chapter 7: "pergi?"

38 7 5
                                    


  Suasana kami menjadi hening.
Aku tersedak oleh makananku sendiri.

"Larie, anda tak apa?" Ucapnya panik dan segera pergi ke sisiku dan menepuk pelan punggungku.

"Ya, saya tak apa" ucapku setelah meminum air. "Maafkan saya...." ucapnya tak enak.

Aku segera menggeleng. "Tidak, tidak masalah....saya hanya sedikit terkejut" ucapku tersenyum.

"Tipe pria ya......" gumamku berpikir. Nicholas entah mengapa nampak gugup.

"Yah, saya pikir tipe saya bukan sesuatu yang terlalu sulit" ucapku pelan. "Seperti apa?" Tanyanya penasaran.

"Saya ingin laki laki yang bisa menerima saya apa adanya" ucapku jujur. "Dia dapat mengertikan diriku, dan tidak menuntut banyak" 

"Jika ada masalah, akan dibicarakan baik baik." Lanjutku lagi. Nicholas nampak tersenyum.

"Ah, benar" ucapku. "Aku tak menyukai tentara, atau sesuatu yang berbau militer" ucapku berhasil membuat sebuah perubahan ekspresi pada wajah Nicholas.

"Mengapa?" Tanyanya penasaran. "Saya sudah muak berurusan dengan tentara" ucapku jujur.

"Saya akan memilih menjauhi seseorang jika dia adalah seorang tentara" lanjutku. "Apa anda membenci tentara karena masa lalu anda?" Tanya Nicholas.

"Begitulah...." ucapku. Nicholas menyadari keenggananku intuk menjelaskan lebih rinci.

"Kalau begitu, seperti apa tipe perempuan anda?" Tanyaku.

"Saya pikir, saya akan menyukai wanita yang tidak melihat saya hanya karena nafsu." Ucapnya. "Saya juga ingin wanita yang berani" 

"Kami bisa bersandar satu sama lain disaat susah" ucapnya. "Itu sudah cukup untuk saya" lanjutnya yang membuatku mengangguk.

"Kalau begitu, sudah berapa wanita yang sudah anda kencani?" ucapku tersenyum penasaran.

Dia terkekeh. "Tidak ada" ucapnya. 

"Sungguh?!" Aku terkejut. Bulan tanpa alasan tetapi pria ini begitu tampan! Tidam mungkin dia tidak pernah berkencan.

Dia mengangguk. "Kebanyakan dari mereka hanya menyukai wajahku." Ucapnya. Aku hanya mengangguk paham. 

Bagaimanapun, laki laki didepanku ini begitu tampan sampai sampai bisa membuat para wanita berperang demi mendapatkannya. 

"Kalau anda bagaimana? Apakah anda pernah berkencan sebelumnya?" Tanyanya.

"Saya tak pernah berkencan" ucapku terkekeh. "Tidak mungkin" dia nampak tak percaya.

"Anda begitu cantik, sudah pasti ada banyak lelaki yang mengantri untuk setidaknya dapat bersalaman dengan anda" Ucapnya membuatku sedikit tertawa.

"Yah, memang mungkin banyak" ucapku. "Tetapi standar pria saya begitu tinggi hingga mereka pun menyerah" ucapku menghela nafas.

"Begitukah?" Ujarnya penasaran. "Seperti apa pria yang bisa masuk ke dalam kriteria standar anda?"tanyanya lagi

"Sederhana saja" ucapku tersenyum.
"Seseorang yang dapat mencintaiku dan menjaga hubungn yang tetap kudus? Yah, semacam itulah" ucapku.

"Hubungan yang kudus?" Tanyanya.
"Ya, hubungan yang tidak dilandaskan oleh nafsu tetapi oleh Tuhan" ucapku. "Hubungan bersih, dan disetujui oleh Tuhan" lanjutku.

Nicholas terdiam sejenak "saya pikir saya bisa menyanggupinya" ucapnya.
"Apa hanya itu? Atau ada lagi?" Tanyanya menatapku lekat.

Aku mengangguk. "Saya ingin seorang pria yang sama seperti ayahku yang mencintai ibuku, dan juga kakakku yang mencintai istrinya." Ucapku

Nicholas mengangguk paham. Dia mulai menggenggam tanganku lembut dan menatapku lekat. "Jika saya bisa melakukannya apakah anda akanmenerima saya?" Ucapnya lembut.

"Entahlah.." ucapku. "Saya takut untuk memulai suatu hubungan" ucapku. 

"Mengapa?" Tanyanya lembut. "Saya takut ditinggalkan disaat saya sudah begitu mencintai seseorang" jawabku.

Dia tersenyum lembut. "Saya tidak akan meninggalkan anda sama sekali" ucapnya lembut. 

Aku merasakan bibirnya yang hangat itu menyentuh punggung tanganku. "Apakah anda akan mempercayai saya?" Tanyanya.

"Anda harus berusaha untuk itu" ucapku yang membuatnya tersenyum. "Saya akan melakukannya" ucapnya.

Aku mulai bangkit dari kursiku. "Mari, biar saya cuci piringnya" ucapku dan mulai mengambil piringnya untuk di cuci. 

Tetapi, dia segera mengambil piring piring kotor itu dari tanganku. "Anda sudah memasak jadi biarkan saya yang mencuci piring piring ini" ucapnya lembut.

Aku hendak menolak tetapi fia sudah membawa piring piring tersebut dan mencucinya. "Terimakasih" ucapku sambil duduk di kursi, menunggunya selesai mencuci. 

Setelah itu, kami kembali ke galeriku. "Hari sudah malam, saya harus pergi" ucapnya.saat melihat langit malam. "Kalau begitu saya akan mengantar anda ke depan" ucapku hendak berjalan tetapi tanganku ditahan olehnya.
"Hari sudah malam, sebaiknya anda tetap disini saja" ucapnya lembut.sambil menyisipkan poniku ke belakang telinga

Aku merasa tidak ingin dia pergi. "Apakah anda akan berkunjung lagi?" Tanyaku tanpa aadar sambil memegang tangannya itu.

"Saya akan pergi untuk beberapa waktu ini" ucapnya. "Pergi?" Ulangku.
Jujur, aku tak ingin pria ini pergi

"Mungkin akan sedikit memakan waktu" ucapnya menatapku. 

Dia tersenyum. "Tapi saya akan datang lagi" ucapnya. "Pasti" lanjutnya

Dia meraih sedikit rambutku yang tergerai  dan mengecupnya pelan. "Kalau begitu saya pergi" ucapnya meninggalkan rumahku dan menyusuri malam di kota paris.

"Tuhan, tolong aku tidak ingin serakah" ucapku. "Tapi tolong berikan dia padaku bukan pada wanita lain" lanjut doaku.
Aku menghembuskan nafas dan duduk di sofaku. Entah mengapa perasaanku tak enak
"Semoga tidak terjadi apa apa" ucapku menutup mata dan tanpa sadar tertidur di sofa 
Saat tertidur, aku hanya memimpikan Nicholas.

A CANVASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang