Bonus Chapter

Mulai dari awal
                                    

“Makasih, Pa. Aku sayang Papa. Nanti kita tetep telponan, ya, Pa?”

“Iya, Nak.” Bagas tak kuasa melihat kedua mata anaknya berkaca-kaca.

Abelle berjalan. Tangan kirinya memegang tiket pesawat, tangan kanannya menarik kopernya. Ia meneguhkan hatinya untuk meninggalkan mereka yang Abelle sayangi. Meskipun salah satu diantaranya tidak datang untuk berpamitan.

Di detik saat kakinya berjalan menuju gerombolan teman-temannya, terdengar teriakan seseorang yang mencuri perhatiannya.

“TUNGGU! ABELLE, ABELLE!!”

Abelle menoleh.

Kak Ryan?!

Ia sangat terkejut mendapati Ryan berlari sambil melambaikan tangan ke arahnya. Seketika awan mendung di hatinya langsung tergantikan dengan mentari terang. Senyum lebar terukir di wajah Abelle. Tanpa berpikir panjang, Abelle berlari meninggalkan kopernya untuk menyusul Ryan. Ia tak peduli pada semua orang di bandara yang menatapnya aneh, termasuk teman-temannya dan kedua pelatihnya.

Langkah kakinya terhenti saat Abelle benar-benar sudah berhadapan dengan Ryan. Ia menyadari bahwa ia bersikap terlalu semangat menyambut kedatangan Ryan, dan mungkin itu meninggalkan kesan yang canggung untuk Ryan. Abelle berusaha menormalkan ekspresinya. Sementara itu, Ryan tersenyum lega karena ia masih sempat berpamitan dengan Abelle. Sebelum ia tidak bisa melihatnya lagi di sisinya.

“Halo … Kak Ryan,” sapa Abelle canggung.

“Maaf, saya hampir aja telat. Untung kamu belom berangkat,” ucap Ryan dengan napas tersengal sehabis berlari dari pintu masuk bandara.

“Sebenernya ini udah mau berangkat. Kita udah disuruh masuk ke pesawat, temen-temen yang lain udah nunggu.”

Ryan tersentak. Ia tak punya banyak waktu lagi. “Oh, ya udah kalo gitu. Saya cuma mau ngasih ini.”

Abelle menerima sebuah paper bag yang disodorkan Ryan. Saat ia melihat ke dalamnya, terlihat sebuah kotak transparan. Abelle mengangkat kotak itu sedikit dan terkejut. Kotak itu berisi beberapa macaron dengan warna jingga cerah berbentuk bola basket.

Abelle dibuat terkejut lagi dengan sebuah kukis dengan bentuk jersey. Di atas kukis itu tertulis nomor punggung Abelle, nama Abelle, dan bahkan tulisan DBL. Kukis itu menjadi yang paling mencolok di antara macaron bola basket karena ukurannya yang lebih besar.

Abelle tersenyum penuh makna. Rona kemerahan mulai terlihat di pipinya. Benda yang ia pegang itu adalah hadiah terbaik yang pernah ia dapatkan.

“Semoga suka, ya.” Ryan menatap Abelle penuh harap.

“Makasih banyak, Kak Ryan.” Abelle tak berani menatap kedua mata Ryan karena ia tahu wajahnya menjelaskan semua salah tingkahnya.

Waktu seolah berhenti. Waktu seolah terdiam hanya untuk mereka berdua. Pada detik itu, Abelle merasa sebuah gravitasi lain menarik dirinya. Ia membeku di tempat. Sebuah vibrasi yang muncul semakin menjelaskan perasaan yang ia rasakan dalam hatinya. Kehangatan yang diberikan gravitasi itu menjalar ke hatinya.

Ryan menarik Abelle dalam pelukannya.

Lima detik kemudian, Ryan menatap dalam perempuan di hadapannya itu. Ia menepuk pelan pucuk kepala Abelle sambil tersenyum. Senyum itu membuat matanya pun ikut tersenyum.

“Hati-hati, Abelle. Selamat berjuang di sana. Jangan lupain sa— aku, ya. Jangan lupa telepon juga. Bye, bye Abelle!” Sesudah mengatakan itu, Ryan berlari menjauh. Lucunya, ia berlari mundur sambil melambaikan kedua tangannya lebar-lebar. Untungnya ia tidak menabrak orang lain. Setelah Abelle terlihat semakin menjauh, Ryan berbalik dan berjalan biasa keluar bandara.

Ia tak sanggup berlama-lama di sana. Ia tak bisa menyaksikan Abelle masuk ke gerbang keberangkatan. Apalagi setelah apa yang ia perbuat barusan kepadanya.

Sementara, Abelle mengukir senyum lembut di wajahnya. Hatinya menjadi secerah musim semi dan banyak bunga bermekaran di dalamnya. Kini ia bisa pergi dengan lega. Tapi tetap saja, yang barusan Ryan lakukan membuat rombongan kupu-kupu terbang di perutnya. Abelle mengatur wajahnya agar tidak terlihat mencurigakan di depan teman-temannya.

Tapi nyatanya tidak bisa. Ia tak bisa menyembunyikan salah tingkahnya. Jika sudah begini, Abelle paling tidak bisa mengontrol pikirannya untuk memikirkan hal lain selain laki-laki itu.

Akhirnya, Abelle pun diinterogasi oleh teman-temannya di pesawat.

<><><>

<><><>

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Between Jersey & Macaron (END✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang