berlalu!!! Kau benar-benar akan membiarkan dia menghancurkan rencana pernikahan kita?!" Jerit William tidak percaya.

"Will," ucap Benjamin perlahan. "Kau tau bahwa kita masih muda untuk membicarakan tentang perni–."

"Tidak! Aku tidak mau mendengarnya!!" Teriak William histeris. Ia tau kemana percakapan ini menuju. Maka dari itu, ia segera berlari keluar dari kamar kekasihnya tersebut.

William masih belum siap untuk menerima kenyataan bahwa Benjaminnya perlahan mulai berpaling dari masa depan yang dulu mereka berdua rencanakan.

— — — — — — —

William baru akan menginjak usia 13 tahun ketika ia terpaksa menunda pesta debutantenya.

Selepas kejadian di malam itu, hubungannya dengan Benjamin mulai merenggang.

Surat yang selalu ia terima setidaknya 3 kali dalam seminggu kini perlahan mulai berkurang. Paragraf demi paragraf yang menceritakan detail tentang hari yang Benjamin lalui kini berubah menjadi lugas dan singkat. Kunjungan dan playdate rutin yang dulu terjadwal rapi kini menjadi sporadik, seolah sang kekasih sengaja menyibukkan diri untuk menghindarinya.

William tidak bodoh. Ia menyadari kehangatan yang kekasihnya pancarkan mulia meredup. Dan begitu pula dengan cintanya.

Meskipun begitu, ia tetap berusaha meyakinkan dirinya bahwa Benjamin semata-mata sangat sibuk karena harus mengurus berkas administrasi masuknya ia ke akademi pendidikan. Bagaimanapun juga, kekasihnya itu telah menginjak usia 16 tahun. Usia dimana para bangsawan dan aristokrat mendaftarkan anaknya ke dalam akademi pendidikan.

Reverie | JaynooWhere stories live. Discover now