4. Metro Pop Scene

Start from the beginning
                                    

Glen terkadang berlebihan jika menyangkut kenyamanan Chalize.

"Abis kamu maunya mana? Aryaduta? Grand Hyatt?Ascott?" Glen terus menyebutkan nama-nama hotel di seputaran Jakarta Pusat yang dekat dengan apartemen Chalize.

"Nggak nggak, Ibis budget aja, semalem ini doang! Lagian deket!"

"Yakin? Yakin bisa tidur di situ?"

"Bisa ak elah, ya udah deh aku ke sana dulu!"

"Naik apa?"

"Gojek aja biar ga ribet!"

"Tapi aku belum pesenin,"

"Kalau Cuma 400 an sih aku bisa sendiri, bye!"

"Chal... Chalize, Cha ... Astaga gimana sih!" Glen sungguh kesal sampai melepas selimut dan membanting HP nya yang tiba-tiba dimatikan Chalize. Tak lama dia kedinginan dan tertidur saking kesalnya.

***

Jakarta di hari Minggu pagi, lebih lengang dari hari-hari biasanya. Tapi tak membuat udara menjadi bersih. Sudah dua hari Glen pergi ke luar kota, hal itu tentu saja membuat Chalize kesepian. Biasanya ada Glen yang diajak adu mulut perkara makan siang, perkara nge gym, perkara channel TV dan lain sebagainya. Biasanya juga Glen yang memeluknya hangat sampai tertidur dan pagi harinya laki-laki itu sudah datang lagi dengan wangi semerbak dan membangunnya hanya untuk minta dibuatkan sarapan sederhana sebelum mereka pergi ke kantor.

Satu setengah tahun lalu Chalize memulai kariernya sebagai coppy writter di sebuah majalah mode yang menyasar para sosialita sebab kebanyakan hanya berisi mengenai iklan-iklan berbau life style produk brand fashion terbaru.

Lama-lama Chalize mendapat rubrik sendiri dan cukup populer. Dia sangat cerdas mengolah kata sehingga menarik sekaligus menggigit. Glen selalu bilang kalau Chalize mending berbicara secara tertulis daripada secara verbal sebab jauh dari kata menyebalkan. Tapi Glen juga suka, karena Chalize hanya menyebalkan eksklusif untuk dirinya saja.

Sepanjang satu setengah tahun ini karir Chalize sangat baik, bukan dia dapatkan tanpa intrik, dia sering pulang dan berangkat kerja dalam keadaan menangis, dunia kerja ibu kota itu kejam sahabat, tapi Glen selalu di sana, melakukan hal-hal yang Chalize butuhkan.

Pada saat-saat tertentu Chalize tak hanya memikirkan kariernya, tapi juga tentang Glen. Chalize ingin Glen lebih bisa mengeksplorasi potensinya, menurut Chalize Glen terlalu malas untuk itu, padahal dia sangat semangat setiap kali berdebat dengan Chalize, menurut Chalize Glen sangat pintar, tapi dia tipe orang kalau aku ga suka ya ngapain sih effort. Namun Chalize memiliki keyakinan, bahwa Glen punya misi dan ambisi tersendiri. Chalize melihat beberapa kali Glen sangat serius dengan projectnya dan tidak bisa diganggu gugat dalam proses itu.

Chalize sangat menyukai Glen, dia tak suka LDR dan berkirim pesan, sebab itu sangat menyiksanya. Semakin Glen menanyai kabarnya semakin galaulah hatinya. Semakin Glen terlihat di telepon, semakin rasa gilanya untuk bertemu memuncak.

Jadi Chalize memutuskan menyibukkan diri dengan kegiatan lain, menunggu Glen sampai pemuda yang dulu hanya iseng-iseng berhadiah dipacarinya itu kembali.

Seperti sore ini, Chalize sudah tak sabar menunggu di lobby kedatangan Bandara Halim Perdana Kusuma. Dari semalam dia tak bisa tidur, bingung memilih baju apa yang akan dipakainya untuk menjemput Glen sore ini, rasanya seluruh lemari sudah dia ubeg-ubeg dan hanya berakhir dengan kaus putih polos dan celana jins. Tadinya Chalize sudah ingin berdandan girly, tampilan yang paling Glen suka, dengan mini dress berbahan jatuh yang akan mengekspose pahanya saat mereka berkendara dan pasti akan berakhir dengan ciuman bertubi-tubi.

Chalize merinding sendiri, namun lantas diingatnya nasihat aya, ibu, juga wajah kakaknya. Tak boleh lah Chalize menjatuhkan harga dirinya meskipun dia sangat menginginkannya. Kalau boleh jujur sudah beberapa kali mereka nyaris kebablasan, bagaimana tidak, pacaran empat tahun dan kini dua orang dewasa itu nyaris hidup bersama tanpa pengawasan.

Thank God, It's YouWhere stories live. Discover now