Bab 7 Rahasia Manis

6 1 6
                                    

Abelle merapikan ikatan rambutnya sambil mematut dirinya di cermin. Ia mengecek kembali barang bawaannya dengan tas olahraganya. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu olehnya. Abelle belum pernah menyewa lapangan luar sebelumnya, dan kali ini ia akan berlatih bersama teman-temannya. Abelle menggumamkan melodi ceria saat ia menuruni anak tangga. 

“Aku berangkat!” 

“Mau kemana? Sarapan dulu, sini.” Itu adalah suara Ryan. Di hari Sabtu, Mita tetap bekerja dan menyuruh Ryan untuk datang lebih pagi saat hari libur.  

“Nanti aja aku beli di luar,” balas Abelle santai. 

Mendengar itu Ryan tak terima. Ia melangkah cepat dari dapur, alisnya menyatu di dahi. Ryan melewati Abelle yang ingin menggapai pintu lebih dulu. Dengan cepat Ryan mencegat Abelle dengan tangan terlipat di dada. Ryan menatap Abelle lurus-lurus. 

Sementara itu Abelle terkejut karena Ryan mencegatnya. Seketika ia ketakutan menatap tatapan yang bisa menenggelamkannya itu. Beberapa detik kemudian Abelle salah fokus dengan keringat yang membanjiri pelipis Ryan. 

“Sarapan. Dulu.” Suara berat milik Ryan membuat Abelle menelan liurnya sendiri. Ia tak bisa menghindar lagi dari laki-laki itu. Akhirnya Abelle melangkah ke dapur sambil menenangkan kondisi detak jantungnya yang berisik layaknya konser band metal. 

“Saya udah buatin mashed potato, yuk dicoba dulu.” Intonasi nada bicara Ryan yang ceria itu membuat Abelle kaget. Barusan ia memasang muka layaknya singa ngamuk tapi sekarang ia sudah kembali tersenyum seperti SPG toko make up. 

Satu lagi yang membuat Abelle terkejut. Ia melihat seporsi mashed potato dengan wangi yang gurih menyapa indra penciumannya. Tanpa disuruh lagi Abelle langsung menyantap hidangan berbahan dasar kentang itu. Di antara semua jenis sayuran, hanya kentang satu-satunya yang ia suka. Rasa gurih yang meleleh di mulut membuat Abelle menggerakkan badannya ke kiri-kanan, tanda ia sedang menikmati hidangan yang lezat. 

Ryan tersentuh untuk yang pertama kalinya. Ia tersenyum sampai matanya pun ikut tersenyum karena melihat Abelle sangat menyukai masakan buatannya. Inilah pekerjaan pertamanya, dan inilah pujian yang pertama ia terima. Pujian terbesar seorang chef hanyalah sesimpel orang yang menikmati masakannya berkata “ini enak”. Terlebih lagi jika seseorang itu dapat menilai detail yang ia masukkan ke dalam makanannya. 

Namun perasaan itu tak bertahan lama. Ryan kembali ke mode bekerja. 

“Kamu suka?” tanya Ryan lembut. 

“Nah, harusnya begini dari kemaren, baru aku suka!” Abelle mengelap mulutnya dengan tisu. 

Harusnya Ryan tak berekspektasi tinggi. 

Ia seharusnya tahu Abelle akan bicara seperti itu. 

“Saya seneng kamu bisa makan masakan saya sampe abis.” Ryan menekankan kata-kata terakhir. 

Abelle tertawa kecil, menggaruk tengkuknya. 

“Habis ini, kamu perlu belajar makan yang lain. Nggak mungkin kamu makan kentang doang selamanya, ‘kan?” 

Bibir Abelle tertekuk. Lagi-lagi topik itu. 

“Bosen aku ngomongin ini terus,” keluh Abelle. 

“Ini udah tugas saya bawelin kamu supaya mau makan sayur.” 

“Jujur deh, aku nggak suka sayur karena nggak ada rasanya.” 

Ryan menghela napas berat, “ya udah, gimana caranya supaya kamu mau makan sayur? Kasih garem yang banyak? Lada? Micin?” Batas kesabaran Ryan hampir mencapai puncaknya. 

Between Jersey & Macaron (END✓)Where stories live. Discover now