Mengapa lelaki ini mencari Kak Mita?

Apakah mereka saling mengenal?

Apakah si Barista berhak mengatakan apa yang ia tahu mengenai Kak Mita kepada lelaki ini?

Kak Mita, ia mengingat wanita itu.

Dua bulan lalu, di tengah hujan wanita itu masuk ke dalam kafe. Kebasahan dan kedinginan, bibirnya membiru hingga membuat si Barista panik ketika menyajikan minuman hangat untuknya.

Selama berjam-jam sampai kafe tutup, wanita itu masih memakai baju basah, hingga si Barista menawarkan untuk meminjamkan pakaian, namun ditolak halus sampai tiba saatnya kafe tutup dan wanita itu keluar, kembali berjalan di tengah hujan.

Itu pertemuan pertama si Barista dengan Mita, yang keesokan paginya melamar pekerjaan di kafe kecil ini.

Awalnya si Barista tidak menyangka, kalau bosnya akan mengizinkan Mita bekerja di kafe yang sebenarnya tidak terlalu ramai ini. Namun ia tidak terlalu peduli selama pekerjaan ini bisa membantu wanita itu.

Bahkan, meski mereka baru satu kali bertemu. Si Barista tahu kalau Mita tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Selama wanita itu bekerja di sini, si Barista senang karena ada satu staf perempuan yang bisa menemaninya mengobrol. Mengingat hanya dirinya seorang yang merupakan perempuan diantara tiga staf yang bergantian mengelola kafe.

Apalagi kue buatan Kak Mita benar-benar lezat, sepertinya wanita itu berbakat menjadi penjual kue, dan diam-diam si Barista mendoakan kalau Mita bisa menjadi pemilik toko kue suatu hari nanti.

"Itu kue yang Kak Mita buat tadi pagi sebelum pamit. Jadi mungkin, kak Mita masih di terminal bus sekarang." Akhirnya, setelah kebimbangan apakah ia berhak mengatakan apa yang ia ketahui tentang Mita, si Barista memilih untuk memberitahu lelaki di depannya.

Hal pertama yang ia lihat adalah betapa tegangnya si lelaki, tubuhnya mendadak kaku, si Barista bahkan tidak sadar lelaki itu sudah pergi keluar dari kafe jika bunyi bel tidak berdenting.

Ia masih memegangi struk pembayaran, hendak memberikannya pada si lelaki yang kini sudah pergi dengan mobilnya.

Si Barista menepuk dahinya, berdoa dalam hati kalau apa yang ia lakukan benar.

Lelaki tadi bukan penagih hutang kan?

Ia tahu kalau Mita memiliki masalah ketika wanita itu datang ke desa ini. Tapi melihat bagaimana lelaki itu terdengar khawatir, pandangan sendunya saat melihat kue buatan Kak Mita, si Barista menyimpulkan kalau mereka mungkin saling mengenal dan saling peduli.

Dan ia sungguh-sungguh berharap, kalau wanita baik itu bisa bahagia, dan tersenyum lebih ceria.

***

Mita memandangi Mille Crepes buatannya. Warna ungu cantik yang ia sukai, dengan taburan potongan strawberry segar membuat mulutnya berair.

Ini kue favoritnya, dan Mita ingin memberikan kue ini kepada Randra di hari ulang tahun lelaki itu.

Mita tersenyum, Randra pasti suka kan?

Ia sudah bekerja keras membuat kue ini. Dulu, neneknya yang mengajari dirinya membuat kue.

Neneknya penjual kue sebelum sakit dan harus dirawat penuh di rumah sakit seperti sekarang.

Mita cukup bangga dengan dirinya sendiri karena ia tahu kue buatannya enak.

Tidak akan terlalu membebani Randra kan jika ia memberi hadiah kue buatannya sendiri di hari ulang tahun lelaki itu?

Toh mereka ...

Toh mereka sudah jauh lebih dekat.

Mita bahagia, namun matanya berair. Ia langsung menepis perasaan sentimentalnya, menghapus air mata yang keluar dan kembali tersenyum.

Ia tidak boleh merusak momen bahagia orang yang ia cintai.

Mereka sudah dekat, dan seharusnya itu sudah cukup.

Mita memeriksa arlojinya, mendapati sudah beberapa jam ia menunggu Randra di apartemen lelaki itu.

Tapi seharusnya Randra sudah pulang. Ia tahu jadwal Embun yang tidak boleh pulang sampai tengah malam.

Tapi hari ini ulang tahun Randra, jadi mungkin mereka berdua akan pulang lebih larut, kan?

Satu jam kemudian, Randra belum juga pulang. Mita memasukkan kue yang ia buat ke dalam kulkas, takut krimnya meleleh karena terlalu lama di suhu ruangan tanpa dimakan.

Perutnya memberi signal lapar, dan sejujurnya gadis itu ingin sekali mencicipi kue buatannya.

Tapi itu untuk Randra...

Ia memutuskan tiduran di sofa ruang tengah, sehingga Mita bisa tahu saat Randra pulang nantinya.

Mita terbangun oleh notif pesan di ponselnya. Ia sengaja tidur memeluk ponsel, berharap Randra memberinya kabar kalau lelaki itu sudah dalam perjalanan pulang.

Ia memperhatikan kurang dari sejam dirinya tidur, dan kini waktu sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam.

Mita membuka pesan dari Randra, menggigit bibir bawahnya keras-keras.

Jangan menangis...
Jangan menangis...

Ia memohon pada diri sendiri untuk setidaknya jangan menangis di hari seperti ini.

Setelah beberapa saat duduk menenangkan dirinya, Mita kembali ke dapur.

Memastikan ia tidak meninggalkan apapun di dalam apartemen Randra. Gadis itu membuka lemari pendingin, menatap kue buatannya untuk Randra sekali lagi.

Setidaknya, ia berharap kuenya akan dimakan.

Meski sebenarnya ia ingin melihat tanggapan dan ekspresi Randra secara langsung saat memakan kue buatannya.

Tapi Mita senang. Setidaknya di hari ulang tahun lelaki itu, Randra tidak sendirian.

Ada Embun, yang Randra bawa ke tempat tinggalnya.

Dan Mita harus tahu diri dengan posisi hubungan mereka.

To be Continued....

How to Chase Mr. ArrogantWhere stories live. Discover now